Galileo menutup gorden ruang tengah apartemennya setelah melihat bagaimana langit gelap dipenuhi awan mendung di luar sana. Beruntung, Leo baru saja menginjakkan kembali kakinya di basement apartemen sekitar lima menit lalu, setelah ia jauh-jauh pergi mengendarai mobilnya hanya untuk menyetor tugas.
Awalnya, ia ingin pergi ke kosan Antares untuk membahas masalah rundown acara milik kakak tingkat Leo yang akan diadakan hari Sabtu nanti.
Hanya saja Leo urung, sejujurnya, ia masih sedikit kesal setiap mengingat kesalahan Brian saat Antares membawakan lagu Well Done Again My Friends, beberapa hari lalu.
Oke, meski Brian telah meminta maaf, tetapi itu tidak akan menghilangkan ingatan hasil evaluasi (dengan sedikit teguran halus) dari pihak panitia dengan mudahnya dari pikiran Leo.
"Udahlah, barangkali urgensi." Kata Ayiㅡwaktu ituㅡ menyelamatkan suasana dan diri Leo untuk tidak mengumpat di tempat.
Galileo duduk di ruang tengahnya, ditemani sebotol minuman jeruk lemon pemberian Adwina sekitar dua Minggu lalu, ia menyalakan televisi dan memandangi layar besar di dinding itu tanpa minat sama sekali. Entahlah, pikirannya masih belum membaik barang sedikit, terlebih, jika ia mengingat apa yang terjadi kemarin.
Di tengah-tengah suasana sepi tersebut, tahu-tahu senyum Leo hendak tertarik naik saat mendengar ponselnya berdering.
Namun ketika sang pemanggil bukan nama yang ditunggunya, senyumnya begitu saja hilang.
"Halo, Mang?" Leo mendengarkan dengan seksama penjelasan seorang pria di ujung telepon. "Aduh, saya lagi nggak bisa ke sana."
"Dihitung dulu kalau gitu, Mang, yang bagian tengah ke kanan, sama yang bagian separo dari tengah ke kiri, jangan dari kanan ke kiri ya soalnya nanti ukurannya beda. Terus langsung ditotal aja rinciannya berapa, nanti kasih ke saya."
"Ada empat itu, Mang, dihitung aja keliling."
"Oke ya, nanti kabarin lagi. Makasih, Mang."
Panggilan selesai, Leo menatap layar ponselnya antara khawatir dan menyesal pada diri sendiri.
Sebab Adwina belum membalas bahkan membaca pesannya sejak kemarin.
Melanjutkan acara menonton televisinya yang tidak bisa disebut menonton, karena Leo lebih terlihat menikmati diam daripada acara yang tersaji di hadapannya.
Ponselnya berdering sekali lagi beberapa menit kemudian, tetapi sekali lagi juga, harapan Leo tidak terbalaskan.
"Si Dillon ngapain lagi ...." Leo berbisik pelan sebelum akhirnya mengangkat panggilan Dillonㅡteman Leo. "Apaan?"
"Yo, gue telepon lo dengan niat baik-baik, ya. Kok gitu sih lo jawabnya."
"Iya tapi lo nggak cocok buat dapet sambutan baik-baik."
"Si bangsat." Dillon tertawa. "PUBG yuk."
"Males, Lon."
"Kenapa lo?"
"Hmmm," Leo bergumam seraya memandangi layar televisi, "pusing aja."
"Yah, enggak lo enggak Ayi, kok nggak asik banget hari ini."
Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya Leo menyetujui ajakan Dillon untuk bermain. Sekaligus berharap bermain dapat menghilangkan sedikit pikirannya.
Namun, memang dari awalnya Leo setengah hati menerima ajakan Dillon, Leo malah menatap layar ponsel dengan tatapan kosong. Sesekali kedua tangannya menggerakkan layar, tapi pikirannya tetap berkelana entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : A Miniature Finale
Fiksi PenggemarIni mengenai Galileo dalam cerita perjuangannya dan mengenai Adwina dalam cerita kekurangannya. Ini mengenai semesta di antara mereka yang membawa keduanya pada satu konklusi. (was) #1 - gncd #1 - eaj #3 - jae [ Soundtrack ; DAY6's special collabora...