1.0

838 115 4
                                    

"Kak. Masih di Starbucks?"

"Iya nih."

"Bisa ke taman sebentar? Maybe we should talk."

🍙🍙

"Kamu dari tadi di sini?" aku mengangguk pelan sambil mengatur nafas yang masih agak sesenggukan.

"Sendirian?"

"Ada yang mau nyusul, tapi belum sampai."

"Kak."

"Iya?"

"Kita lagi nggak baik- baik aja, kan?"

Kak Brian membetulkan posisi duduknya. "Gimana, Ve?"

"Jujur, Kak. Kita lagi aneh banget kan?"

Ah, tidak pernah ada 'kita' bahkan.

"Iya."

"Masalah kita tuh sebenernya itu- itu aja, Kak. Aku bingung sendiri."

"I know, Ve."

Aku menarik nafas panjang.

"I am tired. Kalau kita jaga jarak dulu gimana?"

"Kamu.. mau udahan?"

"Bahkan gak ada yang diudahin, Kak. We're nothing. Jaga jarak aja."

"Aku gak bisa, Ve."

"Aku.. juga. Tapi aku rasa aku dan Kakak butuh waktu dulu."

Kak Brian mengusap tengkuknya dan saat itu juga perasaan bersalah menyelimutiku.

"Jangan lama- lama, ya?"

🍙🍙

"Aaaaaah sumpah gue bego banget!"

"Apalagi siiih?" Sekarang Darren lagi ada sama aku di parkiran mobil.

"Kenapa gue minta jauh- jauhan coba? Udah tahu gue bucin mulu," ujarku merutuki diri.

"Lagian. Dibilangin tunggu gue aja sih. Ngeyel."

"Huwee, Darren."

"Ini mau kemana enaknya?" kata Darren sambil memasang sabuk pengaman. Aku meliriknya sedikit.

"Terserah, yang penting nggak ada Kak Brian. Apalagi sama Abel. Ntar gue nangis."

"Yuk ke studio. Lagi pada ngumpul disana."

🍙🍙

"Veeeeeeee, donat," ujar Kak Jae begitu melihatku masuk ke studio. Mereka lagi jamming biasa. Semuanya lengkap kecuali Kak Brian. Syukurlah.

Aku memutar bola mata malas. "Ih gak peka banget sih Kak."

"Kenapa lo?" kali ini gantian Kak Will yang masih asyik dengan urusan keyboardnya menanyaiku.

"Lagi sedih aku tuh."

"Biasa, Brian."

"Ih iya, matanya sembab."

"Kak Jaeeee. Udah kek."

"Kenapa lagi?" kali ini Kak Samuel. Kalau Kak Samuel sih, benar- benar memberi image seorang kakak yang siap memukul orang kalau ada yang menyakiti adiknya.

Setelahnya aku benar- benar cerita semua detailnya. Dari bagian aku liatin Zenlynya Kak Brian, sampai aku nelfon Darren.

"Kok lo miris banget sih, Ve?"

"Iyaa kaan? Sedih kalo diinget- inget."

"Yaa jangan diinget- inget atuh."

"Yeu, Kak. Makanya Kak Jae, kasih tahu tuh temennya. Huft."

Keadaan jadi hening. Cuma ada suara kursi yang berbunyi karena dimainin sama Darren.

"Gini deh. Ayo taruhan sama gue," kata Kak Samuel tiba- tiba.

"Gak boleh ih. Dosa," sahut Kak Jae. Aku menatapnya tajam.

"Taruhan apa?"

"Ayo taruhan berapa lama dia betah jauh- jauhan sama lo. Paling ga nyampe sebulan, Ve."

🍙🍙


✔️about kak brianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang