Part 44

1.8K 85 9
                                    

"Nanti saja saya jelaskan di Bandung, Don, yang pasti, kamu cukup melakukan satu hal yang gampang saja. Saya yakin kamu bisa, kok."Pak Sasongko tersenyum lalu mengalihkan pandang dari celana dalam yang kupegang. 

Aku menjadi heran. Kenapa mata Pak Sasongko malah tertuju ke celana dalam yang kupegang, ya? Apa ada yang salah?Karena sudah mengerti dengan ucapan Pak Sasongko, aku mengangguk pertanda paham. Aku menerka-nerka melakukan hal seperti apa yang dimaksud Pak Sasongko. Tak mungkinlah dia memintaku melakukan suatu hal yang menghasilkan uang. Emang Pak Sasongko kekurangan uang? Tadi dia bilang sesuatu yang gampang dan aku pasti sanggup melakukannya. Apa, ya? Masa memanjat pohon mangga yang ada di depan rumahnya? Ini jelas tidak mungkin juga. Apa gunanya ada Mang Kardi yang jadi tukang kebun Pak Sasongko.Tapi, kalau disuruh memanjat tubuh Pak Sasongko sih bisa beda cerita. Itu memang gampang dan aku pasti sanggup melakukannya. Apalagi kalau pakai acara petik mangga segala di selangkangannya yang menggoda itu. Tanpa diminta pun aku mau. Tapi, apa mungkin?Lebih baik aku hentikan saja pikiran yang berlebihan ini. Aku tidak mau lagi berkhayal terlalu tinggi. Takut kecewa kayak tadi saat melihat tak ada terjadi apa-apa di atas ranjang. Lagi pula, aku sudah mengklaim diri di hadapan Pak Sasongko kalau aku tak mengerti dan tidak tahu-menahu tentang suatu hubungan yang dijalankan oleh sesama lelaki. 

Jadi, mungkin memang bukan takdirku untuk memilikinya padahal hati sebenarnya ingin. Pedih memang tapi biarlah. Toh, ini juga demi kebaikan dan untuk kelanggengan hubungan dalam bertetangga dengan Pak Sasongko.Pikiranku semakin buntu. Karena tidak punya bayangan sama sekali, aku menyerah menebak bayaran apa yang diminta Pak Sasongko. Dan itu membuatku bertambah penasaran. 

"Kalau begitu saya ke kamar mandi dulu ya, Pak?" ujarku sebelum ke kamar mandi. 

Pak Sasongko mengangguk. 

"Besok-besok, kalau ada yang darurat kayak begini, langsung bilang ke saya, Don. Jangan ditahan-tahan. Ada-ada saja kamu ini. Bukannya cerita, malah diam. Kalau tidak saya tanya, kamu nekat nggak pakai celana dalam ke Bandung?" tanya Pak Sasongko yang tak habis pikir dengan kelakuanku. 

Aku hanya dapat mesem-mesem pertanda tak tahu harus menjawab apa. Kalau kujawab iya, yang ada aku malah bertambah tolol di hadapan Pak Sasongko.Pak Sasongko hanya geleng-geleng kepala melihatku yang tak mampu menjawab pertanyaannya. Kerena tak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku balik badan menuju kamar mandi. 

"Kalau ke Bandungnya berdua saja sama Bapak dengan mobil pribadi, jangankan tanpa celana dalam, tidak pakai celana sama sekali pun saya siap-siap saja, Pak. Terserah Bapak sepanjang jalan mau ngapain," ujarku dalam hati. 

Buset! 

Kenapa pikiranku semakin tidak bisa dikontrol? Ah, aku tak mau lagi memikirkan lelaki itu. Enyahlah dari benakku sekarang juga.Sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi, aku sempatkan menoleh ke Pak Dadang. Ternyata ia sedang memperhatikanku. Buru-buru ia mengalihkan pandang dan pura-pura sibuk dengan tangannya yang mulai memijat kedua pantat Pak Sasongko.Sedari tadi aku memang merasa terganggu dengan tatapan mata Pak Dadang yang terus tertuju padaku selama mengubek-ubek isi lemari. Aku tidak mengada-ada karena sudut mataku menangkap dengan jelas gerak-gerik Pak Dadang yang gelisah. Ada apa dengan lelaki itu? Kenapa sikapnya menjadi begitu ganjil?Jangan-jangan dia mau merampok uang Pak Sasongko? pikirku berburuk sangka. Kalau iya, masa sampai segitunya? Apa tidak terlalu berisiko? Lagian dia pikir orang kelas elit seperti Pak Sasongko sebodoh itu? 

Sudahlah, aku tidak mau berpikir yang tidak-tidak lagi. Baru saja aku insaf untuk tidak berpikiran yang negatif, masa sekarang diulang lagi?Begitu berada di kamar mandi, segera kulepas kaos berkerah dan kucantolkan di samping celana dalam yang baru. Selanjutnya, kubuka celana panjang dan kulipat baik-baik. Kudekati shower dan siap membasahi diri dengan memakai celana dalam yang menampung kotoran tadi. Setelah badanku kuyup, kulepas celana dalam itu dan kubuang ke tong sampah. Benda itu lebih baik dimusnahkan saja karena kotoran dari perutku sudah menempel cukup lama di sana. Kubasuh hingga bersih lubang pantatku. Kusabuni sekalian agar benar-benar bebas dari segala kuman yang mungkin masih menempel.Sekarang aku dapat mandi dengam bebas. Kubasahi lagi badanku dengan air shower yang hangat sebelum memutuskan bersabun. 

Out of TownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang