Part 30

2.8K 96 19
                                    

Langkah pertama memasuki ruang kamar mandi refleks mataku melihat ke arah bak rendam yang ada di sebelah kanan. Aku penasaran, sedang apa mereka? Tanpa suara, tidak ada conversation yang kudengar sedari tadi.

Oh... rupanya kedua orang ini ketiduran. Dengan tubuh masih terendam air sebatas dada, kepala mereka tersandar menengadah ke sisi bak rendam. Duh, untung saja mereka cepat ketahuan olehku. Kalau saja mereka bablas pulas lalu tenggelam, tragedi seperti Whitney Houston dulu bisa saja kejadian... hiy... amit-amit.

Awalnya pikiranku kotor, ta' kira mereka sedang asyik melakukan sesuatu yang 'tak senonoh'. 

"Woy.... bangun kalian!!!" ucapku setengah berteriak membangunkan Agus dan Sandi.

"Gus... bangun, Gus!" 

"Sandi!!"

Keduanya terkejut sekaligus terbangun ...

"Eh elo Don, udah kelar pijetnya?" tanya Agus dengan masih memicingkan mata.

"Udah." jawabku sambil berdiri di kloset, kemudian... cur.... mengeluarkan air seni banyak sekali.

"Oh..." respon Agus.

"Kalian bangun dah, abis ini ada sesi oke sama Pak Dadang!"

"Hah apaan tuh?"

"Udah... cepetan abis ini kumpul di kamar, gw tungguin!"

Selesai buang air kecil, aku kembali ke kamar dan mendapati Pak Dadang tengah bersiap-siap mendemonstrasikan hasil 'karya' layanannya. 

Ia masih naked.

"Gimana, siap Pak Dadang?

"Sakedap Pak, hehe... ini saya siapin dulu."

***

Agus dan Sandi menyusulku masuk kamar. Keduanya (tentu saja) masih tanpa busana. Yes, kami berempat dan semuanya pria, kini ada dalam satu ruangan--- sama-sama telanjang! Andai saja ada orang lain yang melihat, bisa dipastikan kami (disangka) tengah berbuat mesum. 

Semacam gay-orgy!

Tapi tunggu dulu. Kami sama sekali tidak ada intensi untuk melakukan itu. 

Pak Dadang punya istri, Sandi pun sama. 

Agus...? istri dia cantik, kami seringkali hangout bersama. Hunting coffee-shop baru adalah kegemaran kami.

Begitupun diriku, pernah menikah. 

Betul, aku adalah duda. Aku berpisah baik-baik dengan istriku 5 tahun lalu karena berbeda prinsip yang dianggapnya fundamental. Ia ingin berhijrah sedangkan aku tidak. Kalau boleh jujur Isl*m-ku hanya di KTP, keimanan berangsur runtuh melihat kelakuan banyak tokoh religius yang ternyata bejat di 'belakang layar'. Aku benci perilaku-perilaku sok suci mereka padahal sebenarnya bangsat

Aku hampir punya anak, tetapi istriku keguguran saat usia pernikahan masuk tahun ke-2. Kejadian itu sempat membuat kami down.

***

Memang, meski aku menikah, aku juga tertarik pada laki-laki. Kurasakan 'keganjilan' ini sejak bangku SMP. Saat itu aku ikut pelajaran olahraga, tepatnya berenang. 

Sebelum nyebur, kami berganti pakaian, kebetulan aku satu ruang ganti dengan guru olahraga. Namanya Pak Budiman. Umurnya belum 30 kurasa. Badannya atletis, berkulit putih, dengan tinggi di atas rata-rata. Kalau selama ini ada stereotip yang menyebutkan, guru olahraga biasanya galak dan sadis, terutama pada siswa laki-laki, spesial buat guru yang satu ini, Pak Budiman adalah guru olahraga paling ramah bagiku. Dia sabar mau ngajarin kami teknik-teknik olahraga saat menemukan siswa yang belum pandai di cabang olahraga tertentu.

Out of TownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang