"Namjoon!" Teriakan itu lemah dan bergetar dan membuat Namjoon segera bergegas berlari ke kamar mandi.
Dia mendorong membuka pintunya, "Seokjin?"
Satu tangan Seokjin menempal pada ubin kamar mandi, berusaha menahan bobot tubuhnya, sementara satu tangannya yang lain memegangi kepalanya.
"Kepalaku pusing..." Bisiknya.
Namjoon ada di sisinya dalam dua langkah. Dia membenahi bathrobe yang Seokjin kenakan─mengikatnya. Lalu dia mengangkat Seokjin ke dalam pelukannya.
"Aku akan menghubungi Dokter Luhan." Namjoon takut membiarkan Seokjin mandi adalah ide yang buruk. Tapi, dia tahu Seokjin sangat ingin membasuh tubuhnya dari darah.
Dengan hati-hati, Namjoon membungkuk dan menurunkannya ke tempat tidur. Seokjin terlihat sangat pucat. "Apakah kepalamu sakit?" Namjoon menatap mata Seokjin. Pupil matanya terlihat normal, tapi─
"Jangan hubungi dokter," Seokjin menarik napas pelan. "Hanya sedikit pusing. Seharusnya aku meminta bantuanmu sejak awal."
"Kenapa kau tidak melakukannya?"
Seokjin mengalihkan tatapannya ke arah lain, "Karena aku dalam keadaan telanjang."
Jantung Namjoon menghantam dadanya, "Kau terluka. Aku bisa mengendalikan diri." Apakah itu yang Seokjin pikirkan tentangnya? Bahwa dia hanya akan memikirkan dirinya sendiri bahkan ketika pemuda itu terluka?
Ya, dia memang menginginkan Seokjin. Tetapi dia mengendalikan kebutuhan itu untuknya.
Namjoon menyadari dia akan melakukan apa saja untuk Seokjin.
"Aku tidak khawatir dengan kontrol dirimu." Tatapannya kembali pada Namjoon. "Aku khawatir tentang milikku sendiri."
Apa?
Dengan jari-jari yang gemetaran, Namjoon meraih selimut dan menariknya ke atas tubuh Seokjin. "Kau..." Namjoon berdeham, "Kau mengatakan dengan jelas bahwa kau tidak ingn terjadi apa pun lagi di antara kita."
Bibir Seokjin terkatup, lalu, "Mungkin aku berbohong." Bisik Seokjin. Bisikan itu terdengar jelas dan tidak melantur sama sekali.
Tapi mungkin, Namjoon harus menghubungi dokter Luhan sekarang juga.
Mungkin aku berbohong.
Sekali lagi, pengakuan itu bergema dalam benak Namjoon. Namjoon naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelah Seokjin. Dia menyelipkan lengannya di bawah kepala pemuda itu dan menarik Seokjin ke arahnya. Tubuh pemuda itu selalu terasa pas dalam pelukannya.
Karena mungkin, tidak ada orang lain yang diciptakan untuknya. Tidak ada orang lain. Hanya Seokjin. "Terkadang, aku juga berbohong." Akunya pada Seokjin.
"Oh ya? Katakan kebohonganmu padaku."
Seokjin terjaga, sedang berbicara dan pemuda itu berada dalam pelukannya. Sekarang, Namjoon akan mengatakan apa pun padanya. "Meninggalkanmu adalah hal tersulit yang pernah kulakukan dalam hidupku."
Namjoon bisa merasakan Seokjin yang terkejut dalam pelukannya.
"Lalu, kenapa kau pergi?" Tanya Seokjin.
Pertanyaan yang sulit. Namjoon takut, karena dia sangat membutuhkan Seokjin. Namjoon khawatir, Seokjin membutuhkan apa yang tidak bisa dia berikan pada pemuda itu. Alih-alih mengatakan itu semua, Namjoon pikir dia harus memulainya dari awal. Mimpi buruknya. "Kau tidak pernah bertanya tentang keluargaku."
Sebenarnya, itu cukup adil, karena dia pun tidak pernah bertanya tentang keluarga Seokjin.
Kepala Seokjin menekan bahunya, "Kupikir... beberapa orang tidak ingin menceritakan masa lalu mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Primal Fear | NamJin ✓
Mystery / Thriller[Cover art by: @nadisong] "Selamat menikmati ketakutanmu." - xxx