"Ini aku harus bangen kesana, Kak?"
"Hmm. Gimana? Bentar lagi kok nugasnya. Kamu masih ada temen disana?"
"Yaa nggak sih. Oke, aku kesana."
Iya, mau nggak mau aku harus datengin Kak Brian di fakultas teknik lagi. Kayaknya tatapan sinis sudah jadi makanan sehari- hari ku, sepertinya nggak masalah kalau aku ditatap orang- orang bahkan selama dua jam full.
Tapi hari ini rasanya beda. Rasanya hari ini aku mau sembunyi di balik bahu besar Kak Brian khusus untuk menghindari tatapan manusia- manusia ini.
"Kaaaak."
Aku menemukan seonggok lelaki sendirian di meja kantin dengan beberapa lembar kertas di depannya.
"Bentar yaa."
"Hmm."
Sebenarnya aku ingin langsung pulang karena sedang badmood. Bayangkan, tadi tiba- tiba ada salah satu mata kuliah yang kuis mendadak. Otakku langsung bekerja keras, dan setelah kelas aku merasa dahiku hangat.
Ditambah, kelasku dapat omelan dosen karena telat mengumpulkan tugas. Ah, lengkap sudah penderitaan.
Aku menyenderkan kepala di meja sambil menyibukkan diri ke ponsel.
"Kenapa?"
Aku menggeleng.
"Oke."
Lagi- lagi aku dapat merasakan tatapan tajam yang bertubi- tubi datang ke arahku. Ini masalahnya; Kak Brian itu, sebut saja tampan, terkenal, keren, makanya ia selalu jadi pusat perhatian.
"Kak, kenapa banyak yang ngeliatin aku?"
Kak Brian malah tersenyum jahil.
"Idih. Jangan kegeeran."
"Oh."
Jujur, aku sedang badmood dan tidak mau diajak bercanda.
Kak Brian yang tidak menyangka itu akan menjadi responku malah menatapku heran. Sepertinya ia sadar kalau salah bicara.
"Ayo, cerita."
"Kakak ada tugas."
"Cerita dulu, aku dengerin."
"Tadi kuis. Tadi diomelin dosen. Aku capek. Mau marah- marah. Mau tidur."
Aku mengusak rambut perlahan, dan Kak Brian menatapku, lalu tersenyum.
"Mau tahu kenapa kamu diliatin, nggak?"
"Apa? Paling juga gara- gara aku kepedean, atau mereka sebenernya ngeliatin Kak Brian."
"Benar. Soalnya aku keren."
"Kak.."
"Kamu tuh ngomel- ngomel aja gemesin."
"KAAAK."
"Apaaa? Aku salah lagi ngomongnya?"
"Ugh, nggak tahu. Aku pusing."
"Habis ini ke apartemenmu, aku gitarin sampai kamu tidur."
"Oke. Deal."