Sinner

16.4K 305 19
                                    

1950─

Disebuah tempat yang ada di ujung timur Pulau Jawa, terdapat sebuah desa terpencil yang dikelilingi oleh hutan dan pesawahan. Desa itu sama sekali susah dijamah oleh orang luar, hampir punah saat Belanda dan Jepang menyerang.

Namun hingga kemerdekaan, desa ini bertahan. Trauma atas penyerangan bangsa asing yang membuat 80% penduduk desa tewas membuat mereka mengisolasi diri dan tidak menerima pendatang meski Indonesia sudah merdeka.

Bagi mereka, bangsa asing adalah kutukan untuk desa mereka.

Nahas bagi seorang Jeremy, pemuda berusia awal 20 yang terdampar di hutan saat ia berlari karena dikejar oleh para pribumi. Ia adalah sedikit dari orang Belanda yang masih tertinggal di bagian timur Jawa itu.

Dan Dipta, pemuda berusia 20 tahun yang sedang berladang, menemukannya tergeletak di hutan. Matanya benar-benar tertarik pada rambut pirang Jeremy. Dipta, berbeda dengan pemuda desa itu memiliki rasa ingin tahu yang besar. Ia sering menyelinap keluar desa hanya untuk belajar dan mengintip di sekolah.

Dimana anak-anak lain desa itu tidak bisa membaca dan menulis, Dipta bahkan mencuri beberapa buku di pasar untuk dibaca olehnya.

Rambut pirang adalah sesuatu yang jarang ia lihat secara langsung. Dan ia juga menyadari pemuda itu penuh dengan luka dan darah yang mengalir. Ia memutuskan membawa pria itu ke gubuk ditengah hutan tempat ia biasa beristirahat dan membaca diam-diam.

Dipta merawat luka Jeremy dengan sabar, pemuda Belanda itu tidak langsung sadar namun Dipta menunggu dengan sabar hingga luka itu tampak membaik.

.
.

"Ayah tau kamu nyembunyiin Londo itu."

Dipta berasal dari keluarga yang cukup berada di desa itu. Parasnya yang manis juga menjadi daya tarik Dipta dan menjadikannya pemuda paling diincar oleh pemuda lainnya di desa itu. Memang, hal yang tidak diketahui oleh orang luar desa, keistimewaan desa itu adalah bagaimana para pemudanya bisa mengandung dan melahirkan layaknya perempuan.

Meski itu tidak bisa lagi dilakukan saat usia mereka menginjak 25 tahun.

"Kamu gila ya? Kalau sampai kepala desa tau kamu nyembunyiin orang asing. Habis kamu," didamprat habis-habisan, Dipta hanya bisa menunduk. Ia tahu kalau salah membawa orang asing di peraturan desa yang jelas melarang.

"Tapi Dipta ga mungkin ninggalin dia. Dipta akan mengusirnya setelah lukanya sembuh."

"Ayah sama ibu ga mau tau. Kalau sampai ketahuan kepala desa, ibu dan ayah bakal jodohin kamu sama kepala desa itu untuk menghindari hukumanmu nak," ibunya tampak menatap Dipta. Dipta hanya diam, menunduk pelan.

"Tenang aja bu, ga bakal ketahuan. Nanti kalau dia udah sadar bakal Dipta usir keluar."

.
.

"Kolot sekali."

Dipta bergumam sambil berjalan membawa termos air panas dan juga makanan untuknya menginap di gubuk hari ini. Ia juga tidak sabar membaca buku-buku yang ia temukan di tas milik pria Belanda itu. Ia sudah bisa mengerti bahasa inggris meski hanya kata sehari-hari.

Dipta memang anak jenius.

"Nyalakan lampu minyak du-" Dipta baru membuka pintu saat ia melihat pemuda tegap yang 3 hari tidak sadar itu tampak terjatuh didekat dipan rotan gubuk itu. Ia berlari dan mendekatinya, "kamu masih belum bisa bergerak dulu."

Pemuda itu tampak bingung, Dipta tampak sadar jika ia menggunakan bahasa Indonesia.

"Jangan bergerak," dengan bahasa yang tidak lancar Dipta menerangkan, "kakimu masih sakit."

Birth Story of Male PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang