Pagi ini cuaca di Daegu sangat cerah. Pemandangan yang indah dan udara yang segar selalu dinikmati Jennie selama satu bulan ini. Di halaman tempat yang ia tinggali saat ini sangatlah indah. Ia setiap hari melihat lapangan yang dipenuhi rumput dan pepohonan. Jennie selalu duduk di kursi rodanya sambil menikmati udara segar di pagi hari.Jennie senang tinggal disini. Ia merasa tenang dan nyaman. Walaupun ia harus di rawat oleh neneknya sendiri di hospice. Dan ia juga melihat banyak orang yang mengalami nasib sepertinya. Ia masih saja bersyukur pada tuhan karena ia masih bisa diberi kesempatan untuk pergi ke gereja setiap hari. Ia bersyukur masih diberi kesempatan untuk menghubungi orang - orang yang disayanginya.
Saat ini ia sedang menjemur dirinya di bawah sinar matahari pagi. Sekarang masih pukul 7 pagi. Dan Jennie saat ini sedang mengenakan pakaian khas pasien hospice. Ia menatap pemandangan yang ada di depannya. Lalu ia memejamkan matanya dan menghirup udara segar. Ia tersenyum dan masih saja memejamkan matanya.
"Halmeoni sudah tau jika kau akan berada disini saat ini" kata seorang wanita paruh baya yang membuat Jennie membuka matanya dan menoleh ke asal suara tersebut.
Jennie tersenyum menatap Halmeoni nya. Halmeoni Kim pun berjalan menghampirinya. Ia sangat menyayangi cucu semata wayangnya itu.
"Halmeoni, ada apa?" Tanya Jennie dengan suara seraknya dan wajahnya yang pucat. Bahkan pipi gembulnya sekarang sudah tidak ada. Yang ada pipi tirusnya dan badannya yang terlihat semakin kurus. Jennie juga menggunakan beanie untuk menutupi rambutnya yang mulai tipis.
"Ini sudah waktunya untuk memandikanmu. Ayo masuk ke dalam" kata Halmeoni Kim padanya dan tak lupa mengelus pipinya yang tirus itu.
"Jeje masih ingin disini" kata Jennie manja sambil mengerucutkan bibirnya.
"Mandi dulu sayang! Badanmu bau obat saat ini" kata Halmeoni sambil tersenyum kearahnya.
"Aku sudah mulai terbiasa dengan bau seperti ini. Waktu satu bulan membuatku terbiasa dengan semuanya" Halmeoni tersenyum masam mendengar jawaban dari cucu kesayangannya itu. Ia sempat marah pada Eomma Kim dan Appa Kim karena menyembunyikan semua itu padanya. Ia baru tau saat Jennie memutuskan untuk menjadi pasien di hospice nya. Saat mendengar itu, ia langsung pingsan. Ia tidak percaya sama semua ini. Ia sempat marah pada Tuhan karena mengapa ia memberikan cobaan yang berat pada cucu semata wayangnya itu. Kenapa tidak ia saja yang mendapatkan cobaan itu karena ia merasa sudah tua dan sudah saatnya meninggalkan alam semesta ini. Sedangkan Jennie hanya gadis remaja yang bahkan belum berusia 17 tahun. Ia merasa tuhan tidak adil padanya. Tapi Jennie meyakinkannya jika semuanya akan baik - baik saja. Jennie juga berbicara padanya agar tidak marah pada tuhan. Karena Jennie tau jika tuhan pasti memberi jalan yang terbaik pada setiap umatnya. Dan ia yakin jika semua manusia pasti juga akan kembali padanya. Ia juga yakin jika tuhan sangat menyayanginya. Oleh karena itu tuhan memberikan semua ini padanya.
"Tapi ini sudah waktunya untuk mandi sayang, setelah mandi halmeoni akan mengantarmu kesini lagi, bagaimana?" Bujuk Haelmoni Kim.
Jennie mendengus sebal. "Baiklah, Jeje akan masuk sekarang. Dan setelah mandi, Halmeoni tolong antarkan Jeje ke gereja saja. Jeje ingin berdoa dan berdiam diri disana"
"Iya sayang. Tapi nanti pukul 10 Halmeoni akan menjemputmu dan membawamu ke dalam kamarmu. Karena Dokter Lee bilang jika ia akan memeriksa kesehatanmu pukul 10 dan kau juga harus banyak istitahat" Jennie menganggukkan kepalanya. Ya itulah rutinitasnya selama disini. Ia suka dengan udara dan pemandangannya disini tapi ia benci jika harus berdiam diri di kamar dan meminum beberapa butir obat yang membuatnya mual.
"Baiklah, ayo kita masuk ke dalam!" Kata Halmeoni sambil mendorong kursi roda Jennie untuk masuk ke dalam hospice.
<><><><><>
Saat ini Jennie sedang berada di gereja. Ia sedang berdoa pada tuhan. Setiap hari ia bekunjung ke gereja. Ia selalu merasa tenang jika berada di rumah tuhan. Jennie memejamkan matanya dan mengepalkan kedua tangannya di depan dada.
Dan jangan lupakan ia masih berada di kursi rodanya. Kakinya akhir - akhir ini sangat sakit jika di gunakan untuk berjalan. Kakinya seperti ditusuk seribu jarum. Tapi ia tidak memperdulikan itu. Baginya, yang terpenting adalah bagaimana ia dapat membuat semua orang disisinya tetap bahagia tanpa mengetahui penderitaannya saat ini.
Jennie juga menggunakan pakaian khas hospice dan beanie nya untuk menutupi rambutnya. Wajahnya sangat pucat saat ini. Ia tidak tahu kenapa. Sebenarnya ia merasakan kepalanya sangat sakit. Tapi ia tahan karena ia masih ingin berada di gereja.
Rasa sakit di kepalanya mulai menjadi - jadi. Ia memegang kepalanya dan menundukkan kepalanya.
"Akhhh! Sakitt sekali! Kumohon! Ini sakittt!" Teriaknya tapi tak ada satu orang pun di dalam gereja.
Tak lama kemudian, badannya langsung kejang - kejang. Saat ini di gereja tidak ada orang. Ia tidak bisa melakukan apapun saat ini.
'Tuhan, kumohon! Jangan saat ini, beri aku sedikit waktu lagi' batinnya.
Brakk...
Ia terjatuh dari kursi rodanya dengan keadaannya yang masih kejang - kejang. Tidak ada seorang pun yang mengetahui keadaannya saat ini. Ia bingung harus bagaimana lagi.
Lalu cahaya masuk dari celah pintu yang terbuka.
"Omooo!" Teriak Halmeoni Kim yang berada di depan pintu.
Ia langsung berlari menghampiri cucunya yang kejang - kejang di lantai gereja. Setelah itu ia langsung mengarahkan kepala Jennie ke samping. Ia melihat mulut Jennie untuk memastikan tidak ada makanan di mulutnya. Halmeoni Kim langsung memeluknya dengan erat agar kejang - kejangnya bisa berhenti.
Beberapa menit kemudian, akhirnya kejang - kejangnya pun mulai berhenti. Halmeoni Kim berterima kasih pada tuhan. Selama satu bulan ini, ia sering sekali melihat cucunya itu mengalami kejang seperti ini. Ia sangat takut sekali jika tuhan mengambil cucunya darinya. Ia masih ingin menghabiskan masa tua nya dengan cucu kesayangannya itu.
Jennie menatap kearah Halmeoni Kim. Ia tersenyum padanya. Ia juga mengangukkan kepalanya untuk memberi kode bahwa ia baik - baik saja saat ini. Jennie melepaskan pelukan Halmeoni Kim.
"Ayo halmeoni bantu untuk duduk di kursi roda mu" kata Halmeoni lalu membantu Jennie untuk duduk di kursi rodanya.
Jennie mengalungkan lengannya pada leher Halmeoni Kim. Ia berusaha berdiri dengan sekuat tenaganya untuk berdiri. Sebenarnya tubuhnya sangat lemas saat ini. Tapi ia tidak ingin Halmeoni Kim semakin khawatir padanya. Kakinya sangat sakit sekali. Tapi ia tetap menahannya. Dan akhirnya ia sudah duduk di kursi rodanya yang 2 minggu ini sudah membantunya untuk berjalan.
"Ayo kita kembali ke hospice. Kau sudah di tunggu Dokter Lee" kata Halmeoni Kim dan Jennie hanya menganggukkan kepalanya. Lalu ia mendorong kursi roda Jennie untuk keluar dari gereja.
<><><><><>
Sorry for typo ;)
Chapter ini khusus buat kehidupan Jennie selama di Daegu. Gua uda kasi tau nih sedikit rahasia tentang Jennie hehe.
Jan lupa vote n komen yaaa
Luv u all🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed || NaJaemin
Fanfic[COMPLETED] Semuanya berubah, lo yang membuatnya berubah - najaemin.