9

4.1K 791 94
                                    

"Ngobrolnya jangan lama-lama! Nanti kita harus rehearsal dulu!" Mark mengingatkan Haechan yang sedang berada di mobil.

Haechan mengangguk-angguk sebagai respon dari peringatan Mark—yah walaupun Mark tidak melihatnya. "Tenang aja, ada Renjun kok, dia yang bakal ingetin gua buat rehearsal."

"Renjun ikut? Ngapain?" tanya Mark yang benar-benar tidak punya clue atas kehadiran Renjun pada meet up Haechan dengan mutualnya.

Sebelum menjawab, Haechan tertawa kecil. "Jadi bodyguard."

Terdengar helaan napas di seberang telpon. "Pasti Renjun kalah suit, makanya dia jadi bodyguard lo." tebak Mark yang langsung dibenarkan oleh Haechan.

Tak lama setelah Mark berkata demikian, taksi yang ditumpangi Haechan berhenti di depan convenience store. Haechan pun segera pamit pada Mark lalu memutuskan sambungan. Dengan hati-hati Haechan keluar dari taksi—walaupun sempat mengalami sedikit drama. Setelah berterimakasih, Haechan menunggu di depan toko itu.

Haechan pun menulis pesan untuk Renjun. Dia bertanya mengenai keberadaan temannya itu. Kata Renjun sebentar lagi dia akan sampai.

Beberapa saat kemudian, sebuah taksi berhenti di depan Haechan. Keluarlah seorang laki-laki bertubuh mungil dari taksi itu. Dengan topi juga masker yang membuatnya tampak misterius membuat Haechan sudah tau bahwa itu adalah Renjun.

Renjun menghampiri Haechan dengan tatapan bingung. Renjun melihat Haechan dari ujung kepala sampai ujung kaki untuk beberapa kali. Salah satu alisnya terangkat membuat Haechan menebak bahwa sebentar lagi Renjun akan memakinya.

"Lo udah gila, ya?!" begitulah makian yang dilontarkan oleh Renjun. "Lo nggak pakai masker? Emangnya lo nggak takut bakal diserang sama fans?"

Yang ditanya malah merotasikan bola matanya. "Pakai topi doang udah cukup, kok. Lagian muka gua udah berubah, pasti nggak ada yang nyadar kalau gua itu idol." jawab Haechan santai.

"Yang berubah cuma pipi lo, Haechan. Lo kan nggak operasi plastik." ujar Renjun.

Haechan hanya bergumam dan memilih untuk tidak berceletuk. Setelah melihat jam tangannya, Haechan pun mulai beranjak dari posisinya. Tak lupa, dengan setia Renjun menuntun Haechan yang sedikit kesulitan berjalan dengan tongkatnya.

Pasti sampainya bakal lama, pikir Renjun yang dengan sabarnya menuntun Haechan.

"Omong-omong, kenapa kita ketemuannya di toko itu?" tiba-tiba Renjun bertanya pada Haechan. Dia tampaknya baru sadar akan sesuatu.

"Hmm, biar gua bisa terbiasa untuk jalan pakai tongkat."

"Serius? Cuma itu alasannya?"

Haechan dengan wajah tidak berdosa mengangguk. Saat dia menoleh ke arah Renjun, dia menunjukkan senyumnya. Awalnya Renjun berniat untuk baku hantam dengan Haechan, namun dia teringat dengan kondisi temannya yang tidak memungkinkan. Alhasil Renjun menghela napas.

"Kalau lo udah sehat, ayo kita baku hantam."

***

Renjun mengucap syukur saat mereka tiba di depan sebuah café. Suhu yang semakin dingin membuat Renjun ingin cepat-cepat masuk. Namun saat Renjun mengajak Haechan untuk masuk, pemuda itu memintanya untuk menunggu.

"Ayo masuk! Gua udah kedinginan." ajak Renjun.

"Kok lo semangat banget?" tanya Haechan pada Renjun. "Tunggu sebentar, gua belum tanya dia lagi dimana."

Haechan seakan tidak menggubris Renjun yang terus berbicara. Haechan lebih memilih untuk fokus pada layar ponselnya. Dia mengirim pesan untuk Haera dan bertanya mengenai keberadaan mutualnya.

mataharimu
gua udah sampai
gua yang pakai sweater stripe kuning-putih

"Mutual gua udah sampai." ujar Haechan.

Renjun dengan semangat membuka pintu café tersebut untuk Haechan. Dengan hati-hati Haechan memasuki café sambil melihat sekitar—berusaha mencari perempuan dengan sweater stripe kuning-putih.

Itu dia! seru Haechan saat menemukan perempuan dengan sweater stripe kuning-putih. Haechan langsung menoleh ke arah Renjun dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Lo kenapa?"

"Gua takut." jawab Haechan.

"Astaga, dia nggak bakal teriak pas lihat lo." ujar Renjun yang gemas karena Haechan tidak berjalan menuju meja yang di duduki oleh perempuan ber-sweater itu.

"Justru dia bakal teriak. Kan dia ketemu sama biasnya."

"Oh iya, benar juga."

"Sebentar, gua butuh waktu." begitu ujar Haechan pada Renjun yang sepertinya tidak sabar untuk pergi ke kasir agar dapat memesan cokelat panas.

Setelah Haechan menarik napas dan membuangnya untuk menenangkan diri, dengan perlahan dia menghampiri perempuan itu. Saat ini jantung Haechan berdebar sangat kencang. Sangat. Kencang. Batinnya terus bertanya

—kira-kira apa reaksi Haera setelah tau bahwa mutualnya itu adalah biasnya sendiri?

***

moots | haechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang