1.6

810 115 3
                                    

Aku tidak tahu harus apa kala Darren ngambek.

Kayak, beneran ngambek dianya. Gara- gara masalah weekend lalu, yang akhirnya aku berujung curhat ke Kak Will dan kabur ke apartemen tanpa pamit anak- anak Enamhari lainnya.

Bocah itu di chat nggak bales, nggak kasih kabar apapun, bahkan saat aku nanyain kepentingan kelas tamu antar fakultas.

"Darren," sapaku saat berhasil menemukannya di gazebo FK.

Well, FK sama FKG gak jauh sih lokasinya. Sama- sama dekat pintu gerbang salah satu perguruan tinggi negeri ini.

Darren malah buang muka.

"Kurang jago ngumpetnya," ujarku.

"Lo mah."

"Apasih?"

"Malah kabur kemaren. Dicariin tuh."

"Dih, salah siapa nggak ngechat gue?"

"Lo matiin Zenly kenapa?"

Aku meringis, seraya mencari alasan supaya bisa lepas dari cecaran Darren.

"Mana bisa gue kesana kalau lagi ada yang ribut?"

Darren mengangkat alis.

"Brian sama Abel maksudnya?—Ah iya sih gue juga pusing."

"Kaaan. Berarti bagus gue gak kesana."

"Nggak ah, gue masih ngambek lo kabur. Paling nggak pamit dulu, kek. Mana matiin Zenly, terus tiba- tiba udah di apart."

Aku lagi- lagi hanya bisa meringis. Entah kenapa timbul sedikit rasa bersalah ke Darren.

"Jadi, gimana mereka kemarin?"

"Oh. Ya, ribut."

"Gimana?"

"Gak tahu. Gue kabur beli Hokben."

Aku mendelik. "Yah. Nggak asik."

Darren hanya melirikku sebentar, lalu asik dengan partitur perkusinya sambil bertingkah seolah ia memukul drum.

"Lo ngapain, sih? Nunggu kelas?"

"Sok tahu. Gue lagi nunggu orang. Pas banget lo kesini, jadi gue nggak sendiri," ujarnya sambil tersenyum.

Aku mengangguk "Nunggu sia—"

Darren lalu melambaikan tangannya. Aku otomatis menengok dan memutuskan tidak melanjutkan pertanyaanku.

"Ren. Gue cabut, ya?" kataku sambil membereskan binder.

"AVE. DUDUK."

Aku hanya bisa mengacak rambut dan sepenuhnya pasrah. Bagaimana bisa aku seunlucky ini?

Tak lama kemudian, aku melihat pria itu duduk di sebelah Darren. Di seberangku. Ia tersenyum, sedangkan aku masih terpaku.

"Hai, Ave."

"Iya, Kak Brian."

"Mm—Darren, mana lirik lagunya?"

Darren lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari ransel jansportnya.

"Dah, ya. Duluan nih, mau kelas gue."

SUMPAH, DARREN. Aku menatap matanya yang tersenyum jahil dan membalasnya dengan senyuman yang aku paksa.

Awas aja ya bocah ini.

🍙🍙

✔️about kak brianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang