(21)

90 7 0
                                    

"gak, Kania gak mungkin pergi, enggak!" Teriak Ben keras, lalu ia segera menarik kera baju dokter itu
"Lo dokter macam apa sih? Kenapa gak bisa nyelamatin orang? Hah?! Lo jadi dokter yang becus dong!!" Teriak Ben pada dokter itu, dokter itu hanya terdiam, ia tau Ben sangat terluka saat ini

"Ben, udah" ucap Romi mencoba menenangkan Ben
"Gak! Dia emang gak becus jadi dokter!" Ucap Ben sedikit teriak
"Ini rumah sakit, jadi tolong diam" ucap Dokter itu dengan wajah datar
"CK, dasar dokter gak guna" ucap Ben lalu meninggalkan dokter itu dan masuk ke ruangan Kania

Di sana sudah ada Kania berwajah pucat, bibir pucat, dan sudah ada suster di sana yang mulai melepaskan semua selang yang terhubung di tubuh Kania
"Maaf, bisa silahkan keluar, kami akan keluar dan memandikan jenazah saudari Kania" ucap suster itu

Ben hanya bisa diam, ia tak menggubris perkataan sang suster, ia tetap memandangi wajah wanita yang sangat ia cintai, perlahan air matanya mulai berjatuhan, dan semakin deras. Suster yang melihat hal itu, segera keluar dari ruangan itu dan memberi kesempatan Ben untuk melihat Kania sebelum di mandikan.

"Sus, teman saya di mana?" Tanya Romi pada suster yang baru saja keluar
"Oh, dia ada di dalam, mungkin kita biarkan dia berdua dengan jenazah saudari Kania" ucap suster lalu segera berlalu
"Aku nyesal gak bisa berhentiin Kania waktu itu" ucap Sinta lalu tertunduk
"Gak usah nyalahin diri Lo, Lo gak salah" ucap Romi lalu mengelus pundak Sinta

"Aku salah Rom, aku gak berhasil nyelamatin dia" ucap Sinta lalu segera memeluk Romi secara refleks. Romi yang awalnya terkejut langsung menetralkan keterkejutannya lalu membalas pelukan Sinta. Sinta yang sudah menangis semakin mempererat pelukannya
"Lo gak salah, okey" ucap Ben lalu mengelus rambut Sinta.

***

Hari ini adalah hari pemakaman Kania. Setelah Kania di kuburkan, satu persatu orang mulai pergi, menyisakan orang tua kania Ben dan juga sahabat Ben
"Maaf tante, saya belum bisa jaga Kania sampai hal ini terjadi, saya benar benar bodoh" ucap Ben kepada ibu Kania
"Ini mungkin memang sudah takdir Tuhan, kamu gak boleh nyalahin diri kamu, walau saya masih gak rela anak saya pergi, tapi saya percaya Tuhan lebih sayang sama dia" ucap Ibu Kania pada Ben

Beberapa Menit kemudia, orangtua Kania pun berpamitan dengan Ben dan pergi meninggalkan makam itu
"Ben, kita pulang yah, kamu belum makan dari pagi" ucap Romi
"Iya Ben, aku aja yang udah makan udah lapar lagi, kamu gak lapar apa?" ucap Boby yang langsung mendapat tatapan sinis dari Sinta dan Romi

"Kalian deluan aja, gw masih mau di sini" ucap Ben
"Gak, kami bakal nemenin kamu" ucap Sinta
"Iya, kami bakal nemenin kamu sampai kamu balik" sambung Romi
"Kalau begitu kita balik sekarang, ini udah mau malam" ucap Ben dan di angguki oleh ketiga temannya

Akhirnya mereka berempat meninggalkan makam Kania. Ben tak henti hentinya mengeluarkan air mata, walau tanpa suara, tetapi sakit yang ia rasakan begitu dalam. Romi yang menyadarinya hanya bisa mengelus pundak Ben
"Yang sabar yah" ucap Romi dan di angguki oleh Ben.

Akhirnya mereka sampai, di rumah Ben, lebih tepatnya rumah Ben dan Kania, tetapi sekarang hanya akan menjadi milik Ben. Sahabat sahabat Ben pun berpamitan dan akhirnya pulang. Ben hanya bisa duduk dengan tatapan kosong, dan tak lama kemudian sebulir air mata kembali jatuh dan membasahi pipinya

Mengingat rumah ini begitu banyak kenangan dirinya bersama Kania, tenda yanh di pasang untuk acara pernikahan mereka, kini berubah menjadi tenda untuk acara pemakaman Kania.

The end

Tbc
.

.

.

Haiii, eheheh jadi inilah. Jangan bully aku, ini emg udh gini endingnya eheheh... Tunggu chapter berikutnya:)

-Maaf jika Ada kesalahan kata/kalimat
-Jangan lupa Voment

~Terima kasih sudah membaca~

Sad Love [COMPLATED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang