4 ▪︎ Dia punya kekasih

1.5K 395 74
                                    

Seharian sudah berlalu, tetapi ava masih saja mengingat sosok abinara. Guru pujaannya yang hampir mirip dengan pangeran philipnya itu. Sepulang sekolah ava membaringkan dirinya dikasur sambil memainkan gadget kesayangannya. Jemari mungilnya sibuk mencari - cari nama medsos abinara.

"YES, KETEMU!" Teriakan ava yang antusias memenuhi antero kamarnya.

Ava sangat senang sekali ketika menemukan usernamenya: ab_nara53. Lalu ia memfollow dan melihat semua postingan abinara. Sampai detik menghentikan jemarinya disalah satu unggahan dengan caption " Miss u shilla ♡". Ava mengerutkan bibirnya dan berusaha menghibur hatinya yang seketika terpotek-potek.

Sebuah sajian kata dari abinara yang terlalu merindukan gadisnya itu. Lantas ava berpikir sendiri!

"Nggak sebanding dengan gue yang cupu. Sementara cewek itu hampir sempurna, wajar lah abinara suka, shilla cantik banget." Ucap ava tanpa bosan menatap foto kekasih gurunya itu.

"Jadi, gini rasanya. Belum apa-apa aja udah bertepuk sebelah tangan." Ava menghembuskan nafasnya panjang. Ia berusaha mengusir bayangan wajah abinara yang masih saja konsentrasi mengembara dipikirannya.

"Kenapa gue bisa sesuka ini sih sama dia! sementara kan baru ketemu dua kali."

"Apa iya, gue jatuh cinta sama dia?" Ucap ava memenjamkan matanya dan terus wara-wiri meja belajar-kasur , meja belajar-kasur.

Sedetik tadi hatinya berada di fase down karena nyata nya sudah ada gadis yang mengisi hati abinara. Namun ava tidak memberi ruang dihatinya untuk membenci sang guru.

Ava menghela kusut, meratapi wajah kembaran pangeran philipnya itu. Gadis itu senyum-senyum sendiri seperti orang yang tidak waras. Ava memang selalu tidak konsisten, baru saja ia merasa sedih sekarang sudah mesam-mesem. Sepertinya gadis itu pengidap mood swing.

"Ava, sadar dong!" kata ava menepuk wajahnya.

"Ini semua nggak bagus buat sekolah lo! Abinara itu guru lo! dan itu semua jelas salah."

"Masa iya, lo suka sama guru lo sendiri?" Ucap ava sendiri yang terus mondar-mandir didepan kasurnya.

"Perasaan ini cukup berhentinya di gue aja."ava mencoba menyelaraskan hati dan pikirannya dengan bermeditasi memegangi kedua pelipisnya.

"Tapi-- nggak salah kali ya kalau gue suka sama pak abi. Trus gimana kalau pak abi tau?" Ava komat kamit sendiri dikamarnya hingga akhirnya ia melemparkan tatapannya keluar jendela.

****

Hari kedua disekolah, ava lebih awal mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Ia ingin terus membiasakan diri sejatinya murid disiplin. Leon pun senang melihat perubahan kakaknya yang sudah tidak terburu - buru lagi.

Ava sibuk mencari kedua sahabatnya tia dan sony. Setelah menyusuri seluruh koridor sekolah lalu pandangannya terhenti dibangku taman.

Ava tersenyum licik. Ia bisa memastikan misinya kali ini bukan seperti kisah tom yang menjahili jerry tapi selalu gagal. Ava nggak bisa ngebayangin kalau misinya itu bakal senjata makan tuan. Ava merinding sendiri. Ia harus mengendap-endap seperti maling dan memastikan derap kakinya tidak kedengaran.

PRAAKK

Ava mengoncangkan punggung tia dengan teriakan kencangnya. Tentu itu berhasil membuat sony dan tia terperanjat bersamaan. Ava tidak mempedulikan ekspresi kedua sahabatnya itu.

"Huh! gue cariin kemana - mana ternyata lo berdua disini!" Ia terbahak leluasa dengan berkacak pinggang melihat wajah lucu kedua sahabatnya itu.

"Lo, ngagetin gue aja! Arwah gue hampir terbang!" Sony menatap sewot ava.

"Aorta gue hampir copot!" Tia dengan lebay memegangi tengah dadanya.

Ava sama sekali tak menghiraukan perbuatannya itu. Ia kembali berucap pada sony dan tia dengan santai.

"Lo berdua ngapain si!" Tanya ava berlagak impulsif. Lalu mendorong kasar tubuh sony makin kepinggir dan hampir saja terjatuh. Ava mengambil posisi duduk ditengah.

"KITA LAGI BACA BUKU!" Sahut tia dengan wajah yang masih kesal.

"Gawat! Gawat! Gawat!" Sony berdiri dan seliweran di depan ava dan tia.

"Lo kenapa ?" Tanya ava heran.

"Lo tau nggak va! ada kabar mistis dari kelas sebelah." Sony berkata dengan mata dan wajah yang berat.

Ava mendongak tak percaya mendengar ucapan sony yang absurd.

"Jadi gini va! kata kelas sebelah, guru seni itu horor habis. Kata mereka, kalau dikelas pak abi mirip arnold terminator wajahnya datar dan nggak ada senyum.

"HA?" Ava melotot setengah percaya.

"Masa iya pak abi gitu?"

"Tapi nggak apa-apa, yang penting ganteng." Tanpa ia sadari sony dan tia melongo tak percaya mendengar pengakuan ava.

"What?" Ucap tia dan sony bersamaan.

"Bukan gitu gengs! Tadi gue bilang cowok yang lewat barusan ganteng, Hehehe." kata ava gugup mencoba berusaha meyakinkan kedua sahabatnya itu.

"Astaga! hampir ketahuan." Decak ava dalam hati.

"Masuk kelas yuk! Bentar lagi kelasnya pak abi! Gue nggak mau telat masuk danger zone!   Sony tidak ingin mencari masalah dengan guru seni nya yang baru.

Ava dan tia saling menatap lalu tertawa bersama melihat kemelut di wajah sony.

Mereka bertiga berjalan menuju kelas. Baru saja ava membuka tas nya, Ia tersentak kaget setelah mendapati lipatan kertas dengan tulisan bercak darah "Surprise". Ava melempar kertas itu kelantai.

Bagaimana bisa kertas itu ada didalam tasnya. Sony dan tia mendekap ava, mereka tampak bingung melihat kejadian aneh itu.

Detik berikutnya sony mengambil kertas yang terjatuh dilantai. Perlahan, dia membuka lipatan kertas itu. Sony semakin geram lalu memukul meja. Dia memandang tajam satu - persatu murid dikelasnya.

"Siapa yang berani ngelakuin ini?"Gertak sony.

"NGAKU LO SEMUA! Atau nggak, gue laporin kepala sekolah!" Rahang sony mengeras, wajahnya memerah. Sejenak, ruangan kelas itu dikuasai amarah sony.

"Son, bukan kita pelakunya. Kita nggak  mungkin neror ava kayak gitu. Ava udah satu kelas sama kita dari kelas X." Ujar seorang murid perempuan.

"Iya son!" semua murid dikelas itu sependapat kalau pelakunya bukan dari kelas mereka.

Ava mendekati sony, mencoba menenangkan amarah temannya itu.

"Udah son, gue nggak apa - apa kok. Gue percaya sama mereka semua. Mungkin diluar sana ada yang nggak suka sama gue."

Sony menuruti perkataan ava, dia paling tidak suka kalau ada yang ganggu kedua sahabatnya itu. Untuk pertama kalinya dalam hidup sony menggertak dan marah seperti itu.

Tapi, ada yang aneh dengan tia. Ia terlihat santai, wajah nya sepertinya menyukai ancaman itu. Ia sedikit menyunggingkan senyum jahatnya. Tak ada yang bisa menebak apa arti dibalik senyum tia.

Ava membuang kertas itu ke tempat sampah. Tidak jauh dari kelasnya seseorang juga sedang tersenyum. Bisa dipastikan itu adalah silvi.

"Kejutan pertama" silvi tersenyum culas.

Silvi mengambil ponselnya. Lalu menelpon seseorang.

"Beres!"

"Ok!" Lawan bicara silvi menjawab singkat lalu menutup telponnya.

Sementara ava masih berpikir keras tentang kejadian itu. Akhir - akhir ini ia merasa sedang diawasi seseorang. Tapi ava memilih untuk tidak memikirkannya lagi.

HEARTIESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang