D

802 106 21
                                    

"Jadi bener alasan loe diputusin bukan cuma karena nggak ada jalan lagi buat kalian melainkan dia selingkuh di belakang loe?"

Gue senyum masam, dari sekian banyak perbincangan kenapa mesti menyinggung soal mantan? Please. Niat awal ketemu ofar ingin membicarakan masalah kerjasama kami. Bukan serta merta membahas masa lalu gue..

"Loe tau dari mana?"

"Jiwa gue stalker ki, kalo gue mau gue bisa tau ukuran bh loe"

Bangke. Gue langsung pukul ofar menggunakan cluth.

"Sakit bego"

"Gue malu anjir"

"Pala gue benjud bangke"

"Bodo amat nyet"

Umpatan demi umpatan nggak sadar keluar dari mulut kami, melupakan topik yang enggan gue bahas.

"Berarti gue punya peluang dong? Apa udah ada yang gantiin?"

Alis gue naik satu, beneran ada maksud tertentu ini mah. "Ada"

"Ada peluang atau udah ada yang gantiin?"

"Ada peluang" gue menjeda sesaat lalu melanjutkan kembali "peluang galih kuburan mantan bangsat gue" gue menyesap ice lemon tea milik gue.

"Gue nanya serius yuki.." ofar masih menatap lekat gue membuat gue salah tingkah. Sebagai pengalihan gue mainin sedotan, mengocok es batu. "Nikah yuk !"

Bagai kaset terpause, dunia gue seakan berhenti. Orang di sekeliling gue diam layaknya patung, gue merasa dejavu. Nikah yuk ! Seakan bagi makhluk berbiji dua, itu perkara mudah. Sudah dua orang yang melontarkan dua kata itu buat gue. Dan gue, belum sama sekali ngena untuk mengiyakan atau bahkan memberi harapan. Omongan gue tempo lalu pada rio itu hanya gurauan belaka, karena gue tau rio hanya menjadikan pernikahan sebagai permainan. Dan gue nggak mau itu.

Gue mengocok kembali es batu di dalam gelas, enggan menanggapi ajakan absurd ofar.

"Hai.." tangan ofar melambai di depan gue. "Marah? Gue becanda kali.." ofar terkikik. Gue angkat kepala guna menatap ofar, dia berdehem balik natap gue. "Gue tau.. nggak gampang bagi loe buat membuka hati. Dan gue.." bola mata ofar berotasi kemudian berkata "gue becanda, jangan dibikin serius"

Ofar tertawa, gue mau nggak mau tertawa juga. Yah mungkin ofar hanya bercanda, dan gue yang terlalu kepedean. Bukan begitu coy?
Mata gue beralih ke samping, tepatnya di belakang ofar. Gue memiringkan sedikit badan untuk melihatnya. Dari pintu masuk gue lihat mantan gue menggandeng istrinya, fano menuntun sarah duduk di dekat pintu masuk. Sebelum beranjak fano sempatkan mengelus perut rata sarah.

Gue? Ternyata hati gue masih sakit. Susah lupa. Pandangan gue buram dan detik berikutnya sesuatu menghalangi pandangan gue, sebuah perut keras berlapis kaos abu abu. Gue mendongak menatapnya, rio tersenyum manis ke gue. Tangannya dengan sigap memeluk kepala gue membenamkan di perut kerasnya. Dan tanpa disuruh, air mata gue jatuh. Wangi mint yang gue hirup dari kaos milik rio membuat gue sedikit lebih tenang. Gue melonggarkan badan rio, lama posisi seperti ini membuat gue sedikit pengap.

Sebelum menyingkir, rio sempatkan mengusap pipi gue yang basah. Dan mengusir gue dari tempat duduk, gue malayangkan tatapan protes "kamu bisa duduk di samping ofar. Saya nggak mau ada acara nangis jilid empat"

Gue tambah melotot namun tetap mengikuti perintahnya.

"Oke oke gue paham" ofar mengintrupsi aksi gue, gue kembali normal. "Jadi yuki, ini arion saudara gue yang bakal jadi model buat butique. Untuk arion, gue yakin dia udah seratus persen kenal sama loe"

Gue menatap ofar kemudian menatap rio. Saudara nih? Nggak ada tampang mirip miripnya.  "Kalian beneran saudaraan?"

"Dia sepupu saya"

Nikah Yuk !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang