"Kamu setiap di rumah selalu begini?"
"Iya, aku atau Alpha kalau di rumah ada waktu selalu bantu-bantu. Kalau order lagi segini banyak, biasanya salah satu dari kita juga yang nganter."
Adwina lantas mengangguk-angguk paham.
Pagi itu di rumah Galileo sebelum pukul delapan, Adwina menemukan Leo terduduk di ruang tengah dikelilingi oleh puluhan kotak makan plastik yang bertumpuk, dan tugas Leo di sana adalah untuk menempelkan stiker label serta merapikan kotak-kotaknya sesuai isi yang sama.Jadi di sanalah keduanya berakhir, mengerjakan pekerjaan itu bersama.
"Nggak pakai jasa kirim gitu? Kan, lebih gampang?"
"Dulu beberapa kali Mama sempat kok pakai jasa kirim, tapi waktu itu Mama lagi sial kayaknya, karena orang yang dipercaya Mama malah kabur bawa uang hampir lima juta. Ya udah, Mama kapok nggak mau pakai jasa kirim lagi, mungkin kalau terpaksa karena ada acara gede gitu baru pakai jasa. Kalau sedikit gini sih kita aja yang nganter."
"Ih jahatnya orang, nggak dilapor ke pihak berwajib?"
"Nope. Kata Papa nggak usah nanti jadi ribet, dan Mama malah doain orangnya biar rejekinya lancar terus biar bisa balikin duitnya ke kita kapan-kapan." Leo bercerita sambil tertawa geli, padahal ceritanya sama sekali tidak terdengar bagus.
"Baik banget Mama Papa kamu."
"Yes, they do."
"Persis kamu."
Galileo menghentikan kegiatannya menumpuk kotak, atensi pemuda itu jadi terpaku pada Adwina yang tengah serius menempelkan stiker label di sampingnya.
Tidak lama Leo tersenyum, lalu mengangkat tangannya dan menepuk puncak kepala Adwina. "No, you are."
Berkat perbuatan Leo, Adwina turut menoleh sekaligus mempertemukan tatapnya dengan milik Leo.
"So lucky to have you, Sunshine."
Galileo lantas mencium pipi Adwina tepat setelah ia berkalimat. Ia pun yakin bahwa tindakannya yang tiba-tiba ini biasanya akan membuat gadis itu salah tingkah.
"Masih pagi, Gal, kamu mah ihhhh." Adwina mendengus sebal seraya mendorong tubuh Leo agar ia menjauh, padahal diam-diam ia sedang berusaha menutupi rasa malu yang membuat pipinya panas.
Leo bagian tertawa saja, sambil berusaha menghentikan dorongan-dorongan yang menghujani tubuhnya.
"Terus kenapa kalau masih pagi? Maunya malam? Nanti kamuㅡAW!!" Leo meringis kesakitan setelah Adwina berhasil menyentil dahinya. "Sakit, heh?!"
"Makanya jangan macem-macem."
"Macem-macem gimana, sih? Kan, tadi cuma semacem?"
"Aku di akademi diajarin patahin leher orang juga, lho, Gal."
"Masa?"
"Kamu mau coba?"
Beruntung, selagi Leo berusaha menghindar dari Adwina yang betulan siap mencekik lehernya, suara familier terdengar dari arah pintu utama.
"Aduhhh, ada apa ini pagi-pagi anak Mama malah berduaan di sini?"
Dan Adwina pun gagal mematahkan leher Leo.
"Leo mau dibunuh, Ma, sama dia."
"Iya, Adwin mau bunuh kamu soalnya kamu kerjanya nggak bener." Ibu segera berkacak pinggang. "Itu masih ada dua set lagi belum dikerjain?"
Galileo mengusap wajahnya. "Gue tuh sebenernya anak siapa, sih, ya, bukannya dibela."
Adwina tertawa sebentar setelah menyikut lengan Leo. "Nggak apa-apa, Tante, biar sama saya aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : A Miniature Finale
FanfictionIni mengenai Galileo dalam cerita perjuangannya dan mengenai Adwina dalam cerita kekurangannya. Ini mengenai semesta di antara mereka yang membawa keduanya pada satu konklusi. (was) #1 - gncd #1 - eaj #3 - jae [ Soundtrack ; DAY6's special collabora...