16 ▪︎ Tujuh Detik

1.1K 358 109
                                    

Reno berjalan ke arah meja belajar disudut kamar tidurnya. Sedetik dia mengingat semua kenangan nya bersama ava. Senyum simpul reno terukir disudut bibirnya. Dia membuka laci mejanya, disana masih tersimpan puisi - puisi dari ava. Bahagia dan sedih beradu dihatinya.

Sejenak reno mengingat masa pacaran mereka. Walau ava terbilang gadis yang cuek, tapi selama pacaran ia selalu memberi kejutan yang istimewa pada reno. Mereka berdua memang berbeda. Reno bukan pria romantis, dia misterius dan susah ditebak. Sementara ava adalah makhluk bentala yang romantis. Walaupun nggak setiap saat, tapi perlakuan manis dari gadis itu membuat seorang reno arez menjatuhkan hatinya pada ava.

"Lo masih ingat nggak va, pertemuan pertama kita. Lo marah - marah karna gue nginjak tali sepatu lo. Sampai headphone, lo tarik dari leher gue. Tapi saat itu gue nggak peduli sama lo, trus lo lempar sepatu ke kepala gue. Cuma lo va, yang berani ngelawan gue, sampai akhirnya gue jatuh cinta ke lo. Gue nggak pernah ngaku! Gengsi! Tapi lo tau tentang perasaan gue, dan lo terima gue. Tapi----"

Reno menghela berat.

"Semua kenangan itu seperti mimpi dalam mimpi, seperti khayalan dalam khayalan."

"Maafin gue va!"

"Perasaan gue ke lo masih sama. Sayang! Nggak bisa berhenti. Gue tersiksa va. Cuma bisa memandang lo tanpa menyapa. Di mata lo, gue itu udah mati!"

Bagi sebagian laki - laki, menangis adalah gengsi. Tapi reno arez yang banyak diidolakan adik kelas itu menepis kegengsiannya. Reno menyeka airmatanya. Sekarang dia ingin memperjuangkan ava lagi, tapi sepertinya susah. Seperti induk gajah masuk lubang jarum. Mustahil!

"Gue bakal berjuang lagi buat dapetin lo va. Gue nggak peduli, kalau lo nolak gue berkali - kali." Janji reno.

****

Seorang dokter tersenyum menyapa abinara.

"Hari ini abinara sudah boleh pulang."

Kedua orangtuanya terlihat bahagia mendengar ucapan dokter. Begitupun dengan abi. Selama dua hari dia tersiksa dengan aroma rumah sakit yang begitu menyengat hidungnya. Abinara juga seorang hiperosmia.

"Hasil lab nya akan keluar dua hari lagi." Dokter itu menambahkan.

"Trimakasih dok!" Cipto dan sukma bersamaan membungkuk 30 derajat. Menunjukkan rasa trimakasihnya ala jepang.

"Sama - sama!" Sahut sang dokter. Aneh nya si dokter juga ikutan membungkuk.

Abi hanya memandangi dengan heran. Bisa - bisa nya si dokter terkena bius kedua orang tuanya.

"Ini indonesia bukan jepang." Sindir abi.

"Campur sari dua tradisi itu bagus, kalau digabungin pasti nikmat." Cipto selalu tak mau kalah dengan anaknya.

Abinara bingung mendengar ucapan ayahnya yang nggak nyambung.

"Nikmat apaan?" Gerutu abi dalam hati.

"Kenapa bokap gue jadi makin aneh sejak masuk rumah sakit kemarin?" Abi mengusap kasar wajahnya.

Satu jam kemudian mereka meninggalkan rumah sakit dan menaiki sebuah taksi.

Diperjalanan menuju rumah, abi menatap tiap ruas jalan dari kaca taksi. Selang beberapa menit pandangannya terjatuh pada gadis yang sedang melintas perlahan di trotoar jalan. Gadis itu masih memakai seragam sekolah dan melangkah lemah tak bertenaga. Sepertinya abi mengenali gadis itu.

"Ava?" Decak abi heran.

"Ngapain dia? Ini kan bukan jalan ke rumah dia."

Abinara ingin memastikan kalau itu adalah ava.

HEARTIESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang