16

1.6K 191 2
                                    

Seokjin membelalakkan matanya, ia dengan jelas dapat melihat kondisi Namjoon yang mengenaskan.

Namjoon sangat pucat, baju biru tuanya lusuh dan berdebu, dengan beberapa bercak darah.

Perut Seokjin seakan terlilit, ia tidak bisa melihat Namjoon seperti ini.

"Seokjin, mundur, aku akan membawanya"

Sandeul menyuruh Yugyeom untuk mengambil tempat tidur derek. Sandeul mengeluarkan stetoskop dari kantongnya, lalu menempelkannya ke dada Namjoon.

Sandeul mengernyit, Seokjin dapat membaca ekspresi wajahnya yang sedikit khawatir.

"Tidak baik. Nafasnya benar-benar terputus-putus, dia harus segera diberi bantuan oksigen"

Yugyeom menyeret tempat tidur itu sambil berlari, nafasnya terengah-engah. Kehadiran Namjoon menyita perhatian para pengungsi yang lain, banyak mata tertuju pada mereka, tetapi tidak ada yang berani mendekat.

"Yugyeom, bantu aku mengangkatnya"

Yugyeom menyodorkan masker serta sarung tangan kepada Sandeul, begitu pula dengan Yugyeom. Yugyeom banyak membantu Sandeul, karena ia adalah seorang pemagang di salah satu rumah sakit.

"Satu, dua, tiga!"

Sandeul dan Yugyeom terlihat sedikit kewalahan, Seokjin dapat memakluminya. Namjoon itu berat.

Sandeul menggeret tempat tidurnya, dan Seokjin berjalan disisinya, "Kemana kau akan membawa Namjoon?"

"Ke tenda medis, aku akan memberinya bantuan oksigen"

Seokjin sungguh khawatir, ia benar-benar menyesal telah meninggalkan Namjoon sendirian disana. Ia tidak berpikir lebih jauh akan dampak Namjoon.

Sial.

Seokjin berdoa dalam hatinya, terus berdoa agar Namjoon akan segera siuman. Seokjin tidak melepaskan pandangannya dari pemuda itu. Melihatnya seperti ini saja sudah cukup mengobati rasa rindu Seokjin terhadapnya. Seokjin bisa merasakan sebuah pukulan yang mendarat di dadanya, rasa yang selalu ia dapatkan setiap kali ia melihat Namjoon terluka, dan tidak berdaya.

Seokjin menyayangi Namjoon.

Sandeul dengan gesit mengambil nebulizer. Sandeul membuka sedikit mulut Namjoon, lalu menyemperotkan oksigen itu kepada Namjoon.

Dada Namjoon bergejolak naik, urat leher dan pelipisnya menonjol di permukaan kulitnya, membuat kulit Seokjin meremang.

Namjoon menghirup oksigen yang dihasilkan oleh nebulizer, lalu terbatuk-batuk untuk sesaat.

Seokjin maju beberapa langkah untuk mendekati Namjoon, tetapi Yugyeom menahannya.

"Biarkan Sandeul menanganinya, Seokjin"

Seokjin mendesah, lalu hanya bisa mengawasi Sandeul. Seokjin ingin segera memeluk Namjoon, tetapi tidak bisa. Seokjin sungguh merasa bersalah pada Namjoon. Seokin ingin menghujaninya dengan ciuman dan berbagai pelukan hangat untuknya.

"Ayo keluar, Seokjin" Yugyeom menarik tangan Seokjin, tetapi Seokjin menolak.

"Aku akan tetap disini"

Yugyeom mendesah, "Namjoon tidak akan langung bangun. Dia membutuhkan waktu"

"Tidak, aku tidak akan meninggalkan Namjoon"

"Seokjin," Yugyeom menarik tangan Seokjin sekali lagi, "Namjoon akan baik-baik saja. Kau tiak boleh disini. Kau akan bertambah parah jika terus berada di sebelehnya"

Benar, ia harus sehat demi menjaga Namjoon.

Akhirnya, Seokjin menerima tawaran Yugyeom, lalu segera keluar dari tenda tersebut.

PandemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang