11. Kertas buram

72 4 0
                                    

Rayon ¬

Aku terbangun dari lamunanku ketika mendengar bunyi bel sekolah. Tak terasa sudah jam pulang saja, mungkin karna selama pelajaran aku hanya melamun dan tak mendengarkan guruku sedikitpun.

“Ray, ayo cepat !” kata marco meneriakiku. Yaampun dia sudah berdiri disampingku saja. Semangat sekali dia

“ya yaa” jawabku malas sambil memasukkan buku dan alat tulisku kedalam tas

“hey, rambutku bagus tidak ?” tanyanya ketika kami keluar kelas

“em, bagus” jawabku datar

“benarkah ?” tanyanya tak yakin, dia lalu menyisir rambutnya dengan jari-jarinya

“benar” kataku lagi

“huh ! setidaknya pasang wajah yang meyakinkan dong ! sudahlah, aku ketoilet saja” katanya langsung melesat menuju toilet meninggalkanku. Semenjak menjadi model dia benar-benar memperhatikan penampilannya. Aku jadi prihatin, yah walaupun aku juga bersyukur karnanya aku mulai menyadari bahwa selama ini sebenarnya aku bisa jadi sekeren dia kalau aku mau.

Rasa haus ditenggorokkanku membawa kakiku pergi menuju kantin, aku membeli sebotol minuman dingin. Sementara siswa-siswa lain bertebaran keluar dari kelasnya, aku duduk disebuah kursi panjang disudut kantin, menunggu koridor sepi. Tak sengaja mataku melihat Arissa, gadis yang kusukai saat SMP, aku pernah menembaknya dan tidak hanya ditolak, tapi aku juga dipermalukan olehnya. Dia cantik, pintar, dan mudah bergaul dengan orang lain. Aku mengaguminya, tapi akhir-akhir ini aku baru menyadari bahwa dia hanyalah perempuan sok cantik yang angkuh. Bodohnya aku pernah menyukainya dulu.

Dia melihat kearahku, aku lalu mengalihkan pandanganku kearah lain. Kulirik dia sedetik, dia sedang berbisik-bisik dengan teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin sedang menjelek-jelekkanku lagi, menyebutku “kutu buku, kacamata, atau mungkin manusa purba” entahlah aku tidak peduli lagi dengan semua ejekan itu. Dia terus memandangiku dari kejauhan, apa yang dilakukannya ? apakah dia terlalu membenciku ? ia dendam padaku ? biasanya ia langsung pergi begitu menyadari kehadiranku, lalu sekarang mengapa dia tidak pergi-pergi ? ah terserahlah, kalau dia tidak pergi, aku saja yang pergi, lagipula aku tidak suka diperhatikan seperti itu.

Aku beranjak lalu berjalan keluar kantin sambil meneguk air minumku. Saat kulirik lagi tempat ia berdiri tadi, ia sudah tidak ada. Lalu dengan ajaib ia malah sudah ada didepanku. Entah sengaja atau tidak aku menabraknya.

“aduh” eluhnya lembut. Sementara aku hanya pasang wajah bingung.

“aaah basah !” serunya sambil memegangi bagian pakaiannya yang basah, basah ?

“eh ? oh sorry-sorry !” kataku cepat begitu menyadari itu adalah air munimanku yang tumpah karna tersenggol olehnya

“emmmh” ia memasang tampang cemberut-tapi-manja yang dibuat-buat. Aku tak menyangka orang yang aku sukai dulu ternyata punya ekspresi aneh seperti ini.

“ah maaf yah” kataku lagi, aku berniat langsung pergi dan meninggalkannya tapi ia meneriakiku

“e-eh ? tu-tunggu !”

“apa ?” kataku sambil memutar kepalaku melihatnya, ia jadi salah tingkah sekarang. Apasih yang dia lakukan ?

“kau mau kemana ?” tanyanya gugup

“keruang klub lukis” jawabku datar

“kau anggota klub lukis ?” tanyanya ragu

“iya”

“oohh” ia mengangguk-angguk dengan ‘oh’ yang panjang

“em, kalau begitu aku pergi dulu” aku mencoba melangkah pergi lagi, tapi ia meneriakiku, lagi !

Rayon de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang