Track 06 : A Warm Home

910 150 64
                                    

"Njay."

"Anjay."

"Wiradi Anjaya, lo denger gue nggak, sih??"

Mata Wira memicing tajam pada si pemanggil, siapa lagi kalau bukan the one and only Bryan Ghifari. Karena hanya Brian yang sering memanggil Wira dengan sebutan seperti itu.

"Lo manggil gue?"

Brian mendengus. "Ya, emang di sini siapa yang punya nama Anjay? Lo doang."

"Ya, kan, lo bisa panggil Wira aja kayak biasanya???"

"Lagi pengen beda."

Sementara yang lain tertawa, Wira mati-matian menahan diri agar tidak melempar kabel MIDI di tangannya pada wajah Brian. Kasihan jika Brian kesakitan, bisa repot satu studio.

Hari itu Antares tengah berkumpul di studio langganan mereka untuk membahas acara kampus yang akan Antares terima, tentu Galileo yang sejak kemarin berusaha mengumpulkan keempat manusia sibuk tersebut.

Merasa latihan kecil sudah cukup dan seluruh hal penting terkait acara sudah disampaikan, Leo segera merapikan gitarnya kembali ke dalam case. Hingga satu hal tertinggal mendadak muncul di otaknya.

"Oh, ya, gue lupa mau nanya." Leo meraih kaleng kopinya yang tergeletak di lantai, meminumnya sedikit sebelum melanjutkan. "Minggu depan, kita harus tech meet sama ketua acara buat bahas setlist. Sebenernya kemarin juga ada undangan, sih, tapi gue males soalnya ketemunya sama panitia, bukan ketua."

"Hmm, ngerti. Lo, kan, paling nggak mau sama perantara." Ayi menyambung. "Terus?"

"Siapa yang mau temenin gue?"

Tanpa hitungan, Ayi segera mengangkat kedua tangannya sampai sebatas telinga. "I'm outs. Minggu depan gue terlalu repot."

"Gue juga enggak, ya, Bang? Gue udah punya acara sendiri." Gian ikut menjawab sambil berjalan keluar dari balik sudut drum set.

"Siapa dong, nih?"

"Harus banget bawa temen, Le? Nggak bisa lo sendiri aja?" Tanya Brian.

"Sebenernya bisa, tapi kalau gue datang sendirian terus nanti ada slek di gue sama mereka, nggak bakal ada yang tenangin gue. Karena cuma kalian berempat yang udah hafal banget tensi gue aslinya gimana, right?" Leo memandang keempat temannya bergantian. "Lagian ini yang dibahas, kan, setlist. Kita bakal bawain lagu bareng-bareng, gue nggak mungkin dong egois setuju begitu aja sama setlist yang mereka kasih? Ya, at least kalau gue ada temen, gue masih bisa tanya setuju enggaknya ke kalian."

"Aih sedap, nggak heran lo jadi manajer Antares, Le. Pantesan banyak orang yang kagum sama lo, bangga gue."

"Bri tolong ya, gue nggak butuh pujian, gue butuhnya jawaban lo mau ikut gue tech meet apa enggak?" Leo menyahut dengan wajah datar andalannya.

"Oke." Brian mendadak mengangguk mantap. "Wira aja."

"Lah? Jadi gue??" Sementara yang ditunjuk segera menunjuk dirinya sendiri karena tidak terima dijadikan umpan oleh sang bassist.

"Biar lo lebih banyak bersosialisasi sama orang, Wir."

"Maaf maaf nih, Yi. Gue bukan Gian."

Gian tidak tersinggung dengan ledekan Wira, ia justru terkikik dengan sangat hati-hati. Takut jika remahan biskuit yang dimakannya akan membuat ia tersedak.

"Gimana, Wir?"

Wira terlihat berpikir sejenak, kemudian menghela napas pasrah. "Yaudahlah."

"Nice. Nanti gue kabarin lagi ya, Wir. Harusnya, sih, Kamis depan karena acaranya Sabtu malam. Kalau dari mereka nggak seenak jidat ubah-ubah."

Soundtrack : A Miniature FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang