15 ▪︎ Simpanan Papa

1.2K 384 114
                                    

Ava menghempaskan dirinya diatas kasur, kedua bola matanya menatap kosong langit - langit kamar. Sejenak ia termenung, ada apa sebenarnya dengan abinara.

kling,

Ava melirik layar ponselnya. Sebuah pesan dari nomor baru.

"Nomor siapa ini?" Ava mengernyit.

0811-12-7xxx : "hai va! ini gue reno."

Ava menghela nafasnya geram. Emosinya memuncak membaca isi pesan itu.

"Dia tau nomor gue dari siapa?"

Gadis itu memilih untuk tidak membalas pesan dari reno. Membalas pesan dari seorang yang dibencinya adalah sebuah kesalahan.

"Ngapain gue tanggepin pesan dari dia. Bikin stress!" Ava meletakkan ponselnya diatas nakas. Ia membersihkan diri dan bersiap untuk tidur.

Selang beberapa jam ava memejamkan matanya, tiba - tiba ia terbangun. Kaca jendela kamarnya pecah. Sepertinya seseorang sedang melempar sebuah batu.

Ava melompat dari kasurnya. Ia sangat takut, kedua orangtuanya belum pulang. Lagi - lagi ada yang menerornya.

"Siapa si lempar batu kekamar gue!"

"Jangan - jangan ada maling! Atau hantu!"

"Ihhhh serem! Gimana ini! "

Ava masih berkutat didalam selimutnya.

"Tapi kalau maling, nggak mungkin dong mecahin kaca! Kan bisa ketahuan!"

"Kalau hantu,--- ava bergidik ngeri.

"Nggak mungkin hantu! Hantu kan nggak bisa megang batu."

"Gue harus cek!"

Dengan berani ia berjalan perlahan mengintip keluar jendela. Ia harus memastikan siapa yang melempar batu ke jendela kamarnya. Ini sudah lewat larut malam.

Ava sedikit mengintip dari sudut jendela.

"Nggak ada siapa -siapa." Gumam ava.

Setelah ava memastikan tidak ada orang diluar, ia berlari kekamar lain menemui mbok sri. Disana ia menceritakan kejadian horor itu. Lalu mereka berdua menuju kamar leon. Lemparan keras itu sama sekali tidak mempengaruhi tidur leon. Yang ada suara ngorok nya lebih besar dibanding pecahan kaca jendelanya.

"Neng, kita lewat pintu belakang aja." Bisik mbok sri.

"Ngapain mbok?" Balas ava perlahan.

"Kita harus pastiin neng, siapa tau yang lempar batu itu masih ada diluar atau nggak."

"Nggak ah! Takut!" Ava gugup.

"Aku mau telpon papa mbok."

"Jangan neng! Nanti bapak makin khawatir."

"Trus gimana?" Ava menggerak - gerakkan tangannya yang terus gemetar.

Mbok sri menarik tangan ava.

"Nggak usah takut neng. Ayo!"

Ava dan mbok sri mengerjap perlahan. Kini mereka berdua ada di samping rumahnya. Sedang mengintip.

Didepan pintu rumahnya ada seorang wanita hamil. Wanita itu menangis, ia mengepal tangannya dan tampak marah.

"Mbok, itu siapa?" Bisik ava perlahan.

"Saya juga nggak tau neng. Belum pernah lihat!"

"Apa kita samperin aja? Serem tau mbok! Ada ibu hamil, jam 1 pagi berdiri didepan pintu kita." Ava menaikkan alis matanya.

HEARTIESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang