C+

796 102 25
                                    

"Saya sempat melihat kamu di kafe berdua sama mantan kamu, saya juga sempat dengar kamu diputusin dia. Kamu mau tau? Alasan mantan kamu mutusin kamu karena dia sudah menjalin hubungan sama mantan tunangan saya.. ah bukan tapi mantan tunangan.."

Sial ! Aku mendadak kelu.

Menghela nafas aku kembali ke apa yang ingin aku sampaikan, aku yakin perempuan ini lah yang tepat untuk menjadi partnerku dan salah satu syaratnya dia harus tau apa yang sebenarnya terjadi. "Mantan tunangan kembaran saya yang sudah meninggal"

Suasana sunyi senyap, aku kira respon yuki akan heboh atau terkejut tetapi yang aku rasakan dia hanya diam. Aku lirik yuki dari ekor mataku, dia tengah tertidur. Dari atas sini aku bisa melihat lipatan lembahnya yang menyembul keluar. Shit. Bagaimanapun aku lelaki dewasa, mau menyangkal untuk nggak tertarik pada dia itu sama saja bohong.
Yah.. yuki cantik, tubuhnya profesional. Membentuk sempurna. Dan dia manis saat terlelap, bibirnya yang tebal terlapis liptin merah muda merekah indah. Tetapi aku lebih suka dia yang memakai lipstick merah menyala, sangat menantang untuk dikecup. Sial. Seorang arion bisa terlena hanya sekedar memandang perempuan.

Untuk menghindari sesuatu yang nggak seharusnya terjadi, aku menggendong yuki ala bridal style membawa dia masuk karena yang aku tau udara malam nggak bagus untuk kesehatan. Dari tidurnya yuki nampak nyaman sampai mendusel ke dadaku. Ku baringkan yuki ke sofa lalu membenarkan jas agar menutup sempurna tubuh bagian atasnya.

Mengambil ponsel di kantung celana, aku dial nomer tante tina. Tante tina dan om sunaryo adalah sahabat mami papi sewaktu kami masih tinggal di cibubur, dan sekarang kami bertemu setelah dua puluh empat tahun berpisah karena keluargaku pindah ke singapura. Sekitar dua menit menunggu akhirnya sambungan terhubung.

"Assalamu'alaikum tan"

"Wa'alaikumussalam, ada apa nak rio nelvon? Kia bikin rusuh kamu nak?"

Sebelumnya aku memang sudah meminta ijin untuk membawa yuki jalan jalan sewaktu perjalanan ke resepsi sarah.

"Enggak tan. Sebelumnya rio minta maaf sudah lancang, yuki ada di apartemen rio"

"Apa?" Pekik tante tina. Otomatis aku menjauhkan ponsel dari telinga lalu terdengar helaan nafas di seberang sana "pasti kia nangis kan? Tante udah duga sih, keliatan banget pas kalian di atas panggung. Muka kia sedih banget"

Aku berdehem enggan membayangkan wajah sedih tante tina. "Yuki sudah baikan kok tan, tapi mungkin karena kecapean nangis sekarang dia tidur. Baiknya nunggu dia bangun apa langsung dibawa pulang tan?"

"Maaf ya nak udah ngerepotin. Nanti mang jajang jemput ke situ, makasih ya nak udah mau bantu kia"

"Sama sama tante"

Sambungan terputus setelah mengucap salam. Aku kembali ke sofa tempat yuki tertidur, duduk di karpet menghadap yuki lalu mengamati wajahnya yang begitu damai. Mulutnya terkadang menganga, terkadang tersenyum, terkadang mendecak dan terakhir melengkung ke bawah.

Aku nggak tau kenapa harus yuki yang harus masuk ke dalam permainan ini, dia polos sangkin polosnya dia mau saja terjebak ke lubang kesakitan berulang kali. Polos atau bodoh? Kurasa opsi kedua yang pantas. Seperti diriku yang bodoh masuk kelingkaran yang nggak aku inginkan dan bodohnya lagi karena ambisiku, aku menyeret yuki masuk ke dalamnya. Tetapi melihatnya rapuh seperti ini, justru ada keinginan membuatnya bahagia. Nggak saat bersama sarah yang hanya menorehkan luka, luka pada kembaranku di alam sana.

"Rion.. tolong jaga sarah, bertunanganlah dengan sarah. Aku nggak mau dia menderita atas kehilanganku, seenggaknya ada kamu kembaranku yang bisa mengobati kesedihannya"

"Tapi rian.. aku nggak bisa."

"Aku mohon.. aku rasa ajal sudah hampir menjemputku. Ini permintaan terakhirku"

Nikah Yuk !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang