Dia saja sudah cukup
Sudah 2 bulan sejak aku bersekolah disini. Aku tidak punya teman selain Moon. Jujur aku ingin sekali punya teman, apalagi cewek. tapi aku masih belum bisa memulai perteman dengan mereka. Aku punya alasan tersendiri untuk itu. Aku bisa berteman dengan cowok karna mereka mahkluk yang santai, dan tidak merepotkan. Jika hari ini aku berkelai mati-matian dengannya, esok dia akan dengan mudah melupakan perkelahian itu. Lagipula Aku orang yang cukup egois dan suka bertingkah sesuka hatiku. Aku sangat kekanak-kanakan dan tidak sabaran. Setidaknya itulah keburukan-keburukan yang memang tak bisa kuhilangkan. Sejauh ini hanya Moon yang setia berteman denganku, mungkin memang hanya dia yang bisa mengerti aku, atau karna dia memang sama bodohnya sepertiku. Yah terserahlah. Selama aku punya dia, aku tak butuh siapapun untuk kujadikan teman.
“Aku lebih cepat darimu hari ini” kataku begitu ia keluar dari halaman rumahnya.
“masih bermain cepat-cepatan ? kau benar-benar tidak tumbuh dewasa Luna” Moon terkekeh melihat wajahku yang berubah masam begitu mendengar omongannya.
“Apa kau sudah terlalu tua untuk bermain denganku ?” Tanyaku saat kami mulai berjalan bersama menuju sekolah
“tidak juga”
“Lalu ?”
“Emmm… baiklah. Berapa banyak tiang listrik dari rumah sampai sekolah ?” Pertanyaan yang bodoh bukan ? sebenarnya ini hanyalah game. Kami memainkan permainan apa saja yang kami buat, lalu membuat peraturan, yang kalah harus menuruti apapun permintaan yang menang. Karna permainan ini, kami sering melakukan hal bodoh dan memalukan. Waktu SMP Moon dicap sebagai Guy super mesum karna aku menuruhnya mencuri pakaian dalam Rozi, ketua kelas kami. Aku juga pernah menuruhnya mencium Gogo, teman sekelas kami. Dia benar-benar Guy mesum.
Sementara Moon sering memanfaatkanku untuk mengerjakan pr-prnya. Tapi terkadang, ia juga menyuruhku bertingkah bodoh. Aku ingat saat itu, ia menyuhku memakai topi budar dan jaket kulit tebal kesekolah, aku ditertawakan teman sekelasku karna gayaku seperti tante-tante yang sedang mencari anak SMA untuk dijadikan simpanan. Cih.
“baiklah kau duluan” kataku sambil memasang tampang sok jago
“emm…10” jawab Moon dengan wajah ragu-ragu
“kalau begitu aku 11” kulemparkan senyum sombong yang dibalas dengan anggukan dan senyum yang menjijikkan, sok keren.
Kami pun berjalan menuju sekolah sambil menghitung tiap tiang listrik yang kami lewati.
“Yuhuu !! 10 ! aku menang !!” Seru Moon begitu kami sudah dekat dengan gerbang sekolah
“Oy, kurasa kau melupakan yang ini” kataku dengan suara yang agak nyaring karna Moon berada agak jauh dari tempatku berdiri sekarang.
“Oh sial. 11” ia menatapku lemah. Ekspresi gembiranya luntur seketika
“Aku menang” ucapku dengan nada gembira yang sombong. Ia melupakan satu tiang listrik yang berada didekat gerbang yang sedang kusandari ini. Hasilanya, ia kalah.
“ya ya kau menang” ucapnya dengan nada bosan yang menyebalkan
“huahaha, kalau begitu aku mau kau untuk menggendongku saat pulang sekolah nanti”
“haa ? yang benar saja. Luna kau sudah besar !!” lagi-lagi ekspresinya berubah seketika. Ia kelihatan shock sekarang
“pemenang selalu benar” jawabku santai
“haahh terserahlah” Ucap moon pasrah diiringi tawa lebarku
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayon de Lune
RomanceAku tidak percaya ! Bagaimana bisa pria super cupu yang kutemui saat upacara pembukaan kini menjadi cowok paling populer disekolah ? Lagi pula kemana perginya kacamata bulat yang selalu ia pakai ? jerawat-jerawat kecil yang memenuhi pipinya ? tatan...