B

1K 101 30
                                    

"Masa buatin jas ajah nggak bisa sih, katanya desainer"

Gue cuma bisa memijat kening, kemudian tersenyum maklum pada pengunjung yang melirik kami. Kami di sini ada gue, ardianti dan mbak marsha mulut cabe. Gue dongkol setengah mati sama ini orang, sumpah kalo marsha yang di tv itu kan lucu nggemesin bawaannya pengen dipeluk . Tapi sama marsha di depan gue nggak berlaku sama sekali, kalo nyekik orang itu ngga dosa udah gue lakuin dari dia yang seenak puser ngatain rancangan gue kaya baju jaman majapahit.
Please siapa ajah tukang sampah yang sering lewat depan butique, tolong bungkus ini orang depan gue pake karung terus buang ke sungai. Biar hanyut terus disunting buaya.

"Hello..! Saya bukan setan yang omelan saya nggak kedengeran ya !" Wajah marsha sedikit maju ke depan wajah gue, matanya melotot. Membuat gue yang tengah membayangkan dia hanyut di sungai, kaget atas perilakunya. Gue usap dada sembari berisitighfar, sedangkan ardianti terkekeh tanpa suara.

Gue jelasin kejadian sebenarnya, jadi dia sarah yang baru gue inget namanya, dateng ke butique . Gue yang kebetulan lagi ngejaga kasir, liat dia jalan lenggak lenggok depan gue otomatis mata gue gereget buat pandangin dia. Dia berdiri lama sambil mengamati kebaya pengantin, lalu meminta ardianti memanggil pemilik butique. Gue yang merasa, gue maju dong. Si sarah yang emang dasarnya punya mulut cabe bukannya terkesiap malah ngomel bukan main. "Pantes ya, ternyata milik kamu jadi baju dan kebaya pengantin kuno kuno. Kok bisa calon mertua saya rekomendasi tempat ini" dosa apa gue ketemu orang beginian .
Dan paling gue sebel dan nggak habis fikir, setelah dia ngomong begitu dengan enaknya dia minta gue ukur badannya di area khusus baju pengantin karena sarah menolak gue ajak keruangan gue. Oke gue turutin, pembeli adalah raja. Setelah itu dia minta gue bikinin jas untuk calonnya yang sempet gue inget namanya arion , sosok yang dari tadi nggak keliatan batang hidungnya. Lalu gue harus ngukur siapa coy? Yang gila gue apa sarah coba?

"Bukannya nggak bisa mbak, tapi harus ada yang diukur . Mau nanti jasnya kebesaran atau kekecilan?"

"Ya nggak lah. Saya mau hari pernikahan saya sempurna"

Ardianti menghela nafas, dia pamit kembali menyambut pengunjung remaja untuk melihat koleksi baju dan kaos.

"Besok mbak bisa ke sini lagi, bawa tunangan mbak buat diukur."

Sarah nampak berfikir, matanya bergulir ke atas ke bawah lalu matanya bersinar saat menatap pintu masuk. Gue ikutin dong arah matanya, mata gue yang minus ditambah lupa pake kacamata sulit menerka orang yang sekarang ditarik sarah. Mereka tepat depan gue.

Bola mata gue membulat sempurna, menatap fano dan sarah berdiri berdampingan di depan gue. Fano tersenyum pada gue tanpa rasa kaget sedikit pun.

"Nggak usah besok, sekarang juga bisa. Calon saya udah ada"

Gue seakan terhempas ke dalam samudra paling dalam. Rongga dada gue tiba tiba terasa sesak. Gue mimpi apa gusti? Tiga bulan berpisah, tiga bulan nggak saling menyapa, tiga bulan bagai orang asing . Dengan tiba tiba dia, fano akan menikah?

"Kamu ! stop melotot ke calon suami saya. Atau saya nggak jadi pesan kebaya di sini !" Hardik sarah.

Memejamkan mata sebentar, gue kembali menatap keduanya dengan ekspresi sebiasa mungkin. "Mau diukur di sini atau ke ruangan saya saja?"

"Di sini ajah, saya males masuk ke ruangan kamu. Pasti sempit, pengap, kotor." Sarah mencibir membuat sumbu gue semakin menipis. Sabar kia.. orang sabar jodohnya lebar. Astaghfirullah..
Berusaha tenang, gue tersenyum lalu menarik meteran yang mengalung di leher gue. Mengukur fano yang nampak santai, bahkan terang terangan menatap gue. Pengen banget gue colok mata fano dengan pensil yang terselip di atas telinga gue, biar matanya punya adab kesopanan.

Nikah Yuk !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang