Sepuluh menit telat dan lima belas missed call aku terima dari masing- masing Darren dan Kak Brian. Dasar manusia tidak sabaran.
Beruntungnya, waktu aku dan Mina masuk ke cafe, mereka baru saja naik panggung.
RALAT. Ini bukan cafe. Lantai satunya cafe, lantai dua nya semi bar, dan mereka tampil di bagian semi bar ini. Pantas saja Kak Brian betah nongkrong di sini.
Aku melambaikan tanganku ke Kak Brian yang tersenyum saat melihatku. Sayangnya, aku duduk di bagian belakang.
"Malam, semuanya. Kita Enamhari," sapa Kak Sam yang disambut oleh sorakan para pengunjung.
Baiklah, Enamhari memang sudah cukup dikenal, kan?
"Malam ini nggak ada sedih- sedihan dulu, ya. Party aja kita," sambung Kak Brian. YA KAN EMANG BAR BUAT PARTY.
Lagu pertama mereka itu Hunt. Aduh.
Aku benar- benar mau marah melihat Kak Brian dengan segala kegenitannya. Stage presence sih, TAPI YA TETEP AJA. KAN CEWEK- CEWEK JADI MODYAR.
Termasuk aku.
Khususnya di bagian rap.
Tidak baik untuk kesehatan.
Aku kesel banget saat beberapa perempuan di sebelahku mulai memuji Kak Brian. Awas aja.
Selesai manggung mereka langsung nyamperin aku dan Mina.
"Genit banget."
"KOK DIPUKUL."
"LAGIAN."
"KAN NAMANYA STAGE PRESENCE."
"Terserah."
"Kamu udah pesen minum?"
Aku menggeleng.
"Mau apa?"
Aku tahu ia menjerumus ke minuman beralkohol.
"Apa, ya? Nggak tahu."
"Wine aja? Aku samain juga."
"Silahkan."
Setelahnya ia berbelok ke arah Darren.
"Ren tolong pesenin wine, dua."
Aku ingin protes ke Kak Brian karena menyuruh Darren yang pesan. Seratus persen kemungkinannya Darren akan menolak karena ia adalah manusia paling malas di dunia.
"Oke," jawan Darren
Darren mau disuruh Kak Brian?? Udah gila.
"Mina, temenin gue ih," lanjutnya lagi sambil menarik lengan Mina.
"Eh, apaansi, Ren," tolak Mina. Tapi tetap saja ia kalah sama tenaganya Darren.
Di meja ini tersisa aku dan Kak Brian saja. Setelah Darren dan Mina berjalan ke mini bar, Kak Jae dan Kak Sam pergi menemui temannya, sedangkan Kak Will ke toilet.
Pria di sebelahku ini memutar handphonenya di tangan, lalu memainkan jemarinya.
"Aveee."
"Apa?"
"Capek."
"Sama. Ayo pulang."
"Bukan gitu. Hadeh. Pengen senderan, ya?" tanpa persetujuan ku, Kak Brian sudah terlebih dulu menyenderkan kepalanya ke bahuku.
There's butterflies in my stomach. Serius.
Ia juga menggenggam tanganku dan memainkan jemariku yang ukurannya jauh lebih kecil daripada miliknya.
Tumben banget Kak Brian clingy.
"What is it, Kak?"
"Apanya?"
"Kakak tumben banget clingy. Kenapa?"
Kak Brian nyengir. Sekarang dia angkat kepalanya lalu duduk menghadapku. Ia diam beberapa saat. Aku bingung.
"Ve. Pacaran yuk?"
Aku gantian terdiam. Cukup lama.
"Gak romantis banget kamu."
"Aaah. Ya udahlah, aku deg-degan ini."
Aku memutar bola mata. Padahal jantung sekarang udah nggak bisa diajak kompromi.
"Payah."
"Ih. Gimana?"
"Gimana apanya?"
"Mau nggak?"
"Apa?"
"Aveeeee. Jangan ngerjain aku gini."
"Ya apa, Kak? Orang aku nanya."
"Ayo pacaran?"
Aku terkekeh pelan, lalu menatapnya.
"Oke. Ayo."