Track 09 : If

594 121 42
                                    

Galileo memandang buku tebal di atas mejanya dengan tatapan kosong. Materi rumit yang baru didengarnya sepuluh menit lewat telah menghilang entah ke mana bahkan sebelum otaknya sempat untuk mengerti.

Dua tepukan ringan pada bahu kiri saja tidak diindahkannya, apalagi panggilan-panggilan asal yang menyapanya. Leo seakan menutup dunianya sendiri pagi ini.

Padahal pikirannya tidak begitu berat dan penuh, hanya saja, Leo mengakui ia salah memilih pelarian kemarin.

"Did you get a bingo this morning?"

Galileo terbelalak, kontan menoleh ke arah kiri di mana Rendra sedang duduk di sana dengan cemilannya dan dengan santainya bertanya seolah-olah Leo sudah terbiasa melakukan hal itu.

Dan dilihat tajam seperti itu oleh Leo, terkadang masih membuat Rendra bergidik ngeri. "Nggak usah kaget gitu ngeliatin guenya, gue kenal lo bukan seminggu dua minggu."

"Nggakㅡbentar," Leo menggeleng pelan, akhirnya bersuara setelah hampir tiga jam lamanya ia memilih bungkam, "emang se-jelas itu?"

"Buat gue sih iya." Rendra mengangkat kedua bahunya singkat. "Yaaa ... syukur-syukur tadi Bu Asih nggak sadar."

"Kalau tadi gue kelihatan gini sih, harusnya gue udah nggak di sini sekarang."

"Nah, itu tahu."

Rendra terkekeh, membiarkan Leo merebut air mineral miliknya sembarangan tanpa izin dan segera meminumnya banyak-banyak. Rendra tidak protes, sudah biasa terjadi di antara pertemanan mereka.

"Jadi, gimana? Beneran hangover?"

"Enggak, thank God." Leo menyahut lemas. "Just a little drunk, buktinya gue masih bisa nyetir dan pulang dengan selamat."

"Masih untung nggak ngebaret mobil orang lo."

"Paling gue dibaret balik."

"Mobil lo mau dibaret sampe duco-nya abis juga nggak masalah sih, Le. Cuma sayang aja Altis kalau belang, repair-nya seharga Espass tiga biji cuy."

Celotehan tidak penting Rendra cukup untuk membuat tawa kecil Leo terdengar dengan tidak pentingnya pula.

Meski sejujurnya, ia masih memikirkan hal yang baru saja dilewatinya tempo hari. Tanpa sadar, Leo kembali mengusap wajahnya kasar.

"Dra." Leo bermonolog, setelah terdiam cukup lama. "Kenapa gue harus suka sama sesuatu yang orang lain benci? Kenapa, gue nggak bisa lebih berguna dari itu?"

"Hush, mulut."

"Jalan pilihan gue kenapa harus salah?"

"Lo ngomong apa, sih. Yang lo pilih ya pasti yang bakal lo jalanin, nggak ada yang salah sama itu."

"Tapi orang jadi benci gue cuma karena gue pilih pilihan itu."

"Le, bukan karena satu orang benci sama apa yang lo suka, terus semua orang jadi benci juga sama apa yang lo suka itu. Enggak, nggak gitu."

Galileo terdiam, jawaban Rendra ada benarnya juga.

Tetapi raut tidak suka milik Edwin masih terbayang jelas di dalam pikiran Leo, bahkan bagaimana suara itu 'mempersilakan' Leo untuk pulang masih terus terdengar di ujung telinganya.

Astaga, Leo bisa gila.

"Tapi bentar deh," Rendra membenarkan posisi duduknya, "ini kita lagi ngomongin apa sih sebenernya?"

Kalau bukan karena Rendra telah membantunya dalam menjernihkan pikiran, mungkin detik itu juga Leo sudah menendang bangku temannya itu sampai tersungkur.

Soundtrack : A Miniature FinaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang