C++

1K 108 45
                                    

Gue tarik nafas dalam dalam berusaha mengontrol emosi setelah menyerah membiarkan orang di samping gue mengantar gue ke butique. Lama gue pandang rio, gue nggak habis fikir dengan perubahan sikap rio yang begitu drastis, sedikit manis tetapi mengundang darah tinggi. Saat gue masih asyik memandang, ekor mata rio melirik gue. Bibirnya berkedut namun hanya sedetik "nggak usah menganga begitu nanti ada lalat masuk, kasian lalatnya"

Anjir.

Gue segera memalingkan muka ke jalanan. Kemudian mobil belok ke kiri dan memasuki pelataran mobil terparkir di depan butique. Gue segera membuka pintu mobil namun susah, berulang kali gue coba masih susah. Hingga rio berdehem "saya nggak akan lepasin kamu sebelum kamu menerima penawaran saya"

Kambing !

Badan gue menghadap rio, bersedekap lalu menaikan dagu ke arahnya. Dia jual. Gue beli. "Penawaran apa? Seinget saya nggak ada tuh"

"Oh ayolah.. tapi wajah kamu menunjukan berbeda. Kalo kamu mau menikah dengan saya, kamu bisa memandang wajah saya sepuasnya." Ucapnya sembari menghadap gue sementara tangan kanannya berlabuh di atas stir.

Gue putar bola mata malas. Dia kira gue memuja dia begitu? Ulu ulu.. setampan rio haryanto ajah gue tolak. Eh? Emang gue yuki kato. Ngimpi di siang bolong itu nggak enak kia.. oke oke.

"Oke, nggak usah dijawab. bahasa tubuhmu sudah menjawab semuanya"

Eh? Gue terkesiap. "Saya nggak bilang iya tuan arion" jari telunjuk gue goyang ke kanan kiri di depan wajah rio.

"Tadi kamu mengangguk nona yukia.. dan itu sudah saya anggap sebagai jawaban" rio tersenyum miring.

Tarik nafas. Buang. Gue bersedekap lagi namun sedikit mencondongkan badan ke arah rio, memandang wajahnya yang memang tampan. Kalian tau pembalap asal solo bukan? Rio haryanto? Nah rio di hadapan gue sebelas duabelas sama doi.

Kepala rio miring ke kiri, menatap gue seraya tersenyum pongah "apakah saya semenarik itu di matamu, sayang?"

Kampret. Pede banget coy. Ada karung? Bolehlah ini orang dibungkus terus dibuang ke KUA, biar dikawinin.

Gue berdehem "boleh saya tanya sesuatu?" Kepala rio kembali menegak lalu mengangguk "apa alasan kamu meminta saya menikah dengan kamu? Dan lalu kenapa dengan tiba tiba sikap kamu berubah manis sama saya? Why? Kenapa? Ngopo?"

"Pertama, saya ingin membalas kesakitan kembaran saya" gue tercengang. Maksudnya? "Biasa saja itu muka" rio meraup gemas wajah gue. Gue refleks menampol lengannya yang gila.. keras banget coy.

"Oke lanjut, jelasin secara detail"

"Intinya sarah itu tunangan kembaran saya, dan sebagai permintaan terakhir almarhum kembaran saya. Saya harus menggantikan posisi dia menjadi tunangannya sarah. Sampe sini paham?" Gue mengangguk "emang sikap saya dulu ke kamu itu bagaimana?"

"Sombong. Dingin. Pencitraan. Dan tipikal menolong orang nggak setengah setengah." Gue mencibir. Sementara rio tertawa. Gue salah?

Rio berdehem, kembali memasang wajah serius. "Saya waktu itu ke bawa emosi, karena melihat selingkuhan sarah bersama kamu. Saya kasihan sih sama kamu, diputusin dengan alasan nggak ada jalan"

"Emang itu alasannya !" Hardik gue.

"Bukan hanya itu sayang.." suaranya melembut bahkan rio tersenyum manis menenggelamkan mata sipitnya. "Mantan kamu selingkuh dengan sarah, mereka one night stand dan saya melihat semuanya. Kamu tau?" Wajah rio maju menatap gue intens "saya sempat marah sama kamu, tetapi saya sadar . Yang salah itu mantan kamu dan sebagai gantinya, kamu harus menjadi partner saya membalaskan kesakitan arian pada mereka."

Nikah Yuk !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang