1.7

789 116 9
                                    

Aku hanya membiarkan jari- jari ini berpetualang lewat internet. Twitter, Instagram, sudah aku buka berkali- kali. Kak Brian masih asyik dengan lembaran lirik di depannya. Tangan kanannya memegang pensil kayu yang kadangkala ia pakai mencoret kertas. Sesekali ia menyenandungkan nada- nada.

"Itu apa, Kak?" tanyaku yang akhirnya membuka suara. Gak tahan diem- dieman terus. Mau pergi juga gak bisa.

Kak Brian nengok, terus senyum. "Lirik lagu baru. Kebawa Darren."

Aku ngangguk- ngangguk sambil ngeliatin Kak Brian masih nulis beberapa kata.

"Susah Ve sekarang."

"Ha? Apanya?"

"Dulu kalau aku stuck, nanyanya ke kamu."

"Hmm."

"Kalau aku bingung kata yang bagus, nanyanya ke kamu juga dulu."

"Iya."

"Kalau sekarang..."

"Tanya aja."

Kak Brian menatapku.

"Yaudah kalau mau tanya, tanya aja, sih."

"Gapapa?"

"Ya iya."

Kak Brian lalu lanjut menatap kertasnya. Aku menahan senyum.

"Ve."

"Apa?"

"Mau minta maaf."

"Siapa?"

"Aku. Aku minta maaf."

"Accepted."

"Makasih udah datang kemarin," lanjutnya lagi. Kali ini ia menunjukkan giginya.

"Maaf aku pulang duluan," balasku.

"Iya. Anak- anak kesel banget nyariin kamu."

"Kakak cengeng banget."

"Kamu juga."

"Kebanyakan nonton drama ya, Kak?"

Kak Brian cuma ketawa.

"Liriknya tentang apa?" tanya aku lagi.

"Tentang suka sama orang."

Aku cuma ngangguk pelan.

"Kamu abis ini nggak ada kelas lagi, Ve?" tanyanya, berhasil membuatku salah tingkah karena tiba- tiba ditatapnya dalam. Aku menggeleng.

"Nggak. Tadi cuma mau nyamperin Darren, tuh. Eh ternyata dia pergi."

Kali ini gantian Kak Brian yang mengangguk. Ia sesekali merapihkan rambut hitam legamnya.

"Kakak gimana?"

"He?"

"Eh maksudnya, masih ada kelas nggak?"

Ia terkekeh.

"Oo, kirain apa. Udah nggak ada kelas sih, Ve."

Habis itu diam lagi. Oke, ini benar- benar awkward.

Aaaah, Ave mau kabur saat ini juga rasanya!

"Ve."

"Iya?"

"Mau pulang bareng?" tanyanya.

Aku menahan sabit ini muncul di bibirku. Aduh, harus ditahan.

"Eh—"

Omonganku terputus oleh deringan ponsel Kak Brian. Aku dan Kak Brian sama- sama melirik benda persegi itu yang menampilkan nama Abel. Ah, Abel telepon.

Aku tersenyum pahit.

"Kak. Kayaknya ada yang harus kamu selesain dulu."

Hari itu aku kembali pulang sendiri. Masih dengan hati yang berkeping- keping.

🍙🍙

Darren

averine

usaha lo gagal ren|

✔️about kak brianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang