EPILOG

680 48 7
                                    

Hilda menulusri koridor sekolah untuk menuju kelasnya. Setelah 4 bulan berlalu akhirnya ia sudah sah menjadi murid kelas 11 sekarang, dan lebih menyenangkan lagi ia sekelas dengan Meda. Matanya terus menelusuri keadaan sekitar, berharap menemukan Meda disekitar sini. Pagi ini wajah Hilda nampak tak bersemangat sama sekali. Pasalnya Meda sama sekali tidak membalas satupun pesan yang ia kirimkan. Alasan Hilda mencari Meda hanyalah ingin menunjukkan bahwa ia marah.

"Cari gue?" sebuah suara membuat Hilda terkejut.

Hilda sontak membalikan badannya, menatap cowok jangkung didepannya. Matanya memandang Meda tajam, seolah mengajak manusia es itu berperang.

"Gak." jawab Hilda dingin. Meda tersenyum manis.

"Kenapa?" tanya Meda lembut.

"Kenapa apa sih gak jelas!!"

"Kenapa pagi-pagi dah sensi?" tanya Meda membuat amarah Hilda kembali naik.

"Pikir sendiri!!" jawab Hilda lalu pergi begitu saja meninggalkan Meda.

Meda tersenyum menatap Hilda yang tampak menggemaskan ketika mara

"Lucu." ujar Meda dengan senyumnya.

🏐🏐

Waktu istirahat telah tiba, terlihat siswa-siswi yang mulai berhamburan keluar kelasnya. Hilda hendak beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan kelas, tetapi Meda berdiri didepan meja Hilda dengan kerutan kening.

Hilda menatap Meda tajam. Sebenarnya Hilda tidak hanya marah karena chatnya yang dianggurkan.  Tapi memang terkadang manusia es ini sangat menyebalkan. Setelah Meda salah, ia pasti tidak akan mengakui atau sekedar mengatakan maaf.

Hilda memutuskan kontak matanya, memilih segera menuju kantin.  Ia berjalan bersama Clara tanpa menghiraukan Meda sama sekali.

Diambang pintu kelas, Hilda terhenti. Tangannya merasakan cengkalan seseorang. Ia membalikkan badannya, menatap cowok jangkung didepannya.

Meda tersenyum melihat Hilda yang menatapnya tajam.

"Lepasin!" ujar Hilda membuat Meda melepaskan cengkalan tangannya.

Hilda membalikkan badannya, hendak melangkah keluar kelas bersama Clara. Baru satu langkah ia beranjak, pintu tertutup secara tiba-tiba.

Hilda berbalik menatap Meda tajam, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum santai.

"Mau lo apa sih?" tanya Hilda menahan emosinya.

"Kenapa Marah?" tanya Meda lembut.

"Gue jelasin juga gak bakal ngerti!" jawab Hilda ketus.

"Maaf." Meda menatap Hilda lembut, matanya memancarkan ketulusan.

Hilda merasa iba. Namun ia hanya terdiam.

"Maafin gue. Gue emang salah!" Meda masih menatap Hilda. Sedetik kemudian Hidla mengulurkan tangannya.

"Damai?" tanya Hilda dengan senyumnya. Meda menyambut uluran tangan Hilda. Mereka saling menatap satu sama lain, sampai akhirnya melepaskan genggaman mereka.

Semua siswa yang masih ada dikelas menatap meraka iri. Mereka masih memperhatikan drama dadakan yang terjadi di kelas meraka.

HILDA & MEDA{✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang