XVII

2.9K 152 0
                                        

Aku sedang duduk di sudut terpencil sebuah Cafe langganan Brian. Sengaja hari ini aku mengorbankan waktu istirahat ku untuk melakukan pengintaian pada Brian. Aku ingin membuktikan sesuatu yang sudah lama aku curiga, dan semoga saja hari ini semua bisa menjadi jelas. Aku tak mau terus menerus curiga pada Brian ataupun Fera, mereka adalah dua orang yang sebelumnya sangat aku percaya. Dan aku harap kepercayaanku akan selalu mereka jaga, aku tak mau mereka mengecewakanku.

Aku melirik lagi jam tanganku, seharusnya Brian sudah keluar kantor untuk istirahat. Tapi sampai jam segini, batang hidungnya belum juga terlihat. Mataku masih awas memperhatikan pintu masuk. Sampai akhirnya, Brian datang! Dia mengenakan setelan kemeja kotak-kotak berwarna biru tua andalannya, dipadukan dengan Chinos coklat tanah dan juga sepatu kets putih. Dia selalu seperti itu, pakaiannya tak pernah sekeren Reino. Tapi entah apa yang membuatku begitu menyukai kesederhanaannya.

Brian datang bersama dua orang kawannya, mereka semua laki-laki. Jadi sampai disini kecurigaanku masih salah. Sampai makananku sudah habis, tak ada yang mencurigakan dari gerak-gerik Brian. Tak ada Fera atau wanita lain yang datang bersamanya. Yha! Sekarang aku harus mengubur dalam-dalam kecurigaanku itu, lalu kembali ke kantor karena jam istirahat ku hampir habis.

Tak perlu menunggu Brian selesai, aku berkemas dan pergi lewat pintu samping. Tiba-tiba saja telponku berdering.

" Halo? " sapaku.

" kamu dimana sih?! "

Aku tersentak mendengar suara kencang dari sebrang telepon yang baru saja ku angkat. Reino? Dia yang menelfonku ?
Aku memang pernah memberikan nomerku padanya waktu itu, tapi aku sendiri tak meminta nomernya jadi aku tak tau bahwa itu tadi nomer Reino.

" Lagi di Cafe Anak Ningrat, bentar lagi balik ke kantor kok " sahutku.

" kamu lupa ya? Siang ini kamu ke proyek lagi ?! "

" Oh iya! " aku menepuk keningku, benar-benar tak ingat tentang hal itu. Pasti yang lainnya sudah berangkat ke proyek bersama Jihan.

" Tadi yang lain udah pada berangkat! Dan aku liat gak ada kamu disana makannya aku telfon kamu! "

" yaudah iya, aku nyusul kesana sekarang! Aku pesen ojek dulu..."

" Nggak usah, aku deket kok dari Cafe itu. Aku jemput kamu aja, terus kita ke proyek bareng! "

" Serius? "

" kamu tunggu diluar, biar nggak kelamaan!"

Tuut.
Sambungan teleponnya langsung terputus, Reino tak butuh jawabanku jadi dia mematikan telfonnya secara sepihak. Dasar!

Aku menunggu Reino di halaman parkir beberapa menit, tapi mobilnya tak kunjung terlihat. Sekarang aku berniat untuk menelfon balik karena ini cukup lama,  ku ambil handphonku yang tadi sempat kusimpan didalam sling bag lagi  dan baru tersadar bahwa aku melupakan sesuatu. Kalung id cardku tak ada didalam tas, tak tergantung juga dileherku, aku mencarinya kedalam saku rok hitam selututku tapi tak kunjung menemukannya. Sampai akhirnya aku ingat, aku sempat meletakannya di atas meja ketika hendak makan tadi. Akupun kembali kedalam untuk mengambilnya.

" kamu dari mana aja sih ? Aku tungguin dari tadi juga."

Mataku terbelalak ketika menemukan Fera telah berdiri samping Brian. Kemudian Fera duduk tepat disebelahnya, kursinya juga sempat ia geser sedikit agar lebih dekat dengan Brian.

" iya, maaf ya aku tadi banyak kerjaan. Jadi istirahatnya agak telat.. " Jawabnya dengan nada sok manis.

Sejak kapan Fera menjadi gadis seperti itu? Bukannya selama ini Fera yang aku kenal sangat dewasa dan mandiri? Atau memang aku yang sebenarnya tak mengenal Fera?

Jodoh Ditangan Oma (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang