Track 02 : Clarity

2.1K 232 88
                                    

"Iya, iya. Nanti gue terusin lagi."

Galileo menutup panggilan telepon tersebut tanpa tedeng aling-aling. Jemarinya bergerak cepat di atas layar ponsel, membalas satu per satu pesan yang masuk selama ia terhubung dengan salah satu crew studio langganannya dan anggota Antares yang lain.

Banyak hal yang tengah dijalani Leo belakangan ini, selain statusnya masih aktif sebagai mahasiswa penuh waktu, di sisi lain juga ia merangkap menjadi manajer dari band yang digawanginya bersama beberapa teman-teman dekatnya di universitas. Tidak berhenti sampai di situ, Leo masih pula mengambil andil posisi dalam band bernama Antares itu sendiri sebagai salah satu vokalis dan gitaris.

Awalnya Leo tidak banyak menuntut, ia hanya ingin menjadi seorang gitaris yang bebas berjingkrak tanpa harus memikirkan pada bagian mana ia akan bernyanyi dan diam di hadapan stand mic. Namun berhubung Leo tidak sendiri, tuntutan justru datang dari anggota Antares yang lain.

Mereka (lebih tepatnya Brianㅡsang bassist) meminta Leo ikut menyumbangkan suara karena merasa suara unik milik Leo sangat sayang untuk dipendam.

Maka, jadilah Galileo yang tengah berdiri saat ini. Seorang mahasiswa, merangkap manajer, gitaris, vokalis, dan pengingat jadwal latihan mendadak di dalam grup yang beranggotakan lima orang itu.

Namun Leo tetaplah manusia biasa yang masih memiliki kelemahan,

"Kaget gue, Setan."

Contohnya seperti itu.

"Siapa suruh serius amat." Seorang lelaki yang akan mengenalkan diri sebagai kakak dari LeoㅡAlpha, datang mengendap-endap dan begitu saja menjatuhkan dirinya tepat pada sofa di mana Leo terduduk.

Perlu diketahui, Alpha sudah dua hari menginap di apartemen Leo dengan embel-embel 'menenangkan diri' sebab ia sudah terlalu dibuat pusing oleh serentetan pikiran tentang pernikahannya. "Gue mau nanya nih."

"Nanya apaan, sih, dari kemaren juga lo nanya-nanya?"

"Yee ini beda. Makanya dengerin dulu." Alpha menahan diri untuk tidak menoyor adik bungsunya itu.

"Apaan?"

"Lo ... nggak kepikiran mau nambahin perempuan di keluarga kita apa?"

Kedua alis Leo menukik drastis, dilanjutkan dengan kepalanya yang menoleh tidak percaya dan salah satu telunjuknya kini menunjuk diri sendiri, merujuk pada pertanyaan yang baru saja dilontarkan Alpha.

"Kenapa, jadi, gue? Kan, lo yang mau nikah?" Leo balik bertanya. Tetapi belum sempat Alpha menjawab, Leo lebih dulu menjentikkan jarinya memetik kesimpulan. "Oh, gue tahu, atau kak Jene nggak mau namanya diselipkan nama keluarga kita? Kasihan, nggak jodoh lo berarti sama kak Jene."

"Nggak gitu ceritanya, Adek Durhaka. Sembarangan banget kalau ngomong?!" Dan Alpha betulan menoyor pelan kepala adiknya.

"Terus?"

"Ya maksudnya, perempuan lain yang bukan Aci, dia mah udah jelas mau."

Leo terdiam sebentar, otaknya yang penuh itu kembali dipaksa berputar demi teka-teki sepele nan berbelit yang diberikan oleh sang kakak.

Pun Leo kembali memetik kesimpulan lain.
"Ya gampang lah, lo aja sama kak Jene punya anak? Terus kan nanti pasti marga keluarga kita harus masuk ke namanya tuh. Tapi anak lo harus perempuan, kalo dapetnya laki, terus aja sampai dapet anak perempuan. Beres?"

Alpha sedikit menjatuhkan rahangnya dan menganga bingung harus bereaksi seperti apa atas jawaban yang diberikan Leo, meski dipikir-pikir, jawaban Leo tidak sepenuhnya salah.

Soundtrack : A Miniature FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang