Panggilan telepon telah terhubung sejak enam menit lalu, tetapi si pemilik ponsel masih tampak tidak acuh.
Apartemen itu selalu terasa lengang dan nyaman, salah satu alasan mengapa Galileo sering menggunakannya untuk menyendiri di saat ia tengah suntuk selalu bersisian dengan dunia luar yang ramai.
Gitar semi akustik itu sudah ada di dalam pangkuannya sejak tiga puluh menit lalu, sampai ponselnya berdering menyerukan panggilan masuk, Leo sama sekali tidak berniat meninggalkan alat musiknya dan malah membiarkan ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.
Sampai sang penelepon di ujung jarak berusaha menginterupsi.
"Le gue telepon lo bukan buat dianggurin gini wey."
"Ya udah si mau bilang apa tinggal bilang." Leo menyahut sabar, tetapi tangannya tetap membuka lembaran-lembaran dari buku chord di lantai.
"Dih, tadi gue udah bilang. Jadinya gimana, lo mau pulang kapan nanti?"
"Sehari sebelum, lah, soalnya Adwina pas libur."
"Mepet banget anjir, lo nggak ngerti ya gue paniknya kayak apa? Bantuin kek."
"Terus gue harus apa? Gue udah ngobrol sama Ayi, kita bakal ke Bogor tanggal segitu."
"Cocok lo sama Ayi jadi sodaraan. Nggak ada bedanya."
"Habis mau gimana, gue sama Ayi juga lagi sama-sama sibuk di sini." Leo menjeda sebentar, lalu mengembuskan napas pendek, "Apalagi gue ... lo tahu."
Alpha terdiam. Galileo pun sama.
Namun diamnya Leo terlihat lebih sunyi dan sendirian. Sampai satu helaan napas panjang terdengar lagi setelah ia melepas kacamatanya sesaat dan mengusap wajahnya lelah.
Seolah bisa melihat bagaimana kondisi adik bungsunya saat ini, sang kakak kontan menurunkan nada bicara. "Le."
Galileo tidak kunjung menjawab.
"You always said 'it's okay' for everyone except yourself. That's unfair." Alpha melanjutkan."Terlalu banyak beban tuh berat, Le. Tapi kalau nggak dilepas satu-satu, itu malah bikin pundak lo makin lemah."
"I know."
"Gue tahu lo kuat, Le. Dari dulu lo selalu kuat, danㅡ"
"Orang baik bakal dapat jalan yang baik juga."
"Woe itu template gue!!"
Galileo terkekeh, sudah hafal pemilihan kata yang akan digunakannya kakaknya itu.
Di ujung telepon Alpha jadi tersenyum, setidaknya ia bisa mendengar tawa Leo meski hanya sedikit.
"Udah ah, nggak usah galau-galau merana lo Galileo, nggak suka gue."
"Iye."
"Ya udah itu aja, lo jaga kesehatan, jaga pikiran, jangan sampai pas gue nikah lo malah tumbang."
"Loh lumayan dong kalau gue pingsan ntar nikahan lo jadi rame."
"Nikahan gue ini woi bukan IGD?!"
Galileo tertawa lepas pada akhirnya. "Oke, oke. Thanks. Lo juga jaga diri, bentar lagi jadi suami orang."
"Tauk ah. Merinding gue bayanginnya juga."
"Titip salam buat kak Jene. Semoga persiapannya selesai dan lancar sampai akhir."
"Ya, makasih. Gue bisaㅡ"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundtrack : A Miniature Finale
FanfictionIni mengenai Galileo dalam cerita perjuangannya dan mengenai Adwina dalam cerita kekurangannya. Ini mengenai semesta di antara mereka yang membawa keduanya pada satu konklusi. (was) #1 - gncd #1 - eaj #3 - jae [ Soundtrack ; DAY6's special collabora...