Kulihat Pak Sasongko tengah asyik berbicara dengan ketiga rekannya. Ia belum menyadari keberadaanku di sebelahnya. Ketika aku menghenyakkan pantat di kursi, Pak Sasongko sedang tertawa renyah memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih. Bibir seksi itu menjadi appeal tersendiri buatku. Perlahan mimpi tadi malam kembali bermain di kepala. Jika saja apa yang kuimpikan terjadi, barangkali aku bisa "menyicipi" bibir itu sepuasnya setiap waktu.
Astaga, aku melantur lagi.
Aku tak tahu harus bagaimana menyapa Pak Sasongko terlebih dahulu. Menyapa dengan tiba-tiba di saat mereka tengah berbicara kesannya kok berasa jadi sok penting. Atau aku berdehem saja biar para bos itu menoleh lalu aku menyapa Pak Sasongko? Hmmm... rasanya cara itu jauh lebih norak dari cara pertama.
Untunglah Agus segera mendekat yang membuat rekan-rekan Pak Sasongko dan Pak Sasongko sendiri menoleh sejenak ke arah kami. Di saat itulah aku mengembangkan senyum dan mengangguk ke arah pak Sasongko dan teman-temannya.
"Pagi, Pak," ucapku sekenanya.
"Eh, kamu, Don?" jawab Pak Sasongko refleks.
"Nginap di sini?" tanyanya kemudian.
"Iya, Pak. Bapak menginap di sini juga?" tanyaku berbasa-basi meski sadar pertanyaan itu sungguh tidak bermutu.
Pak Sasongko dengan segala ketajirannya tentu tak akan menginap di hotel yang terkesan 'apa adanya' ini.
"Oh, bukan di sini, Don. Ini kebetulan ada keperluan saja. Balik ke Bandung kapan?" lanjut Pak Sasongko.
Ternyata ia masih mencurahkan perhatiannya padaku dengan melontarkan beberapa pertanyaan.Sementara itu, tiga orang temannya terlihat asyik kembali berbicara tanpa memedulikan kami. Sepintas perawakan mereka sama seperti Pak Sasongko yang memiliki tubuh ideal. Perut mereka tidak menunjukkan tonjolan lemak berlebihan. Seperti halnya Pak Sasongko yang memakai kaos polo putih dipadu training hitam ketat yang membungkus kedua kakinya yang padat, teman-teman Pak Sasongko juga memakai setelan serupa.
"Hari ini, Pak. Sebentar lagi. Menunggu matahari agak tinggi."
"Sudah pesan travel? Kalau belum saya bisa minta Helmy buat dicarikan," usul lelaki itu.
"Belum, Pak. Rencananya mau sama bis AKAP saja. Kita lagi nggak buru-buru juga kok," jelasku.
Memang ini sudah menjadi kesepakatanku dan Agus untuk pulang naik bis lagi. Biar lebih menikmati perjalanan dan syukur-syukur bisa melihat realita kehidupan yang agak lain dari biasanya sepanjang perjalanan Garut-Bandung.
"Naik bis juga tak apa. Mumpung masih pagi. Tapi bagusnya langsung ke Terminal Guntur saja. Kalau nunggu di pinggir jalan biasanya hari Minggu kebanyakan penuh."aku mendengar penjelasan Pak Sasongko sambil terheran-heran.
Sesering apakah ia ke Garut sampai bisa tahu hal-hal kecil seperti ini?
"Oh ya, saya bisa minta Helmy untuk mengantar kalian ke terminal nanti. Sebentar."
Tanpa menunggu persetujuanku, Pak Sasongko memutar tubuhnya 180 derajat dan melambaikan tangannya pada seseorang yang tengah sibuk di depan MacBook-nya.
Kulihat pria yang kusalami di kolam renang kemarin mendekat ke arah kami.
"Ada apa, Pak?" ia bertanya sopan.
"Ini Donny yang kemarin," jelas Pak Sasongko.
Helmy menoleh ke arahku dan tersenyum. Ia kemudian menyalami Agus lalu ikut duduk di samping Agus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out of Town
Romance🔞 Gara-gara traveling buat sekedar escape, semuanya terkuak. Kami sama-sama sudah menikah dan pernah menikah. Tapi 'kejadian itu' tak dapat dielakkan. Tidak hanya dengan rekan kantorku ini, muncul sosok lain yang tak pernah kuduga sebelumnya.