CHAPTER 19

1.3K 59 2
                                    

"Lo kenapa sih Bar?! Kenapa sekarang jadi cuek banget sama gue? Kenapa sekarang lo ngejauh dari gue?"

"Gue ga ngejauh,"

Gue memijit pelipis yang terasa berdenyut. Selalu begitu, jawaban nya selalu itu. Sudah seminggu ini Akbar bersikap dingin sama gue.

"Ya terus lo kenapa?!"

"Gue cemburu."

Gue langsung terdiam dengan ucapan nya barusan. Berusaha mencerna kalimat nya dengan baik.

Cemburu?

"C-cemburu?"

"Iya gue cemburu. Minggu kemarin gue ga sengaja liat Raka anak kelas sebelah nolongin lo di pinggir lapangan."

Gue mengingat ingat lagi kejadian minggu kemarin, kemudian tertawa keras setelah tau apa yang di maksud Akbar "Cuman gara gara itu doang? Hahh?"

"Iya lah, harus nya 'kan gue yang nolongin lo. Mana si Raka itu senyum senyum ke lo lagi. Lo juga! Ikutan senyum senyum, cih."

Gue menyunggingkan senyum miring, dengan mata mengejek, "Yaudah kalo gitu, gue deketin si Raka aja ah ..."

"Cih, gue yang kemana mana bareng sama lo cuman di anggap babu. Dia yang cuman nolongin karna ketimpuk bola langsung lo deketin."

"Iya iya sorry, lagian gue 'kan cuman becanda doang, gue ga pernah ada rasa sama tu anak. Cuman lo Bar ... Cuman lo yang ngisi hati gue."

Gue tersenyum lebar sambil memandang Akbar, namun dalam hati gue merutuki diri sendiri atas ucapan gue barusan.

Gila, Kirana gila! Bisa bisa nya ngomong kayak gitu. Aduh gue jadi salting sendiri 'kan.

"Oke lah gue maafin, kuy naik! Gue mau ajak lo makan pecel lele."

"Pecel lele yang waktu itu?" Tanya gue antusias.

Akbar mengangguk sambil memakaikan helm untuk gue. Dengan senang hati gue naik ke atas motor nya.

"Ayo jalan!" Gue berseru senang, namun Akbar tak juga melajukan motor nya.

"Bar, ayo jalan. Keburu sore entar,"

"Pinggang gue ga ada yang meluk." Jawab nya sambil melihat ke arah pinggang nya.

Pipi gue terasa panas, menggigit bibir agar menahan senyum yang sebentar lagi mengembang. Dengan malu malu, gue pun memeluk pinggangnya.

"Y-yaudah ayo jalan ..."

Akbar dengan senyum khas nya pun mulai melajukan motor nya meninggalkan parkiran. Melewati jalanan yang ramai dengan para pengendara, langit mulai berubah warna menjadi orange.

"Kirana, lihat langit itu, bagus 'kan?"

Gue mengangguk sambil tersenyum melihat Akbar di kaca spion.

"Senja itu memang indah, tapi sayang dia datang sesaat lalu pergi. Kamu jangan jadi kayak senja ya, jadi pacar aku aja gapapa."

Gue terkejut dengan ucapan nya, dengan cepat gue melepas pelukan di pinggang nya.

"Eh, jangan di lepas. Nanti jatoh," ia menarik kembali tangan gue dan mengalungkan nya lagi di pinggang nya.

"Kirana ..."

"A-apa?"

"Ikan hiu makan tomat, jadi pacar aku ya?"


Gue berteriak dalam hati mengingat kembali ucapan Akbar tadi sore. Sekarang pikiran gue di penuhi dengan kata-kata nya, "seriusan dia nembak gue?"

"AAAAA!!" Gue berteriak sambil menjatuhkan diri ke atas kasur, menatap langit langit kamar dengan senyum mengembang.

"Kalo dia nembak gue, berarti sekarang gue pacaran dong? Tapi ... Gue 'kan belum jawab," Gue menjeda kalimat "Berarti, gue belum resmi pacaran dong?"

Seketika senyum gue menghilang, tapi balik lagi saat ada notifikasi chat masuk dari Akbar.

Akbar :
| Hallo pulici?

Ya disini pulici, |
dengan siapa dimana |
dan kenapa? |

Akbar :
| Dengan Akbar disini, didepan rumah cewek.
| Saya mau lapor komandan, hari ini ... Tepat nya jam empat sore tadi, saya nembak cewek.

Gue membaca chat masuk dari Akbar, dengan kedua alis yang terangkat gue membalas chat nya.

Trus di terima? |

Gue tertawa setelah mengirimkan chat tersebut.

Akbar :
| Belum :( Makanya itu, saya jadi bingung ... Apa saya nembak nya ga bener ya? Kalo kayak gini
| 🔫
| DORRR!!
| Bener gak?

Lagi lagi gue tertawa karna tingkah Akbar yang out of the box. Gue berfikir sebentar sebelum akhirnya mengetikkan balasan untuknya.

20.49 |

Akbar :
| Apa itu?

Kita resmi pacaran. |


"Kirana ..."

Gue menoleh dengan malu ke arah Akbar yang duduk di samping gue, dia terlihat terus tersenyum sambil melihat bintang tanpa menoleh ke arah gue.

Malam ini setelah gue mengirimkan balasan, Akbar menelpon karna dirinya sudah ada di bawah sejak sebelum dia mengirim gue chat itu.

"Lo masih inget ga? 10 tahun yang lalu, gue pernah ketemu sama lo."

Ucapannya membuat gue tertawa, "mana mungkin, orang gue kenal sama lo aja baru sekarang."

"Iya emang saat itu belum kenal, tapi gue yakin kalo anak kecil yang gue ejek cengeng itu lo."

Seketika gue terdiam menatap nya tidak percaya. Mana mungkin dia bocah laki laki yang gue tunggu bertahun-tahun?

"Maaf gue ga maksud bikin lo nunggu terus saat itu, maaf juga karena udah ngejek lo cengeng. Tapi —"

"Akbar? Lo becanda, 'kan? Itu udah 10 tahun yang lalu, itu ga mungkin lo. Lo pasti tau cerita ini dari Mama, 'kan?"

Akbar menoleh ke arah gue, ia mengelus lembut pipi gue sambil tersenyum, "Enggak Kirana, itu emang gue."

"Lo inget 'kan? Gue pernah cerita kalo bokap nyokap pisah pas gue umur 7 tahun? Gue kabur sore itu setelah mereka berantem hebat, padahal di luar lagi hujan deres banget."

"Dan pas gue lewatin TK, gue ga sengaja liat lo lagi neduh di bawah perosotan sambil nangis. Gue inget banget, waktu itu lo ketakutan sambil manggil manggil Mama lo."

" ”Gausah nangis, dasar cengeng.” , inget kalimat itu? Kalimat pertama yang gue ucapin ke lo."

"Ak-Akbar ..." Lidah gue kaku untuk memanggil nama nya, merasa benar benar tidak percaya dengan ceritanya.

"Sekarang lo ga perlu lagi nungguin gue di situ, gue udah ada di sini. Di sisi lo, selalu."

"T-tapi kenapa bisa? Kenapa lo bisa tau kalo gue selalu nungguin lo? Kenapa lo bisa yakin kalo bocah cengeng itu gue? Kenapa argh ... "

Gue menghela nafas panjang karna ada begitu banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran gue.

"Lain kali, lo jangan kehujanan lagi ya. Gue ga mau lo sakit. padahal kalo lo ga sakit, waktu itu kita bisa ketemu, dan gue bisa pamit buat tinggal bareng Kakek. Jadi, lo ga usah nunggu gue bertahun-tahun."

"M-Maksud lo? Besoknya lo nungguin gue di tempat itu buat pamitan?" Gue bertanya yang di jawab anggukan kepala oleh Akbar, "Trus setelahnya lo beneran tinggal bareng Kakek lo?"

Lagi lagi Akbar mengangguk, ia mengusap usap rambut gue, "Maaf ya Kirana ..."

"T-tapi kenapa lo bisa tau kalo selama ini gue nungguin lo? Lo tau darimana?"

"Mama lo."



To be continued ...

MY PERFECT BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang