10. Lagi pula aku seorang pelukis

117 5 0
                                    

Liburan musim panas akhirnya berakhir. Dan aku hanya pergi bersama klub lukis, selanjutnya bermalas-malasan ria dirumah, terkadang main dengan Moon jika ia sedang tidak sibuk dengan klub basketnya.

            Seminggu berlalu sejak kami masuk sekolah. Di klub lukis kini hanya tersisa 7 orang, karna kebanyakan anggota kami berasal dari kelas 3 yang sekarang sudah tidak diperbolehkan ikut kegiatan klub lagi. Ya, hanya ada Aku,Cila, kak Yogi, Mario si cowok kutu buku, Nanda dan Doni anak kelas 1, dan Ray. Karna semakin sedikit ruang klub yang luas terasa lebih lega dari sebelumnya tapi tidak lebih tenang. Karna masih ada Cila disini.

            Aku duduk dipojok ruangan dekat jendela, mengayun-ayunkan kuasku kesana sini melukis sesuatu. Kini hanya ada aku dan Mario yang sedang membaca buku diruangan. Kudengar suara pintu dibuka, seseorang yang masuk.

“Kukira kau tidak datang hari ini” kataku begitu menyadari orang itu adalah Ray

“Mana Yogi ?” tanyanya sambil berjalan menghampiriku

“Ditaman belakang bersama anak kelas 1”                                         

“kau tak ikut ?” aku menggeleng, dari sejak awal masuk klub juga aku memang selalu melukis sendiri

“hmmm” Ray menarik sebuah kursi lalu duduk disampingku.

“Eh ? bukankah ini sungai yang itu” katanya terkejut begitu melihat kearah kanvas yang sedang kulukis.

“ya” jawabku singkat, yah aku memang sedang melukis sungai itu, sungai jernih yang indah didekat hotel dimana kami mengadakan pameran kemarin. Tempat dimana pertamakalinya aku merasa dekat dengannya.

“mirip sekali. Kau mengingat semuanya ?”

“mm-hmm”

“Hebat !” ini dia, Ray yang sedang bersemangat. Jarang sekali melihatnya seperti ini.

“benarkah ?” ucapku terkekeh.

“Kau tak bersama Marco ?” tanyaku

“dia sedang ada pemotretan hari ini”

“Ho, susah yah jadi model”

“tidak juga, kurasa dia sangat menikmati hidupnya”

“ya kau benar. Kau, tidak ikut jadi model juga ?” tanyaku menggodanya

“hah ? aku ? model ?”

“ya, menurutku kau SEDIKIT lebih ganteng darinya”

“eh, ti-tidak, aku sama sekali tidak cocok” ia tersipu malu, lucunya !

“cocok kok !”

“tidak” jawabnya dengan nada datar

“cocok !” kataku bersemangat

“kau ini kenapa sih ?” kurasa dia mulai kesal denganku. haha

“haha tidak ada”

“kalau begitu berhentilah”

“cocok !” godaku lagi

“errr” dia mengeluarkan suara aneh, ia menakut-nakutiku.

“Hahaha, ya ya. Maaf” Dia lucu sekali, sungguh ! cara bicaranya memang tidak berubah, masih datar dan dingin, tapi aku bisa melihat ekspersi wajahnya yang lain, saat dia tertawa, tersenyum, tersipu. Aku ingin tau lebih banyak lagi. Bicara dengannya jadi lebih asyik sekarang, walau kadang ia masih menyebalkan dengan jawaban cueknya itu.

“Huah, akhirnya selesai” kataku lega begitu lukisanku selesai. Aku melirik kearah Ray, penasaran karna ia tidak merespon omonganku. Dan ternyata, dia tertidur.

Rayon de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang