Mr. Incubus

188K 2.4K 188
                                    

Desahan napas itu beriringan, sentuhan yang panas disetiap tubuhnya membuat desahan itu semakin kuat. Ia menciumi seluruh tubuhnya dan menyentuhnya dengan lembut seperti dirinya terbuat dari kaca yang mudah pecah dan rapuh. Ia bisa mendengar suara itu menyebut namanya, dengan nada suara yang penuh gairah namun juga lembut penuh dengan rasa kasih sayang.

"Shawn..."

.
.

Matanya membuka saat ia merasakan napasnya masih memburu. Ia membulatkan matanya, menatap langit-langit dari kamarnya selama beberapa saat sebelum wajah itu memerah merona. Perlahan ia menyibakkan selimut tebal musim dingin yang menutupi tubuhnya, kembali terdiam karena si kecil dibawahnya masih menegang bahkan ereksi hingga mengeluarkan cairan. Ia menggerutu pelan, menutup wajahnya dengan sebelah tangannya.

"Kenapa aku malah bereaksi hanya karena mimpi seperti itu?"

Ia menyukai wanita. Ia bahkan baru saja putus dari pacarnya yang ke-5. Tetapi, ia tidak pernah merasa sangat bergairah seperti dalam mimpi itu. Meski kenyataannya, meski ia tidak mengingat wajahnya, ia tahu ia baru saja bermimpi berhubungan sex dengan seorang pria.

Tetapi...

Ia tidak mengatakan jika ia tidak menikmati hal itu. Bagaimana saat pria itu memasukkan batang kemaluannya dalam lubang miliknya, bagaimana gerakan itu terasa sangat nikmat menyentuh titik dimana tubuhnya seketika menegang--

"APA YANG SEBENARNYA KUPIKIRKAN!?"

"BERISIK SHAWN!" teman satu asramanya balas berteriak saat Shawn mencoba mengeluarkan pikiran kotornya itu. Ia hanya menggerutu dan menghela napas, turun dari ranjang sebelum berjalan ke kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahnya. Ia menghela napas, dan melihat cermin dimana pantulan wajahnya yang masih merona terlihat.

"Hm?" Ia menggerakkan tubuhnya hingga ia bisa melihat siluet tubuhnya dari samping. Ia bersumpah perutnya terlihat membuncit kala itu dibandingkan semalam sebelum ia tidur.

"Apakah karena aku kebanyakan makan saat Ignis mengajakku?" Ia mengangkat pakaiannya dan memegang perutnya sebelum ia mengangkat bahunya dan berbalik ingin kembali tidur karena waktu masih menunjukkan pukul 2 pagi.

.
.

"Lihat, lebih membuncit bukan?"

Shawn segera menarik paksa teman satu asramanya--Ignis saat pagi hari ia menemukan perutnya semakin membuncit. Ignis yang memang akan bersiap sekolah hanya menatap perut Shawn dan menepuk pelan.

"Ya, dan isinya adalah Burger yang kau makan selama 1 minggu ini," dan dengan segera ia melanjutkan menyikat giginya dan keluar meninggalkan Shawn yang hanya menatapnya tidak percaya--sahabatnya sejak kecil tidak begitu mempedulikan keadaan tubuhnya, "bersiaplah untuk liburan musim dingin saja Shawn. Mungkin bisa kau gunakan untuk berdiet."

"Aku yakin tidak mungkin bisa membesar secepat ini..."

.
.

"Untuk libur musim dingin, aku akan memberikan tugas rumah mulai halaman 20 hingga 50 untuk kalian rangkum dan buat presentasinya," semua murid di kelas itu menggerutu, di depannya--guru muda berparas asia dengan tatapannya yang tajam namun tampan itu adalah Lou, dosen luar yang terkenal killer, pelit nilai, suka memberikan banyak tugas, dan pendiam. Wajahnya yang tampan tidak membantu, meski usianya yang baru beranjak 36 tahun membuatnya memiliki penggemar di beberapa jenjang usia.

"Ugh, Mr. Lou sama sekali tidak melonggar sedikitpun. Benar bukan Shawn?" Ignis hanya menghela napas dan menatap Shawn yang duduk di belakangnya. Alih-alih menjawab, Shawn hanya diam dan menggigit bibir bawahnya. Waktu menunjukkan pukul 5 sore, kelas terakhir sebelum mereka menjalankan libur musim dingin. Perutnya semakin membesar setiap jamnya hingga sekarang berukuran seperti semangka. Shawn terlalu takut saat ini untuk berbicara, hanya menutupi perutnya dengan jaket tebal musim dinginnya, "Shawn?"

Birth Story of Male PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang