7. Who is she?

554 62 14
                                    

Pagi ini Hilda begitu menikmati perjalanan menuju sekolah. Ia memutuskan untuk berangkat lebih pagi bersama Gibran menggunakan motor. Sang surya bahkan baru saja terbit, membuat sinar hangatnya menyapa orang-orang di pagi ini.

"Gibran!" panggil Hilda sambil membenahi helmnya.

"Apa?"

"Menurut lu gue bakal berhasil gak dapetin Meda?"

"Ya bisa aja, asalkan lu kuat, karena sedingin dan sekeras apapun es dia pasti juga bakal cair!" jawab Gibran yakin

"Tapi kalau Es yang satu ini gak bisa cair gimana?" Hilda bertanya.

"Mana ada es gak bisa cair. Kalau lu gak bisa cairin dalam waktu satu jam, ya satu hari, gak bisa satu hari ya satu bulan, gak bisa satu bulan ya satu tahun. Semua Es itu pasti cair, cuman ya ada waktunya masing-masing."

"Tapi tuh kutub Utara ma Selatan juga sampe sekarang gak cair-cair."

"Emang lu mau kiamat sekarang?"

"Ya enggaklah, gila aja, gue bahkan belum cairin manusia es, masa kutub Utara ma Selatan mau cair duluan."

"Nah tuh tau. Mangkanya lu tuh belajar dari matahari, dia aja rela nunggu kutub cair. Sabar dan terus bersinar sampe nantinya dua kutub itu bakal cair seiring berjalannya waktu. Sama kayak lu yang nunggu Meda peka, terus jadi matahari dia sampe es dalam dirinya cair karena lu."

Hilda tersenyum sumringah. Mungkin Gibran benar tak ada salahnya belajar dari matahari.

"Gimana hubungan lu sama kak Nikma?" Hilda mulai mengubah topik pembicaraan.

"Gak gimana-gimana."

"Bukannya dia suka sama lu, kenapa lu gak buka hati buat dia?"

"Gue kan dah pernah bilang, kalau gue punya gebetan, gue tuh sukanya yang kalem-kalem."

"Fadila maksud lu?."

Fadila Widia Iswara, cewek yang sedang dekat dengan Gibran selain Nikma. Dia tipikal yang kalem, tapi periang.

"Gue sih dukung apa keputusan lu aja. Tapi ya paling engga lu pilih lah salah satu, kasian kan perasaan cewek lu gantungin. Gue juga gak belain siapa-siapa kok, karena kak Nikma maupun Fadila itu sama-sama temen gue."

"Iya tau."

Obrolan mereka berakhir ketika telah sampai diparkiran sekolah.

Hilda turun dari motor, namun matanya dibuat tak percaya ketika melihat Meda yang memboncengkan seorang gadis.

Bunyi mesin motor terhenti tepat disampingnya. Pemilik motor turun dari motornya, disusul seorang gadis yang sedari tadi membonceng dibelakang.

Hilda masih menatap kedua orang itu, otaknya terus mempertanyakan, siapa gadis yang bersama Meda. Mungkinkah itu kekasihnya?.

Gadis itu merangkul tangan Meda, mereka berjalan melewati Hilda dengan mesra. Hilda menatap Meda lekat, membuat tatapan mereka beradu sejenak.

Hilda mengakhiri tatapannya, memilih membuang muka seolah tak mau tau.
Namun sedetik kemudian, matanya kembali menatap dua orang yang mulai menjauh dari hadapannya. Hilda menatap punggung mereka nanar, ia tak bisa berbohong bahwa hatinya sangat sakit melihat pemandangan itu.

"Dia siapa?" tanya Hilda lirih, namun setetes air mata mengalir dari pipinya.

***

Hari ini kelas IPA 1, mendapat jam kosong, membuat seluruh kelas ricuh. Semua siswa sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

HILDA & MEDA{✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang