1.2

803 113 10
                                    

Aku dan dia saling menghindar. Kan, aku bahkan tidak bisa menyebut 'kami' atau 'kita'.

Aku cenderung memilih jalan memutar daripada harus berpapasan dengan pria itu. Ia sekarang ada di plataran perpustakaan dekat gedung rektorat dengan bass kesayangannya, dan aku melihatnya. Baru saja aku mau memutar balik, matanya berhasil menangkap pandanganku.

Ave, kalau kamu putar balik, kamu bakal di cap aneh. Let's do this.

Aku tersenyum, lalu mempercepat langkah. Sialnya, dia malah berhenti.

"Ave."

Aku menengadah.

"Hai," katanya.

"Iya."

"Sampai kapan?"

Aku menggeleng pelan.

"Nggak tahu, Kak."

💫💫

Aku bisa saja merutuki kebodohanku yang terlalu sering menutupi perasaan. Aduh, aku tuh kangen. Tapi aku malah kembali kecewa saat memergoki ia dan Abel tadi. Iya, alasan Kak Brian ke perpustakaan itu nyamperin Abel.

Aku jadi bingung sendiri.

"Menurut lo gimana?"

"Menurut gue, kalian kemakan gengsi tau."

"Ah elah."

"Ngalah dikit, sih."

"Tapi dia nyebelin."

Darren menghela nafasnya.

"He's fine without me," lanjutku.

"Jangan sok tahu."

"Itu fakta."

"Tahu darimana, Ve?"

"Iya, dia masih ketawa- ketawa aja, kan?"

"Nah kan cuma berasumsi. Sok tahu."

Aku mendengus kesal.

"Lo udah pernah chat lagi sama dia?" aku menggeleng.

"Ya ini, Ren. Masalahnya."

"Apa tuh?"

"Kak Brian bahkan gak pernah nanyain gue. Semenjak hari itu, dia nggak nahan gue. Sama sekali. Ngechat pun enggak. Yaudah, gue anggap dia letting go."

"Aih, si goblok. Yaa, masuk akal sih kalau lo begini sekarang."

"Iya kaan?"

"Eh. Tapi gue nggak membenarkan lo begini ya."

Aku kembali merengut. Dasar Darren, tidak mau kalah. Kesel.

"Masalahnya tuh ya—"

"Lo tuh sumber masalah, Ren."

"KOK GUE? DENGERIN DULU AVERINA."

Aku terkekeh. Mendengar Darren teriak dengan suara beratnya itu kocak banget. Bayangin, deh.

"Suasana latihan tuh jadi bedaaaa banget."

"Apa?"

"Aneh. Sendu. Menyedihkan."

"Gajelas lo, bocil."

"WEY. UMUR KITA SAMA."

"GAUSAH BASA- BASI CEPET CERITA." teriakku gemas.

Ya kalian bayangin aja ya, setiap Darren mau cerita tuh ada jeda semenitnya. Tarik nafas panjanglah , buang nafas di pelan- pelanin, minum, buka handphone. Gimana aku gak kesel sih?

"Ya lo tahu, Ve. Happy virusnya Enamhari kan Jae sama Brian. Briannya lagi jadi sad virus. Jae mau setengil apapun nggak ngaruh."

"Gitu ya?"

"Iya. Jadi sering ngejamming lagu sedih. Terus kemarin nulis lirik, tapi galau banget. Kayak lagi kesurupan."

Aku tertegun.

"Sebegitunya?"

"Ya kalau depan anak- anak sih, dia ketawa aja. Terus kalau si Abel lagi ikut ke studio, Brian juga keliatan happy- happy aja. But trust me, Ve, he is not."

"Ve. Ayo ke studio."

Aku tersenyum pahit.

"Enggak dulu, Ren. Makasih."

🍙🍙

✔️about kak brianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang