17. Berantem

400 55 10
                                    

Meda memasuki rumahnya dengan wajah dingin dan datarnya.

"Kak Meda!" Meda menatap adiknya yang berlari menghampirinya.

Gadis kecil itu berdiri didepan kakaknya dengan senyum yang mengembang.

"Kenapa muka kakak sedih?" tanya Rere pada Meda.

Meda membungkukkan badannya, lalu mengusap rambut adiknya lembut. Ia hanya diam dan tersenyum.

Meda kemudian beranjak pergi menuju kamarnya.

"Meda!" sebuah suara membuat Meda kembali menghentikan langkahnya.

Ia menghembuskan nafas beratnya, melihat Ayahnya yang menatapnya tajam.

"Dari mana kamu jam segini baru pulang?" 

Meda menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam.

"Kerja kelompok." jawab Meda singkat.

Meda memang tidak bohong ia tadi memang ada kerja kelompok dadakan hari ini.

"Jangan bohong kamu!"

"Gak." jawab Meda lalu pergi begitu saja, membuat Ayah Meda hanya geleng kepala.

🏐🏐

Jam menunjukkan pukul 11 malam, Meda masih berbaring dikasurnya, menatap langit-langit kamar sejak tadi.

Matanya tak kunjung terpejam, fikirnya berkelana pada kejadian tadi siang.


Maaf -maaf  gue gak sengaja.

Tanpa sadar Meda menyunggikan senyumnya.
Suara familiar yang jujur Meda rindukan. Mungkinkah ia menyesal?. Entahlah, jika ditanya soal perasaan ia tak tau, karena ia tak pernah merasakan bagaimana jatuh cinta.

"Gue kangen lo Hil." ucap Meda sembari menatap langit-langit kamarnya.

🏐🏐

Hilda memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang ditaman yang ia kunjungi bersama Gibran.

"Kenapa cuma pilih taman?" tanya Gibran pada Hilda.

"Gak papa, lagi pengen aja." jawab Hilda dengan senyumnya.

"Ouh" jawab Gibran lalu terfokus pada ponselnya.

Suara notif pesan membuat Hilda membuka ponselnya. Sebuah pesan dari Nikma membuat ia mengerutkan kening.

Lihat gue bahkan masih chatingan ma dia!.

Hilda langsung membuka screenshot chatingan Nikma dengan Gibran.

"Gibran" panggil Hilda menahan gemuruh didadanya.

"Hmm" jawab Gibran dengan deheman lembut.

"Kamu, chatingan sama siapa?" tanya Hilda berusaha tegar.

"Temen." ujar Gibran singkat.

"Cewek?" tanya Hilda sembari mengigit bibirnya.

Gibran yang tersadar langsung menatap Hilda tajam.

"Kamu gak percaya sama aku?" tanya Gibran masih menatap Hilda tajam.

Hilda hanya bisa menggigit bibir bawahnya.
"Aku gak bermaksud kayak gitu."

"Ya terus kenapa tanya-tanya?, pertanyaan kamu yang kayak gitu sama aja kamu negatif tingking sama aku." Gibran tersulut emosi

HILDA & MEDA{✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang