Epilog

104 6 0
                                    

Beberapa bulan berlalu, namun Ben masih belum bisa melupakan Kania. Hari ini ia kembali berada di makan seorang wanita yang hampir menjadi istrinya, wanita yang membuat harinya semakin berwarna, wanita yang membuatnya benar benar merasakan arti kebahagian, tetapi wanita ini jugalah yang menamparnya dengan kenyataan bahwa semua mahluk hidup akan pergi untuk selamanya, meninggalkan semua yang mereka sayangi dan orang yang menyayangi mereka.

Sudah dua jam berlalu. Ben akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan makam Kania setelah mencurahkan segala keluh kesahnya. Yah, itulah yang selalu Ben lakukan setiap datang ke makan Kania, ia swlalu bercerita layaknya ia bercerita pada manusia yang masih hidup.

Saat ini Ben sudah sampai di rumahnya, ia masuk lalu kembali menutup pintu. Hari hari ia lalui dengan perasaan hampa, Ben yang dulunya ceria, selalu tertawa, dan menyapa seseorang dengan senyuman, kini hanya meninggalkan Ben dengan wajah datar, tanpa ekspresi, dan seperti orang yang sudah putus asa.

***

Mentari telah tertidur dan digantikan oleh bulan yang sekarang menyinari bumi

Tok tok tok

Ketukan pintu tersebut membuyarkan lamunan Ben
"Iya" jawab Ben dari dalam
"Ayah?" ucap Ben saat sudah membuka pintu
"Kamu sudah makan?" tanya Haerul
"Sudah yah" jawab Ben berbohong, ia bahkan belum menyentuh makanan sejak pulang dari makan Kania
"Baguslah, kamu jangan terlalu lama larut dalam kesedihan mu, banyak hal yang bisa kamu lakukan untuk melupakannya Ben" ucapan sang ayah hanya di balas anggukan oleh Ben
"Kalau begitu ayah pamit" ucap Herul lalu segera pergi dari situ. Ben hanya bisa terdiam menatap kepergian sang ayah.

Sinta akhir akhir ini selalu membawakan Ben makanan, ia tau jika Ben tidak lagi memasak sejak kepergian Kania, jadi ia membuatkan Ben makanan.
"Kalau kamu terus seperti ini, Kania akan sedih melihatnya" ucap Sinta yang saat ini sudah duduk di kursi ruang tamu rumah Ben. Saat ini jam sudah menunjukan pukul 07.00 malam

"Sebaiknya kamu pulang" ucap Ben pada Sinta. Sinta yang mendengarnya hanya bisa mengendus pelan lalu berdiri
"Kalau begitu aku pamit, itu makanan aku sudah buatkan untuk mu" ucap Sinta lalu pergi meninggalkan Ben sendiri.

Setelah kepergian Sinta, Ben hanya melamun
"Aku tidak bisa hidup tanpa mu Kania, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan tanpa diri mu" ucap Ben pada dirinya sendiri lalu mengacak rambutnya frustasi

***

K

eesokan harinya Sinta dan Romi sedang berada di dekat sawah
"Clara benar benar keterlaluan" ucap Romi pada Sinta(mereka jadian gays, eheheheh)
"Aku juga mikir gitu, dari awal aku udh bilang kalau ide dia itu benar benar buruk, tapi dia gak pernah mau dengar aku dan sekarang Kania udah gak ada karena aku gak bisa nahan dia waktu itu" ucap Sinta lalu segera menundukkan kepalanya
"Sudah, itu bukan salah mu, mungkin Tuhan lebih sayang kepada Kania" ucap Romi lalu segera menarik Sinta kedalam Pelukannya
"Tapi-" ucapan Sinta segera di potong oleh Romi
"Sudah sudah, sebaiknya kita ke rumah Ben sekarang" ucap Romi dan di angguki oleh Sinta lalu dengan segera sinta menyeka air matanya lalu berdiri.

Saat ini mereka berdua sudah berada di depan pintu rumah Ben

Tok tok tok

Entah sudah berapa kali Romi mencoba mengetuk pintu Rumah Ben, tetapi lagi lagi tidak ada yang menjawab
"Firasat gue gak enak" ucap Romi lalu segera mendobrak pintu. Percobaan pertama gagal, tetapi setelah kedua kalinya, Romi berhasil mendobrak pintu tersebut dan dengan segera mereka berdua masuk ke dalam

Sad Love [COMPLATED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang