Part 49

1.6K 94 18
                                    

Nafsu kami yang tadi menggebu-gebu langsung lenyap bagai api disiram air kulkas. Tak ada lagi imajinasi erotis yang membakar kepala. Pacuan detak jantung kami kini berubah alasan, bukan lagi karena didihan libido, tapi kesal dan panik telah terjadi pencurian barang berharga di kamar, dan satu-satunya orang yang layak dijadikan tersangka adalah Pak Dadang si terapis tua itu. 

Aku dan Pak Sasongko buru-buru berpakaian lengkap. Berharap Pak Dadang masih bisa dikejar. Sebelum kami hubungi pihak keamanan, diupayakan kami kejar dulu secara mandiri. 

"Helmy... stop dulu. Barang-barang kita dicuri si Dadang!" teriak Pak Sasongko pada Helmy dan Agus yang masih asyik masyuk, mereka belum sadar kegentingan yang sedang terjadi.

Mendengar seruan Pak Sasongko, mereka berdua refleks melepas rangkulan satu sama lain juga lumatan bibir yang sedang hot-hotnya. Wajah sange seketika berubah cengo bercampur panik. Keduanya lantas mengguyur badan di bawah shower, tak sampai semenit lalu berpakaian. Adegan orgy  di ruangan hotel ini sontak buyar dan ambyar berkeping-keping. Semua dilanda kepanikan.

Andai orang-orang sok religius di luar sana tahu kejadian ini, pasti akan dibilang adzab murka sang pencipta. Dosa melakukan perzinaaan sesama jenis. Huh...

***

Jauh di dalam lubuk hati, aku merasa paling bersalah atas kejadian ini. Gara-gara saranku memanggil si Dadang bangsat, semua berubah kacau. Kenapa aku dengan entengnya mengabaikan intuisi dan warning yang sedari awal sudah aku rasakan. Perasaanku tidak enak sebenarnya saat akan memanggil tukang pijat itu. 

Di titik ini aku benar-benar merasa sangat bodoh.

Kutelepon Pak Dadang, hape-nya masih bisa dihubungi dan tersambung namun dia tak angkat panggilanku. Berharap mendapat respon cepat, aku banjiri juga dengan pesan singkat melalui SMS dan Whatsapp, bertanya di mana ia berada sekarang. Tapi tetap nihil balasan. Aku lakukan semua upaya itu sambil berjalan tergesa-gesa menuju lobby dan parkiran depan hotel. Tapi sama sekali aku tak melihat keberadaan si Dadang --- terapis goblok itu. Aku masih berusaha maksimal, coba berlari menuju jalan raya hingga sejauh 200 meter-an. Hasilnya tetap mengecewakan, aku sudah kehilangan jejaknya.

Kejadian tadi memang kesalahan aku, Pak Sasongko, Helmy dan Agus. Kenapa harus larut dalam nafsu di luar kontrol (demi kontol) separah itu. Aku memang sempat khawatir dengan keberadaan Pak Dadang sendirian di ruang tidur saat kami semua di kamar mandi. Bagaimanapun dia orang asing. Tampak baik-baik tidak jadi jaminan orang itu tidak jahat, kadang niat buruk bisa datang karena ada kesempatan, tanpa direncanakan. Lagi-lagi aku abai akan instuisiku sendiri.

Shit....!

Nasi sudah jadi bubur, yang mesti dipastikan sekarang, barang-barang apa saja yang masih tersisa. Jangan sampai kunci mobil Pak Sasongko juga digondol si Dadang sialan itu.

Aku berlari kecil kembali menuju kamar. Peluh banjiri seluruh permukaan kulitku, padahal Garut bukanlah kota yang panas. Aku gerah tentu saja bukan karena suhu, badanku sedang bereaksi otomatis atas kepanikan yang aku rasakan.

***

Pintu kamar sedikit terbuka dan di dalam sudah ada 2 orang sekuriti hotel tengah berbincang dengan Pak Sasongko, Helmy dan Agus.

"Gimana Don? Kekejar gak?" tanya Pak Sasongko begitu melihat kedatanganku.

"Sudah hilang, Pak. Kita telat."

"Pak, bolehkah kami mengecek CCTV untuk memastikan seseorang yang kami curigai benar-benar telah meninggalkan kamar ini tak lebih dari satu jam-an yang lalu?" tanya Helmy pada petugas keamanan.

Out of TownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang