First Kiss

12 2 0
                                    

Cahaya matahari masuk melalui sela-sela jendela dan berhasil menusuk sudut mataku yang masih terpejam. Perlahan mataku terbuka dan mendapati Awan yang duduk di samping ranjangku dengan mata sembab semburat merah dan menatap kosong ke arah jendela yang menampakkan matahari siang yang terik.

Sekarang aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padaku, mengapa aku menjadi serapuh ini, tapi kenapa aku tak bisa membenci Awan? Pertanyaan itu muncul di pikiranku.

"Awan..." panggilku yang membuat Awan seketika sadar jika aku sudah siuman.

"Lu udah bangun? Gua panggil dokter dulu ya." Ucap Awan yang langsung hendak keluar ruangan, namun langkahannya seketika terhenti. Tiba-tiba Awan mengurungkan niatnya dan kembali duduk disampingku.
Kini aku tahu apa yang ada didalam pikirannya. Perlahan aku meraih telapak tangannya, aku menggenggamnya dengan tatapanku yang sangat dalam.

"Ini bukan salah lu. Gua jadi begini bukan karna lu. Gua gak apa-apa kok." Ucapku pelan diiringi senyuman kecil.

Tidak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan menampakkan orangtuaku dan disusul Arya di belakangnya. Aku langsung melepas genggamanku, Awan spontan berdiri dan hendak menyalami orangtuaku. Namun jabatan tangan Awan tak diterima oleh ibuku. Arya berjalan cepat kearahku.

"Kamu gak apa-apa kan? Kamu habis ngapain kok bisa pingsan?" Ucap Arya dengan tangannya yang tak henti mengusap rambutku.

"Aku gak apa-apa kok." Sahutku dengan tanganku yang menggenggam tangan Arya.

"Sekarang saya tau, jadi Raina seperti ini karna kamu lagi?" Cetus ibuku.

"Kamu gak cukup buat Raina tersiksa? Saya bawa Raina pergi, agar tak bertemu kamu." Lanjut ibuku.

"Kamu masih berani muncul?" Timpal ibuku yang semakin menyudutkan Awan.

Awan menunduk dan mengurungkan niatnya untuk berjabat tangan. Kini akupun tau siapa yang selalu menyudutkan Awan.

"Ibu, ini bukan salah Awan kok. Mungkin aku kecapekan" sahutku menghentikan ucapan ibuku yang semakin menyudutkan Awan.

"Kamu inget semuanya nak?" Tanya ibuku.

"Iya bu." Jawabku.

"Raina gak seharusnya ingat semuanya, saya berusaha mengurangi penderitaannya tapi karna kamu--" ucap ibuku terpotong.

"Maaf tante, saya tau ini salah saya. Maaf tan." Sahut Awan dengan mata yang penuh penyesalan.

"Ini sebenernya kenapa? Raina, kamu kenal dengan dia? Dia siapa?" Tanya Arya padaku.

"Biar tante yang jelasin, laki-laki ini yang membuat calon Arya menjadi rapuh. Lelaki ini penyebab Raina menjadi phobia kegelapan dan semua kesedihan Raina karna lelaki ini." Jelas ibuku yang membuat situasi menjadi panas.

Arya yang mendengarnya jelas tidak terima, sejak dulu ia sangat membenci semua orang yang membuatku menjadi rapuh. Apalagi setelah ia tahu penyebab segalanya adalah Awan. Arya langsung menghampiri Awan dan menarik kerah kemeja yang dikenakan Awan.

"Kenapa lu berani muncul?!" Gertaknya.

"Arya! Lepasin Awan!" Teriakku.

Arya yang mendengar teriakkanku langsung melepas tarikannya dan menatap Awan sangat tajam.

"Ini semua bukan salah Awan, gak boleh ada yang menyudutkan Awan. Ibu, kenapa selama ini ibu tak menceritakan tentang kejadian masa kecilku?" Tegasku.

"Ibu lebih baik pulang, adek sendirian dirumah kan? Aku gak apa-apa kok. Dan Awan, maafin aku, aku harus nenangin diri. Makasih udah bawa aku ke rumah sakit. Maafin aku rel gak bisa ingat kamu selama itu." Jelasku.

Hy Enemy! I MISS YOU. [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang