Seokjin mondar-mandir di ruang keluarganya, menunggu Jimin pulang dengan gelisah. Ia sudah membeli bahan makanan cukup banyak, dan 2 buah box masker. Seharusnya itu sudah cukup bagi mereka berdua.
Ceklek.
Terdengar erangan Jimin dari depan pintu, tetapi Seokjin tidak menghambur pada Jimin, melainkan menunggunya hingga ia sampai di ruang keluarga.
"Kak?"
Jimin mengernyitkan dahinya, "Apa yang kau lakukan selarut ini?"
Seokjin memandang Jimin dengan tajam.
"Halo? Seokjin?"
"Kau sudah mendengar berita?"
Jimin menggeleng, heran dengan pertanyaan Seokjin, "Tidak, belum. Aku tidak sempat menonton berita. Ada apa?"
Seokjin melirik kearah jam di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Seokjin benar-benar benci jika adiknya harus lembur terus menerus dan berakhir sakit. Jimin akan cepat sakit jika ia kelelahan.
"Kak?"
Seokjin menghembuskan nafasnya, "Flu"
"Apa?" Jimin mengerutkan dahinya tidak mengerti, "Flu... apa?"
Seokjin mendesah keras, lalu menunjukkan barang belanjaannya pada Jimin.
"Dan... untuk apa itu semua?" Jimin menunjuk kearah tas plastik jumbo berwarna putih, "Apa kita akan minggat?"
"Demi Tuhan, Jimin!" Seokjin melemparkan tatapan membunuh pada Jimin.
"Kenapa kau dungu sekali!?" Seokjin mengambil tas Jimin, lalu melemparnya ke sofa disebelah kirinya.
"Dengar. Tadi sewaktu aku makan malam dengan Ken, aku melihat berita"
Jimin masih diam, mendengarkan Seokjin dengan setengah hati. Seokjin tau anak itu sudah mengantuk, tetapi Seokjin tidak bisa menunda penjelasannya.
"Ada flu yang menyebar. Flu Spanyol" Seokjin member jeda,
"Tebak? Ken menyuruhku untuk membeli bahan makanan sebanyak mungkin, dan masker secukupnya"
Jimin melayangkan pandangannya kearah dua box masker. Jimin menaikan satu alisnya, mencoba untuk memahami Seokjin ditengah-tengah kantuk yang menerpanya.
"Tunggu" Jimin memijat dahinya, "Kau memberitahuku bahwa akan ada wabah yang mematikan? Dan kita harus bertahan hidup?"
Seokjin mengangguk kuat.
"Demi kolor neptunus!" Jimin memegang kepalanya dengan kedua tangannya.
"Apa kau bahkan serius, kak?"
Seokjin mengerjapkan matanya, terlihat tidak mengerti, "Apa?"
"Dunia sedang baik-baik saja, kak!"
Seokjin terperangah. Bagaimana bisa adiknya begitu bodoh.
"Hei, dungu. Ken adalah seorang dokter, dan aku bisa mempercayainya. Dia bahkan mendapat panggilan saat aku sedang makan malam bersamanya. Dan katanya, itu mendesak."
Seokjin berusaha menjaga nada suaranya, "Dengar, Jimin. Orang mungkin belum sadar, karena flu yang diberitakan oleh media hanyalah flu yang sedang menyebar di Amerika"
Seokjin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Dan tadi saat aku menjalani suntik vaksin rabiesku yang terakhir, aku melihat segerombolan pasien dibawa ke UGD"
Mata Jimin membulat.
"Ya, Jimin. Flu itu sudah sampai sini" Seokjin menatap kearah kota Seoul yang gemerlap di malam hari, kota yang tidak pernah tidur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pandemi
Fanfiction[COMPLETE] Dunia diambang kepunahan, begitu juga Kim Namjoon. Ia hanya putus asa, dan berharap dirinya mati ditengah pandemi ini. Tapi, tidak. Tidak setelah pria bernama Kim Seokjin datang menangkup wajahnya dengan senyum yang merekah. "Ayo kita ber...