[Sebelum dilanjutkan ceritanya, penulis mau bilang terima kasih dulu buat kamu yang sudah setia dari awal ngikutin OUT OF TOWN. Story yang berawal dari obsesi penulis ingin berkunjung ke Pemandian Cie**ang di Garut sana tapi belum kesampean sampe sekarang, malah info terakhir mengabarkan kalo di sana sempat terjadi kasus (kriminal?), ditemukan mayat lelaki mengambang tanpa busana, dan belum jelas apa penyebab pastinya. So, kita bermain-main saja dengan imajinasi ya... toh tetap bisa membangkitkan gairah, hehehehe.]
[Penulis berencana juga membuat grup Telegram khusus pembaca setia OUT OF TOWN dan cerita @dadsvr lainnya, biar bisa saling kenal dan bertegur sapa, atau barangkali ngasih ide-ide plot twist biar alurnya makin seru. Yang mau join, kirim ID Telegramnya via message atau langsung private message ke ID Tele wattpadadsvr OK!?]
******
Dikdik tidak menoleh. Ia kelihatannya sangat berkonsentrasi pada 'pistol' berpeluru peju itu, hingga panggilan Pak Sasongko tidak terdengar telinga.
"Mas... punten, bisa tolong ambilin sabun cuci muka yang itu." pinta Pak Sasongko dengan suara lebih lantang.
Dikdik menoleh dengan sedikit terperanjat.
"Eh iya, Pak. Maaf apa?" wajahnya terarah pada wajah Pak Sasongko kemudian terdarat di gandulan barang berbulu keriting di bawah pusar pria setengah baya itu.
"Punten ambilkan sabun muka yang itu." jawab Pak Sasongko sembari memberi isyarat dengan matanya.
"Oh... iya, Pak." tangan kanan Dikdik berganti tugas, sekarang memegang batang yang masih mengeluarkan urine keruh itu.
"Nanti saja kalau sudah selesai kencing, Mas."
Cecep merespon pengertian Pak Sasongko dengan senyum (manis).
"Anaknya berapa, kamu?"
"Tiga, Pak." jawab Dikdik.
"Sudah sekolah?"
"Yang paling besar sudah kelas 1 SMP."
"Wah sudah besar juga ya, memang usiamu berapa? Saya pikir anakmu masih balita." Pak Sasongko sedikit takjub.
"Saya 36, Pak."
"Wah, masih seperti 27-an lho kamu!"
"Hehe... terima kasih. Bapak bukan orang pertama yang bilang seperti itu. Saya sih bersyukur saja, Tuhan baik sama saya memberikan anugerah berupa awet muda." tambah Dikdik dengan sumringah.
Kini kantung kencing keduanya sudah kosong, ritual buang air kecil dua pria dewasa itu sudah selesai, semua urine sudah dikeluarkan. Dikdik menyentil-nyentil kepala penis berkulit gelapnya setelah sebelumnya ia 'ceboki' dengan tetesan air dari kran shower. Pak Sasongko pun melakukan hal yang serupa, tapi tak sampai disentil-sentil, cukup disiram lembut menggunakan jet-shower mini yang ada di kloset.
Sebelum di-'kandangkan' kembali, Pak Sasongko me-lap dulu batang kejantanannya dengan dua lembar tisu.
"Ini Pak, maaf, sabunnya." Dikdik menyodorkan sabun muka yang dimaksud lalu duluan kembali ke kamar.
"Thanks, Mas." jawab Pak Sasongko sambil melirik ke resleting celana si sekuriti muda itu.
Baru 3 langkah menuju pintu, Pak Sasongko memekik...
"Resletingnya tuh masih kebuka."
"Aduh iya ya..." Dikdik mengehntikan langkah seraya menarik cantolan resletingnya ke atas.
Pak Sasongko memandangi kelakuan Dikdik lewat cermin sambil menyeringai geli.
"Saya duluan, Pak." ijin Dikdik mengangguk sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out of Town
Romance🔞 Gara-gara traveling buat sekedar escape, semuanya terkuak. Kami sama-sama sudah menikah dan pernah menikah. Tapi 'kejadian itu' tak dapat dielakkan. Tidak hanya dengan rekan kantorku ini, muncul sosok lain yang tak pernah kuduga sebelumnya.