{34} Rival?

64.5K 6.6K 170
                                    

Koreksi kalo typo..

Happy Reading!
•••••

Rifki melangkah kan kakinya menuju jalanan sepi. Disana sudah ada dua teman nya yang menunggu nya. Setelah menemui Gavin tadi pagi, dia langsung menyusun rencana baru untuk membalas dendam.

Rasa sakit yang di rasakan nya, Alvino juga harus ikut merasakan nya. Tapi tidak dengan melibatkan Carla dan Gavin. Rifki hanya harus membalaskan rasa sakitnya pada satu orang, yaitu Alvino.

"Apa rencana baru lo, bro?" tanya seorang cowok yang seumuran dengan Rifki.

"Putus rem mobil nya! Ajak si brengsek itu balapan disini!" titah Rifki.

"Seandainya dia nolak?" tanya satu teman nya yang lain.

"Nyawa Carla taruhan nya. Dia nggak akan nolak!" ujar Rifki.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar ucapan mereka. Gadis itu bersembunyi di balik pohon pinus besar yang menjulang tinggi. Keringat dingin membanjiri dahi gadis itu. Ngeri saja membayangkan kalau dia ketahuan berada disana. Gadis itu buru-buru pergi dari tempat nya.

•••••

Memarkirkan mobilnya di depan gerbang vila yang tertutup rapat, Gavin langsung memberi aba-aba pada para pesuruh nya untuk menerobos pagar. Berhasil menerobos pagar, Gavin harus di hadapkan dengan para preman yang menjaga vila itu. Mereka lebih banyak dari orang yang Gavin bawa.

Tapi itu bukanlah masalah yang besar. Karena para anak buah Om Henrik sudah sangat terlatih untuk hal macam ini.

Gavin membiarkan semua orang yang dibawanya menghadang para preman itu, sementara dirinya langsung menerobos masuk lewat jendela. Samar-samar, dia mendengar percakapan dari kamar pojok. Gavin berjalan mendekati pintu kamar itu.

"Hancurin bitch itu! Buat dia inget, kalo dia bukan lawan yang imbang buat gue!"

"Dengan senang hati, Nona."

"Siksa dia! Tapi inget satu hal, biarin dia tetap hidup!"

Tak lama setelah itu, pintu kamar terbuka. Menampilkan sosok cewek dengan raut terkejut di wajahnya. Gavin hanya menatap datar.

"Psychopath!!" umpat Gavin tepat di hadapan cewek itu.

"Ga..Gavin?"

"Lo lebih buruk dari seekor anjing!" umpat Gavin.

Cewek itu menggeram marah. Tangan nya mengepal kuat, diikuti oleh matanya yang menajam.

"Seno, Vector! Tahan cowok ini juga!" titah Shela, membuat para anak buahnya keluar.

"Tidak semudah itu, Nona."

Para anak buah Henrik masuk ke dalam bersama bos mereka, Henrik sendiri. Gavin sampai tertegun melihat orang kepercayaan almarhum papahnya itu sampai datang kemari.

"Kalian tahan semua preman itu!" titah Henrik pada anak buahnya yang langsung dipatuhi oleh mereka.

"Gavin, kamu bawa pacar kamu pergi! Biar Gadis ini menjadi urusan om."

Gavin tersenyum. Semudah itu Henrik menaklukkan musuhnya. Gavin segera masuk ke dalam kamar. Nampak Carla yang tidak sadar karena dibius terbaring di atas kasur. Gavin memandangnya sebentar. Ada luka yang sudah mengering di pipi Carla. Bekas legam keunguan juga tercetak di ujung mata dan sudut bibir cewek itu.

Gavin meletakkan tangan nya di ceruk leher Carla dan di bawah lututnya. Kemudian Gavin membopong gadis itu keluar dari sana. Pilihan Gavin sekarang hanya lah membawa cewek itu ke vila.

Sampai di vila, Gavin di sambut banyak pertanyaan dari remaja yang ada disana. Tapi Gavin tidak menghiraukan nya dan lebih memilih untuk membawa Carla ke kamar.

"Bawain air panas sama kompresan!" ujar Gavin setelah menidurkan Carla di pembaringan.

Cindy mengangguk dan segera pergi ke dapur. Clara juga mengikuti kepergian Cindy. Berniat untuk membantu cewek itu di dapur.

"Carla ketemu di mana?" tanya Dara khawatir sambil menaikkan selimut yang dipakai Carla.

"Villa deket hutan cemara. "

Naya dan Dara tertegun. "Jauh banget" ujar Naya.

"Lo udah tau siapa yang nyulik Carla?" tanya Naya.

Gavin hanya membalas nya dengan dehaman. "Vino sama Naufal, mana?" tanya Gavin.

"Kalo Naufal tidur di pinggir kolam. Alvino baru aja pergi sama Rifki." ujar Naya.

Gavin mengenyit. "Rifki? Kemana?" tanyanya.

"Mana kita tau!"

Tak lama kemudian, Cindy dan Clara datang membawakan semangkuk kompresan dan teh hangat. Cindy meletakkan mangkok itu di atas nakas.

"Vin, gue mau ngomong!" ujar Cindy.

Gavin yang sedang memeras handuk kompres itu menoleh. "Paan?" singkatnya.

"Nggak disini. Penting! Buruan ikut gue!" paksa Cindy.

Gavin bangkit dan mengikuti langkah Cindy yang membawanya ke samping vila.

"Apa?"

"Ini tentang Alvino."

Gavin menatap malas. "Ck, bukan urusan gue." ucap Gavin.

"Ini penting Vin. Lo dengerin gue dulu!"

"Gue nggak peduli." Gavin melangkah pergi, hingga langkahnya terhenti saatㅡ

"Nyawa Alvino dalam bahaya!" ujar Cindy.

ㅡCindy mengucapkan kalimat itu. Gavin berbalik badan. "Maksud lo?" tanyanya.

"Tadi gue dengerㅡ" Cindy menceritakan kejadian nya. Saat dia pergi keluar untuk mencari Carla tadi pagi, dia tidak sengaja masuk ke jalanan sepi dan mendengarkan obrolan cowok bernama Rifki dengan teman-teman nya.

Walaupun dia tidak mengenal jelas cowok itu, tapi rencana yang dibuat olehnya ditujukan pada teman Cindy sendiri. Cindy tidak akan membiarkan nyawa teman nya dalam bahaya.

"Gue denger semuanya, Vin. Nyawa Alvino dalam bahaya." ujar Cindy.

Gavin tertegun. Dia bingung harus melakukan apa. Sisi lain dalam dirinya menyuruh dia untuk tidak peduli. Mengingat kepicikan Alvino di masa lalu pada dirinya.

Tapi bagaimanapun juga, Alvino tetap lah sahabatnya sampai detik ini. Kesalahan yang diperbuatnya hanya terjadi di masa lalu saja.

•••••

Gimana part ini? Next?

Makasih udah baca.

Salam hangat, Author.

Zona Mantan ✅[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang