Seharusnya Joshua menemaninya.
Oliver menyesal kalah dari hormon hamilnya pagi ini, saat dengan ketus ia kesal dengan kekasihnya tanpa alasan yang jelas. Oke, ada alasannya. Joshua terlalu sibuk dengan pasien yang ia tangani hingga tidak memberikan perhatian penuh pada Oliver. Meski sebenarnya, kekasihnya itu sangatlah memperhatikannya. Ia hanya ngambek dan keluar dari kamar, mencari eskrim untuk memenuhi hasrat mengidam sebelum kembali ke kamar mereka.
Seharusnya.
Tetapi, pemuda yang kandungannya saat ini baru beranjak 8 bulan ini malah terjebak dalam lift bersama dengan seorang anak yang bahkan terlihat baru berusia belasan tahun. SMP mungkin, ia tidak begitu memperhatikannya. Mereka sudah terjebak selana 15 menit tanpa sinyal dan tidak ada bantuan yang datang.
Ia menjadi uring-uringan, terutama kontraksi palsu yang ia rasakan sedaritadi.
"Apakah tidak ada jawaban?" Ia mulai jengah dan melepaskan jaket cokelatnya. Tubuhnya terasa sangat panas dan berkeringat. Ia biarkan kemeja ukuran besar yang ia kenakan dan milik Joshua yang menjadi satu-satunya pakaian yang ia kenakan selain celana hamil.
"Mereka tidak mengangkat panggilan emergency ini. Aku sedang berusaha terus--"
Splash!
Baik Oliver ataupun anak itu tampak saling berpandangan, menoleh pada bagian bawah dari tubuh Oliver dimana tampak bercak air seperti bekas ompolan berada di celananya. Ditambah genangan kecil diantara kakinya karena cairan bening yang mengalir diantara kakinya.
.
."Temui kakakmu dan ambil obat yang kusuruh."
Werren jarang berada di apartment kakaknya yang saat ini ada di depannya dan dipenuhi oleh orang-orang yang melakukan pindahan. Kakaknya yang berusia 15 tahun lebih tua darinya itu memutuskan tinggal sendiri setelah menyelesaikan pendidikan dokter spesialisnya dan menjadi cukup terkenal. Ia akrab dengan kakaknya, namun bukan berarti ia ingin mengganggu kehidupan pribadinya.
Kalau saja bukan karena ayahnya yang menyuruh, ia tidak akan berada disini.
"Hh..." Werren yang berada di lift tidak sengaja bertemu pandang dengan seorang pria yang tengah hamil besar. Sepertinya mereka hendak menuju ke lantai yang sama. Mungkin tetangga kakaknya. Pria itu tampak seusia dengan kakaknya, sekitar akhir 20. Ia tidak begitu peduli dan menunggu hingga lift membawa mereka ke lantai yang mereka tuju. Namun, mendadak lift bergetar dan lampu di dalam mati bersamaan dengan lift yang berhenti bergerak.
'Hei-hei, ini serius?' Ia menekan tombol darurat berulang kali namun tidak ada jawaban. Percakapan singkat terjadi, namun yang segera menarik perhatiannya adalah suara air yang menetes dari pria itu. Dan ia tidaklah bodoh untuk tahu jika itu adalah air ketuban.
'Ini semakin bertambah buruk?!'
.
."Aaaakh... hhh... haaah," ia membungkuk 90 derajat sambil meremas besi pegangan di lift. Semenjak ketubannya pecah, Oliver semakin merasa kontraksi terjadi sangat cepat. Suasana di lift sangat panas karena sirkuasi udara yang mati. Werren sudah membuka bagian atas lift agar mereka mendapatkan oksigen. Namun suhu udara memang sangat panas terlebih dengan keadaan Oliver seperti ini.
"Apakah... kau ingin kubantu?" Werren sedikit ragu menawarkan bantuan. Baginya yang lahir di keluarga dokter, meski ia baru beranjak tahun kedua tingkat SMP, ia sudah cukup banyak mempelajari kedokteran. Dasar untuk membantu persalinan darurat adalah salah satunya. Oliver menatap Werren sebelum ia menarik napas karena kontraksi, dan menghembuskannya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birth Story of Male Pregnancy
RastgeleOpen request ide baru. KHUSUS MPREG/MALE PREGNANCY! GA SUKA, GA USAH SIRIK NGEREPORT!