"Kenapa nggak mau nemuin sih bok?"
"Gue males ardian !" Tukas gue, ardian melotot garang. Gue lupa, makhluk depan gue setengah jadi jadian. "Iya ardianti. Puas loe !" Gue pelototin balik ardian "Gue lagi dongkol sama dia, suruh dia pulang ajah"
"Yakin? Ikhlas nih kalo kue bawaan doi buat gue?" Tanya ardianti. Gue nggak ngerti sama ardian, seharusnya doi bersyukur dilahirkan sebagai cowok yang kalo diliat dari badannya maco abis tapi satu kekurangan dia, jiwa hello kitty.
Gue mengangguk mengiyakan, kembali fokus ke pekerjaan. Menggambar pola baju modelan terbaru.
Ardian ngetuk meja gue dengan jarinya, membuat gue mau nggak mau mengangkat kepala menatapnya lagi. Di sebelah ardian, fano berdiri tangan kanannya terangkat mengacungkan kotak kue.
Ardian kampret."Yakin nggak mau?" Fano menarik kursi lalu duduk di samping gue. Tangan kirinya mengisyaratkan ardian untuk pergi meninggalkan kami dalam ruangan, tangan kanannya membuka kotak kue.
Mulut gue siap mengumpat tapi dengan tanpa perasaan fano menyumpal mulut gue dengan sepotong kue. Mau nggak mau gue kunyah juga kuenya, enak.
Fano emang tau cara mematahkan rasa dongkol gue. Yaitu Sogokan.
Fano juga melakukan hal yang sama, memakan kuenya lalu menyuapi gue lagi.
Kue yang gue makan mendadak sulit buat gue telen saat pandangan gue ketemu dengan mata fano, pandangannya membius gue untuk terus menatapnya bahkan saat fano berdiri dan pergi menuju pantri.
Stefano dirgantara, sosok yang udah bikin gue tau rasanya jatuh cinta."Kamu nggak apa apa?" Tanya seseorang yang udah berdiri di hadapan gue, tangannya terulur membantu gue berdiri. "Maaf yah bola basket aku ngenai kepala kamu" dia menuntun gue duduk di kursi taman. Raut wajahnya merasa bersalah.
"Kamu.." ucapannya menggantung, matanya menelisik wajah gue. "Kamu anaknya tante twina kan?"
"Iya"
"Kenalin, aku stefano dirgantara. Panggil ajah fano, anak mami veli dan papi vian tetangga baru kamu" lelaki yang mengaku stefano menjulurkan tangan. Gue menatap bingung antara wajah dengan tangannya. Dan cepat kilat tangan gue udah berada di genggamannya "lama. Nama kamu siapa?"
"Yukia faranisa" lirih gue menundukan kepala, melupakan nyeri pada kening akibat bola basket milik stefano. Dia menarik genggamannya membuat gue sedikit mendekat ke arahnya lalu tanpa aba aba wajahnya berada di depan gue, meniup pelan kening gue.
"Maafin aku, aku nggak sengaja tadi." Lirihnya dan tangan kirinya mengusap lembut kening gue. demi sempak kolor ijonya papa, gue bingung kudu gimana. Delapan belas tahun hidup baru kali ini ada cowok semanis ini sama gue, fix jantung gue salto.
"Kok diem? Kamu marah? Yaudah sebagai ucapan maaf aku, gimana kamu aku ajak makan di rumah?" Usapan dan tiupannya berhenti. Gue sedikit mengangkat wajah meliriknya. "Kamu takut sama aku? Aku nggak gigit lho" stefano tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang rapi.
Secangkir teh tersaji di hadapan gue dan sosok yang tadi gue bayangin udah duduk manis samping gue. Sebelah alisnya naik satu seolah mengerti apa yang tadi gue bayangin. Mengalihkan diri, gue seruput teh tadi yang kampretnya panas banget coy sepanas ciuman fano. Fano terbahak menikmati wajah gue yang merah padam dan lidah gue yang terjulur ke depan.
"Duh ucul banget sih ayangnya fano.." ucapnya memasang mimik sedih. Gue timpuk wajahnya menggunakan pensil yang membuat dia ngaduh kesakitan. Nyoh. Suruh siapa ngerjain kembarannya bae suzy. "Kamu kok jahat banget sih yang. Wajah aku baru kemaren perawatan lho, mahal."
Yup. Dia stefano dirgantara, lelaki berdarah amerika. Memiliki badan sedang nggak maco nggak juga kerempeng dan tinggi badan 175 cm. Wajahnya tampan, mampu memikat perempuan lajang hanya dengan senyum lebarnya. Gue salah satunya. Gue termasuk perempuan tomboy, penampilan asal yang penting gue nyaman gue pede pede ajah (seengaknya itu dulu sebelum gue membuka usaha 'butique') dan yang membuat gue bingung, gue nyaman bersama fano. Lelaki yang notabene suka nyalon dan anak mami. Tuhan memang adil, menciptakan manusia berpasangan dengan saling melengkapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Yuk !
RomanceMenikah adalah cara menyempurnakan agama. lalu pondasi menikah itu apa? apakah cinta termasuk pondasi utama menikah? lalu apa bisa menikah tanpa cinta? Begitulah pertanyaan yang berputar dalam benak Yukia tatkala sosok yang baru ia kenal menawarka...