A

2.9K 134 14
                                    

My love
Sayang, maaf..
Malam ini aku nggak bisa  nemenin kamu. Aku harus antar mami.
Salam buat temen kamu.
Love you, kia😙

Seharusnya malam ini gue dateng ke acara nikahan temen bareng cowok gue, tapi ya gitu di mana mana pacar akan selalu always kalah sama ibu calon mertua. Itu sudah menjadi hukum alam semesta sejagad raya.
Lima tahun bersama, nggak urung membuat gue nggak bisa nggak kesel sama dia. Dia selalu mematahkan di setiap kesempatan, tapi akan dengan mudah gue memaafkan.
Apa gue termasuk bucin? Mana ada cewek bucin secantik gue.
Narsis? Gue bukan narsis tapi punya kepercayaan diri lebih.

Sekali lagi gue patut diri gue depan cermin, dress maroon selutut, rambut dibuat bergelombang di ujung, heels hitam tujuh centi menambah kadar ketinggian gue meningkat jadi 176 cm, jangan lupa lipstick merah menyala ciri khas gue. Sempurna.
Memasukan ponsel ke dalam tas, gue melenggang keluar kamar menuju ruang tengah yang udah diisi mama papa lagi bermesraan, BERMESRAAN. Demi bayi bajang serial tutur tinular, ngga bisa apa mereka begituan di kamar?

"Harus begitu ya? Nggak bisa apa nunggu kia pergi dulu? Atau nggak di kamar kan bisa" suara gue berhasil membuat papa menjauhi mama. "Ck. Kia udah liat, lanjutin dong. Kia penasaran, itu bibir jadi nyatu kagak"

"Bilang ajah iri sama mama papa, kamu kan nggak ada partner" ujar mama santai, sampai santainya kepala mama udah nangkring di pundak papa dan papa senang hati mengusap pelan kepala mama. Gini amat yak jiwa pacaran mereka. "Ki, kalo kamu punya adik mau nggak? Mama papa mau program ini"

Gue memutar mata malas, sebenernya gue tau mereka begini biar gue ada niatan menjalin hubungan dan hubungan yang dimaksud mereka itu hubungan yang serius, alias pernikahan.
Belum tau ajah mereka, gue udah pacaran selama lima tahun di belakang mereka.

"Temennya kok belum ke sini ki?" Gue mancium punggung tangan papa.

"Nggak jadi pa, kia dianter mang jajang ajah yak?" Gantian gue cium punggung tangan mama. "Kia kondangan dulu, paling malam pulang jam sembilan"

"Syukur syukur pulang dari kondangan, kamu dapet gandengan ya ki. Mama pengen rumah ini ramai sama cucu" ucapan mama menyentil hati kecil gue. Gue emang anak satu satunya, maka dari itu umur gue yang udah dua lima seringkali disindir halus perbuatan kampret mereka.
Semoga gue nggak dosa nyebut perbuatan mereka dengan kata kampret. Haha
Kemudian gue pamit nggak lupa ucap salam.

"Tumben non, nggak di jemput den fano? Biasanya bareng" tanya mang jajang, sesekali matanya melirik gue dari kaca. Tangan gue yang tengah menscroll status instagram berhenti untuk melirik balik mang jajang.

Menghembuskan nafas gue bilang "nggak mang, fano lagi sibuk" gue lanjut ke ponsel. Ada pesan whatsApp masuk dari my love, berhubung gondok yang dari tadi belum ngilang gue abaikan.

"Non, mang boleh tanya?"

"Boleh mang"

Dari kaca mang jajang melirik gue hati hati "non sama den fano ada hubungan apa?" Begini nggak enaknya punya karyawan dari sebelum gue lahir, selalu merasa berhak tau urusan atasan.

"Emang kenapa mang jang tanya begitu?" Satu pesan lagi masuk dari my love tampil di layar paling atas, namun gue biarkan lagi.

"Mang cuma nggak mau non yang udah mang anggep anak kenapa napa deket sama sembarang orang, non nggak apa apa mang anggep anak?"

Alis gue naik satu, beneran gue dianggep anak? Sebegitu loyalnya ini karyawan kesayangan papa. Kok gue rada sedih yak.

"Non kok diem? Non marah? Maapin mang ya non, tolong jangan pecat mamang. Mamang udah betah banget kerja sama tuan"

"Nggak mang.. kia malah seneng udah dianggep anak sama mamang, katanya udah dianggep anak tapi kok belum pernah diajak ke kampung mamang sih?"

Mang jajang terkekeh "kalo liburan ya non, sekalian main ke sawah"

🍃

Gue nggak kaget sewaktu pertama kali masuk, karena gue tau yang nikah itu anak pejabat jadi otomatis pesta yang digelar pun nggak jauh dari kata mewah binti glamour .
Melihat di depan sana temen gue, febby namanya bersanding sama lelaki pilihannya membuat hati feminim gue bangkit. Gue juga pengen menikah di usia seperti febby, tapi mau gimana lagi? Untuk maju selangkah gue dan fano enggan. Kami masih asyik sama pendirian masing masing.

Fano.. andai loe di sini, gue nggak bakal sengenes ini. Semua temen gue udah pada gandengan, bahkan udah pada bawa buntut.

Gue putar tumit namun belum sepenuhnya membelakangi panggung,  minuman yang gue pegang tumpah mengenai seseorang. Warna merah minuman kontras dengan gaun putih, membuat si empu melotot sebal. Mampus !

Gue usap tangan ke bekas tumpahan berharap noda sedikit berkurang namun tangan gue tiba tiba dihempaskan. Sedikit ragu gue lirik mbaknya "maaf, saya nggak sengaja"

"Mata kamu di kaki? Kalo putar balik itu liat liat ! Kalo nggak bisa pake mata mendingan nggak usah ke sini !" Bentak mbaknya.

Gue terkesiap, kalimatnya mengandung apa nih? Gue bingung ngelolanya "mata saya ya di tempatnya lah mbak, masa di kening Yakali emang saya dajjal."

"Kamu tuh yah ! Ganti gaun saya !"

Lho? "Maaf mbak, saya laundry ajah gimana? Kalo mau saya ganti, mau mbaknya nunggu saya gambar polanya? Belum lagi saya jahit. Mau nunggu?"

Mulut mbaknya membuka lalu tertutup ketika sosok pria menghampiri. Pawangnya si mbak marsha mulut cabe dateng. Gue julukin marsha karena wajahnya imut kaya kartun marsha and the bear, tapi mulutnya nggak sinkron.
Emang sih di dunia itu nggak ada yang sempurna.

"Yang.. ih masa dia tumpahin minumannya ke gaun aku?" Rengek si marsha. Si pria hanya tersenyum, lalu matanya mengikuti telunjuk marsha. Menatap gue. Gue ditatap cowok tampan otomatis jiwa anggun gue keluar. Tips menghadapi pria tampan,  Jaga Image.

"Maaf ya mbak, tunangan saya emang sedikit cerewet."

"Saya yang minta maaf mas, putar badan nggak liat liat"

Alis si pria tampan setampan song joong ki naik satu, kemudian beralih menatap marsha tunangannya. "Kamu kalo lewat juga liat liat, dia putar badan otomatis dia nggak liat. Sekarang minta maaf"

"Tapi yang.. kan dia yang salah, gaun aku kotor"

Pria itu tersenyum manis dan kepalanya mengangguk. Marsha secepat kilat menggeleng.

"Saya yang minta maaf." Gue mengulurkan tangan ke arah marsha "saya minta maaf mbak, kalo mbaknya bawa ganti biar gaun mbak saya laundry . Bila perlu saya ganti, saya khusus jahitin buat mbak"

"Nggak mau, tangan kamu kotor" marsha mengibas tangannya.

Mas pria tampan masih tersenyum manis ke tunangannya, lalu malas malasan tunangannya menjabat tangan gue.

"Sekali lagi saya minta maaf ya mbak, mbak nggak perlu ganti rugi. Kami permisi" dan mereka pergi dari hadapan gue. Hus hus pergi jauh marsha mulut cabe.
Gila banget, dia nggak mau jabat tangan gue. Emang tangan gue kudisan ? Emang ngaco itu orang.


















Lah elah cerita yang lain masih gantung, malah bikin cerita baru.
Jangan bully akuu😨😩

Semoga suka yak😊

Nikah Yuk !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang