The Best Part. 01

8.5K 382 60
                                    

Meong.. meong.. meongg

Drittttt.. driittttt.. driitttttt

Bunyi nyaring alarm yang ada di atas nakas, juga suara seekor kucing yang kini mengendus-endus kaki seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya itu, sama sekali tidak membuat sang empu terusik. Hingga saat kucing itu terus mengeong dan duduk di atas dadanya, barulah gadis itu merasa sedikit susah bernapas karena sesak.

Perlahan mata kecil bulatnya terbuka. Sang kucing dengan senang hati menyambut dengan ngeongan yang sangat merdu. Membuat gadis itu tersenyum cerah. Lalu membawa tangannya untuk mengelus bulu halus kucingnya.

"Selamat pagi, Pompom!"

Pompom, nama kucingnya.

Meong..

"Turun ah, kamu berat tau! Enak aja baring di atas badan aku, emangnya gak berat apa."

Meong...

Gadis itu memutar bola matanya malas. Melirik jam yang ada di atas nakas, lalu bergegas bangkit. Memindahkan kucing yang ia beri nama Pompom di tempat bermain kucing itu. Iya, dirinya sengaja memberikan tempat main khusus untuk Pompom. Alasannya simple, ia hanya ingin kucingnya itu betah di dalam rumah dan tidak berkeliaran di luar. Sehingga tidak akan diambil oleh tangan panjang manusia yang tidak punya perasaan.

Gadis itu bernama Arsya Fidiya. Panggilannya Caca. Gadis berumur tujuh belas tahun yang masih duduk di bangku SMA tingkat sebelas. Bersekolah di SMA Purnama.

Setengah jam kemudian Caca sudah rapi dengan seragamnya. Jangan lupakan juga jilbab yang membungkus rapi kepalanya. Ia memakai sepatu, lalu mengambil tas yang ada di atas meja belajar. Kemudian menghampiri Pompom yang sudah tertidur pulas di tempat bermainnya--yang ada di salah sudut kamarnya.

"Pompom, baik-baik ya di rumah. Aku sekolah dulu. Kamu jangan nakal, oke!"

•••

"Woy, kas woy! Awal bulan nih!" teriak sang bendahara kelas. Membawa buku kas dan juga pulpen yang diselipkan di salah satu telinganya.

Mendengar suara sang bendahara, sekelompok manusia yang molor membayar uang kas itu pura-pura tidak dengar. Bahkan ada yang mendadak memasang aerphone. Atau juga pura-pura menulis. Padahal tidak ada tugas sama sekali.

Heh, memangnya sesulit itu ya bayar kas kelas bagi anak laki-laki?

Membelikan pacar boneka besar saja bisa, tapi saat ditagih membayar kas kelas banyak alasan! Dasar.

"Banget gue mah, bangettt! Masih awal bulan aja udah koar-koar. Nyebelin banget!" gerutu teman sebangku Caca. Gigi, namanya.

Caca yang sedang mewarnai dengan krayon itu menoleh sejenak pada temannya. Lalu mengambil krayon dengan warna yang berbeda. "Itu namanya bendahara-able, Gigi," katanya.

Gigi melotot tidak terima. Lalu menyentil lengan Caca. "Emang ya, lo mah bukannya ngebela gue, malah ngebela tuh titisan tirex!" dumelnya.

Caca menaruh telunjuknya di depan bibir. "Sstt, udah, masih pagi gak baik marah-marah. Nanti cepet keriput lho."

Gigi mendelik. "Kata siapa?!"

Caca menyengir lebar. "Kata Mas Akbar, hehehe...," jawabnya.

Berteman dengan Caca hampir dua tahun, membuat Gigi tahu siapa itu Mas Akbar. Mas Akbar itu kakak ipar Caca. Suami dari Mbak Esha--kakaknya Caca. Beberapa kali Gigi main ke rumah Caca--yang sebenarnya bukan milik keluarganya--ia jadi tahu bagaimana latar belakang perempuan lugu itu.

Ya..., Caca terlalu lugu. Dari gaya bicaranya saja sudah terlihat. Menurut Gigi, Caca itu penyabar, tapi kalau sudah marah atau kesal pasti akan diam. Hingga marahnya reda, gadis itu akan berceloteh tiba-tiba.

The Best Part (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang