Rayon ¬
Sial ! sungguh sial ! Aku lupa kalau hari ini aku ada janji untuk menonton pertunjukan teater Arissa bersama Marco ! Bagaimana bisa aku menjadi ling-lung begini ? Huh.
Aku bahkan belum pulang keurumah sejak pulang sekolah tadi. Sungguh otakku serasa berhenti bekerja dan tidak ada isinya. Sejak pulang sekolah aku hanya berjalan keluar dan tau-tau sudah sampai dibukit kecil tempat dimana aku pernah bersama Luna. Bukit yang menjadi saksi kebebasanku yang sebenarnya. Tempat dimana kami pernah terbang bersama.
Hahaha. Konyol sekali jika diingat-ingat. Ia tiba-tiba menarik tanganku dan melompat dari ketinggian 10 meter kedanau dibawah. Setelah itu dia bertanya "bagaimana rasanya terbang ?" bodoh sekali. Namun anehnya hal itu justru membuat semua bebanku serasa hilang, seakan aku terbebas dari apapun yang menjeratku selama ini.
Sial aku benar-benar merindukannya ! Suara berisiknya yang mengganggu, pertanyaan beruntun yang panjang seperti kereta api, tatapan mata tajam yang dapat membuatku gemetar, kata-kata yang selalu bisa merubah fikiranku dalam sekejap, mata bulat yang menyipit setiap kali ia tertawa, dan tentu saja senyum manisnya yang selalu bisa meluluhkan hatiku. Heh. Kurasa aku benar-benar mencintai gadis itu.
Gadis yang tak bisa hidup seharipun tanpa sahabat kecilnya. Mana mungkin aku bisa bertahan dengan perasaan seperti ini terus ! perasaan takut kehilangan hal yang bahkan bukan milikku. Aku berusaha merebutnya dari Moon dan aku gagal total. Dia telah berhasil membuktikan bahwa dia adalah hidupnya Luna. Dan aku tak bisa membantah hal itu.
Aku sangat berterima kasih atas semua hal yang telah ia lakukan padaku, dan inilah caraku membalas budinya. Dengan membiarkannya bebas memilih Moon tanpa harus memandangku sebagai penganggu. Setidaknya kita sama-sama dibebaskan, bukan ?
Aku termenung lama dibukit itu memikirkan bagaimana hidupku esok hari tanpa senyuman Luna. Namun tanpa kusadari hari sudah mulai gelap, dan aku terlalu lama duduk disitu hingga kakiku kesemutan dan perutku keroncongan. Aku bahkan lupa bahwa aku manusia yang perlu makan untuk bertahan hidup.
Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 7 malam. Aggrrr aku belum makan apa-apa sejak siang tadi. Kulangkahkan kakiku dengan malas menuju rumah makan terdekat. Aku langsung masuk begitu mencium bau makanan, entah itu restoran apa aku pun tak tau. Aku hanya menggerakkan jariku saat waiters menyerahkan menu padaku. Dan yang datang adalah sepiring spaghetti super pedas yang kurasa terlalu banyak lada diatasnya. Walaupun begitu aku terus menghabiskannya hingga piring itu bersih.
Aku keluar setelah membayar billku yang entah berapa harganya, aku tak ingat. Kuseret kakiku yang masih kesemutan kepinggir jalan untuk menyetop taxi. Aku ingin cepat pulang dan tidur dirumah. Dengan begitu, kuharap semua mimpi buruk ini akan segera berakhir. Namun mimpi buruk lainnya muncul saat aku sampai dikamarku dan mendapati ponselku yang terus berbunyi diatas meja – aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali aku melihat benda malang itu- Marco menelponku sejak 2 jam lalu. Ada 97 missed call dan hampir 39 pesan yang masuk. Apa yang dilakukan si lebay itu ?
"kau dimana ?"
"aku sedang di aula sekolah menonton pertunjukan calon pacar barumu"
"Rayon ?"
"Kau tidak datang ?"
"Arissa mencarimu !"
"Rayon"
"kau baik-baik saja ?"
"sudah kubilang bawalah ponselmu kemanapun kau pergi ! kau pasti meninggalkannya dirumah ! iyakan ? kalau iya, kubunuh kau besok !"
"sial ! kau sungguh tidak akan datang ?"
"Woy Rayon ! kau dimana ? acaranya sudah hampir selesai"

KAMU SEDANG MEMBACA
Rayon de Lune
RomansaAku tidak percaya ! Bagaimana bisa pria super cupu yang kutemui saat upacara pembukaan kini menjadi cowok paling populer disekolah ? Lagi pula kemana perginya kacamata bulat yang selalu ia pakai ? jerawat-jerawat kecil yang memenuhi pipinya ? tatan...