Aku mendengar suara derap kaki yang semakin membuatku takut.
"Pintunya terkunci, kamu tunggu dulu. Tahan sakitnya." Ucap Vincent pada wanita itu dan sama sekali tidak menghiraukan keberadaanku.
Aku menangis tak henti, bahkan disaat seperti ini, Vincent lebih memperdulikan wanita itu yang entah mengalami apa. Tubuhku semakin lemas, karna phobiaku berhasil merasuk ke seluruh tubuhku.
Brak!
Pintu ruang lab berhasil di dobrak oleh seseorang dan disusul suara derap kaki menghampiriku lalu memelukku sangat erat dengan sesekali menepuk-nepuk bahuku.
"Tenang Rai, Ini gua Arya." Ucapnya yang sangat menenangkanku.
Seketika aku membalas pelukan itu lebih erat karna aku benar-benar takut.
"Arya..." bisikku.
"Iya kenapa? Lu mau keluar dari sini?" Tanya Arya.
"Sakit..." ucapku yang kemudian tak sadarkan diri didalam pelukannya.
.
.
.
.
.ARYA POV
Aku menuruni anak tangga sendirian, karna teman-temanku sudah pulang terlebih dahulu. Saat sampai di depan ruang laboratorium biologi pandanganku tertuju pada Raina yang tengah melakukan sesuatu didalam sana. Pandanganku teralih karna ternyata dia tak hanya berdua dengan kekasihnya, melainkan ada wanita yang telah mengusik pikirannya. Aku mengurungkan niatku untuk pulang dan menghentikan langkahku untuk melihat Raina. Namun aku mendapati Raina seperti mengerang kesakitan.
Raina kenapa? Batinku yang hendak menghampirinya.
Namun terhalang karna Vincent kekasihnya sudah menghampirinya lebih cepat dibandingkan aku.
Sadarlah Arya, dia udah punya pacar. Gumamku.
"Pulang aja ah." Gerutuku, namun saat aku hendak melangkahkan kaki menuju motorku. Pandanganku tertuju pada ruang lab yang seketika gelap.
Raina phobia dengan gelap. Batinku dan hendak melangkahkan kaki.
Tapi disana, ada Vincent. Gumamku yang akhirnya membalikkan tubuhku dan tak menggubrisnya.
Tapi gua khawatir. Batinku yang langsung berlari menuju pintu laboratorium.
Saat aku menekan gagang pintu, yang benar saja pintu itu terkunci. Aku mengintip dari jendela dan mendapati Raina yang menunduk terduduk di lantai seorang diri, dan disisi lain ada pemandangan yang membuatku sangat geram.
"Anj***!" Seruku yang langsung berusaha membuka pintu lab.
Aku mendobraknya berkali-kali, namun usahaku nihil. Sekolah sudah sangat sepi, tak ada orang yang bisa ku mintai tolong. Aku mendobraknya sekali lagi dan akhirnya.
Brak!
Pintu itu berhasil ku dobrak, aku langsung berlari menghampiri Raina yang ternyata sudah menangis. Aku langsung memeluknya dan sesekali menepuk bahunya berusaha menenangkan phobianya itu.
"Tenang rai, ini gua Arya." Ucapku.
Tak lama kemudian Raina membisikkan memanggil namaku.
"Iya apa? Lu mau keluar dari sini?" Tegasku.
"Sakit..." lanjutnya yang kini sudah tak sadarkan diri di dalam pelukanku.
"Raina, jangan bercanda Rai. Bangun Rai." Ucapku menepuk-nepuk punggungnya. Kepalanya sudah tergeletak di bahuku dan tangannya sudah lemas.
Aku sedikit meregangkan pelukanku untuk melihat wajahnya, wajahnya sudah pucat pasi tampak sangat lemas. Aku langsung menggendongnya dan segera membawanya ke gerbang sekolah, untuk naik taxi menuju rumah sakit yang tak jauh dari sekolah. Sebelumnya aku ingin membawanya ke UKS, namun karna sekolah sudah sepi pasti tidak ada yang menjaga UKS. Aku menggendongnya menuju UGD, dokter tampak tengah memeriksanya. Tak lama kemudian, Vincent datang dengan wajah cemasnya.
Vincent langsung menarik kerah seragamku."Cewe gua lu apain?!" Bentaknya.
Aku yang sudah geram langsung menyingkirkan tangannya dari kerahku. Dan menatapnya dengan tatapan sangat geram, sontak aku langsung menarik kerah Vincent tanpa berfikir panjang.
"Raina jadi begini, gara gara lu!" Cetusku dengan penekanan di setiap katanya.
"Gara-gara lu!" Seruku sedikit kencang.
"Gara-gara lu sama cewe itu, Raina jadi kayak gini!" Timpalku
"Lu tuh gak pantes jadi pacarnya Raina, lu sia-siain ketulusan Raina bego!" Jelasku yang masih memasang tatapan tajam seperti hendak menerkam Vincent.
Saat aku menatapnya dengan tatapan tajam, tiba-tiba,,
"Arya, Kak Vincent" panggil Raina lemas
"Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Vincent yang langsung menghampiri Raina.
"Apa yang lu rasain? Masih ada yang sakit gak?" Tanyaku padanya.
"Gak apa-apa, gua baik-baik aja kok. Udah gak ada yang sakit kok." Ucap Raina.
"Raina pingsan karna rasa takutnya yang berlebihan, dan kondisi jantungnya yang lemah juga menjadi penyebabnya. Dan, luka di tangannya terlalu banyak mengeluarkan darah juga." Jelas dokter.
"Iya makasih dok." Ucapku yang berdiri diujung ranjang.
"Ayo kita pulang." Ujar Vincent yang berada disamping Raina.
"Ayo gua anterin pulang." Timpalku karna aku mengetahui kondisi Raina yang kini tengah sakit hati karna wanita itu.
"Gua pulang sama Vincent aja, makasih Arya." Sahut Raina.
"Lu masih mau baik sama dia? Lu bodoh atau apa si? Dia udah nyakitin lu Rai."tegasku pada Raina.
"Gua sama Vincent. Lu pulang duluan aja." Jawabnya yang kini membuatku sedikit kesal.
"Yaudahlah terserah lu. Dan lu Vincent, kalau sampe Raina kenapa-napa lagi. Lu habis sama gua." Ucapku dengan penekanan dan kemudian keluar dari ruang UGD untuk kembali ke sekolah mengambil motorku.
Gua gak habis pikir, dia jadi sebodoh itu. Batinku.
Liatin aja, kalau dia balik lagi ke cewe itu. Gua gak akan bisa setenang ini. Gumamku diiringi tanganku yang terkepal.
-BERSAMBUNG-
INI TAMBAHAN CHAPTER YAA KARNA PENDEK.
THANKS YANG UDAH BACA, JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK!
DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT!
SEE YA IN THE NEXT CHAPTER
LUVV YAA-AUTHOR👧
KAMU SEDANG MEMBACA
Hy Enemy! I MISS YOU. [LENGKAP]
Novela Juvenil"Salam dari wajah sinis tak bermakna, menyimpan kecewa tanpa sepatah kata. Dengan segala hati yang terisi sepihak, membuat goresan luka kembali dan tersayat semakin dalam. Lalu air mulai menggenang di pelupuk mata, jika harus menyaksikan sang bulan...