"Selamat pagi embun di hati." Ivan sedang menggoda ava dengan kacamata yang masih menempel diatas kepalanya.
"Pagi." Ava membalas dengan seulas senyum singkat.
Ava meletakkan tasnya. Mata gadis itu memandangi satu persatu teman kelasnya.
"Tia belum datang?" Tanya ava lalu menyodorkan bekal nasi goreng kesukaan sony.
"Hu! Tia, tia, tia aja yang dicariin." Keluh
Sony."Nona tia belum datang." Ujar ivan.
"Tia belum datang? Apa mungkin? Cewe yang bareng silvi tadi tia? Astaga! Mikir apa sih gue?" Ava mencoba untuk tidak menghiraukan kecurigaan dalam pikirannya.
"Good morning!" Pekikan suara tia memenuhi ruangan kelas.
"Suara nona tia makin hari makin keras sekali, nona tia makan toa kah?" Candaan ivan membuat semua murid dikelas itu menertawakan tia.
Tia merengut kesal. Ia pastikan sebentar lagi ivan pasti dapat balasan yang setimpal.
"Eh kembaran kadal! Pulang sekolah, mending lo maskerin tu muka pakai bengkoang, biar putihan dikit!" Celoteh tia.
"Begitu ya? Tapi beta punya muka tidak bisa putih lagi." Ivan menepuk - nepuk wajahnya. Bukannya sakit hati dengan ucapan tia, ivan justru mengajak teman sekelasnya untuk tertawa.
"Pak abi datang, pak abi datang." Seorang murid terbirit - birit memasuki kelas. Seluruh murid menghentikan tawanya dan mempersiapkan diri menyambut kehadiran guru seni idola semua kaum hawa di sekolah alfa.
"Hm. Lo nggak butuh nitrogen tambahan kan? Bentar lagi pangeran lo datang." Tia mengedip menggoda ava.
"TIA!" ava mencubit lengan tia.
Tia meringis kesakitan, tapi tatapannya ke ava tidak tertebak sama sekali. Tidak ada yang tau sebenarnya tia teman atau musuh untuk ava.
Pagi itu suasana hati ava campur aduk. Kacau, sedih, malu dan bahagia.
"Kenapa gue jadi aneh gini sih! Ava! Lo harus santai! Lo nggak boleh ingat kejadian kemarin." Ava sedang berusaha mengendalikan pikirannya.
Sesaat kemudian, suasana diruangan kelas seketika hening. Terbius oleh aura pria berpostur tinggi dengan menyandang gitar flamenco disalah satu pundaknya.
"Bohong banget kalau gue nggak suka sama lo." Decak ava dalam hati.
"Pagi semuanya." Sapaan dari abinara memang terdengar dingin, tapi telinga semua siswi kecanduan dengan suara guru pujaan mereka itu.
"Pagi pak abinara milson." Semua murid menyahut dengan nada yang seirama. Tidak terlalu keras, tidak juga terlalu tinggi. Porsinya pas!
Abinara hanya membalas dengan seulas senyum tertutup.
Jika semua murid dikelas itu sibuk mempersiapkan peralatan tulis mereka, berbeda dengan ava. Sejak tadi ia sudah mempersiapkan semuanya, termasuk hatinya.
Ava menggerai rambutnya sedikit kedepan, meletakkan kedua tangannya diatas meja lalu fokus memandang kedepan.
Mungkin dulu abinara tidak terlalu memperhatikan siapa saja murid dikelas yang tidak hadir, tapi sekarang yang dilakukannya adalah berdiri melihat satu persatu anak didiknya. Hingga akhirnya, mata abinara berhenti pada murid yang duduk di bangku depan dibarisan tengah kelas.
Ketika pandangan mereka berdua bertemu, ava mengedipkan sebelah matanya. Sepertinya ava sudah hilang akal. Apa yang sedang dilakukan gadis itu?
"Astaga! Gadis ini!" Pikiran abinara meronta menerima kelakuan ava. Sungguh diluar ekspektasi. Abinara langsung mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEARTIEST
Novela JuvenilFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA !! Mengenal mu, rasanya seperti mematahi segala kabutku. Kau berhasil mencuri gulitaku dan menggantinya dengan sepotong awan putih dibahuku. Suka duka dunia seorang siswi mood swing bernama Ava namira si mikrobiolog, juga...